Share

3. Telepon dari Mas Farhan

Penulis: Rinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-16 12:43:30

Matahari sudah sedikit naik ketika aku terbangun karena suara pintu yang diketuk dari luar. "Assalamualaikum Indira, Nak ibu datang" suara Ibuku memanggil.

Setiap weekend ibuku memang rutin datang ke rumahku semenjak aku hamil. Katanya beliau ingin membantuku agar aku tak terlalu lelah mengerjakan pekerjaan rumah.

Aku mengerjapkan mata, penyesalan menyusup dadaku karena tak sengaja melewatkan sholat subuh akibat bangun kesiangan. Dengan segera aku bangkit dari tempat tidur dan membukakan pintu untuk ibu.

"Ibu... Maaf Indira kesiangan" ucapku jujur.

Bukanya menjawab, Ibu malah menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Apa kamu baik-baik saja Nak? Wajahmu pucat sekali" ucap Ibuku, mimik wajahnya terlihat khawatir.

Aku diam, bingung harus menjawab apa. Aku memang lelah dan tak bisa tidur hingga larut malam karena memikirkan suamiku yang menghilang tiba-tiba.

Ibuku menatap ke dalam rumahku, matanya menyisir ke seluruh ruangan yang terlihat sepi. Biasanya jam segini aku sudah selesai masak dan menyiapkan makanan untuk suamiku. Tapi hari ini, suamiku tak ada.

"Ke mana Farhan Nak?" Tanya Ibuku setelah menyadari tak ada Mas Farhan di rumah.

Aku hanya diam tak sanggup menjawab, tapi justru buliran bening yang kembali jatuh dari mataku.

"Ada apa Nak?" Tanya Ibuku dengan khawatir, beliau tahu ada yang tidak beres.

"Mas Farhan... dia... dia hilang Bu..." Tangisku kini pecah, aku tak sanggup menyembunyikan kepedihan ini di hadapan ibuku.

Ibu menatapku tak percaya, atau mungkin tak paham apa yang ku maksud dengan hilang. Yah, memang tak masuk logika jika dipikir. Bagaimana mungkin orang dewasa bisa menghilang begitu saja?

"Hilang bagaimana Indira? Farhan pergi? Atau kalian sedang bertengkar?" Ibu menuntut penjelasan

Aku menggeleng pelan, "Kami tidak bertengkar Bu. Mas Farhan kemarin sore pamit untuk pergi sholat Maghrib di masjid... Tapi... Dia tak pernah kembali hingga sekarang..." Ucapku terbata sambil mengelap air mata yang terus mengalir.

"Ya Allah... Kok bisa begitu Nak... Semoga Farhan baik-baik saja" Ibuku terlihat sama khawatirnya dengan aku. Terlebih melihat kondisiku yang nampak menderita. Pikiran kacau dan badan lelah karena memikirkan suamiku yang hilang dalam kondisiku yang sedang hamil.

Ibu menuntunku duduk di sofa, lalu memelukku. Membiarkan aku menangis dengan puas di pelukkanya. Tangannya dengan lembut mengusap punggungku, seolah ingin memindahkan kekuatan dari tubuhnya ke tubuhku yang lemah dan rapuh.

Setelah puas menangis, aku menatap ibuku. Kulihat matanya berkaca-kaca yang juga menatap wajahku yang masih basah oleh air mata.

"Nak, kamu tidak sendiri..." Ucapnya dengan suara pelan. "Ada Ibu dan Ayah yang selalu di sampingmu. Selama ibu masih ada, ibu janji tidak akan meninggalkanmu. Kita cari Farhan bersama-sama, ya! Ibu janji, sampai ketemu!"

Aku masih menatap wajah Ibuku, ada keteguhan di sana. Ada cinta tak terbatas dari seorang Ibu, hangat dan tak terbatas. Tatapan Ibuku selalu hangat dan menenangkan, seolah mampu memeluk lukaku yang tak terlihat.

Tangisku pecah lagi, kali ini bukan karena putus asa, tapi karena rasa syukur. Di tengah kehilangan yang menyayat, Tuhan masih memberiku satu anugerah yang paling berharga,  seorang ibu seperti Bu Fathimah.

"Terima kasih, Bu..." ucapku dengan suara serak, menggenggam tangan beliau erat.

"Indira benar-benar beruntung… masih punya Ibu. Rasanya seperti punya malaikat yang selalu melindungi."

Ibu tersenyum, lalu membelai rambutku penuh kasih. 

Tiba-tiba, ku dengar suara ponselku yang berdering dari dalam kamarku. Aku langsung bangkit dari sofa untuk mengambil ponsel dan mangangkatnya, Ibu mengikutiku.

Ku lihat layar di ponselku sebelum mengangkatnya. Nama suamiku muncul di layar. "Mas Farhan?" Ucapku hampir tak percaya.

"Ibu, lihat Mas Farhan menelponku!" Seruku pada Ibu sambil menunjukan layar ponsel yang masih terpampang nama Mas Farhan. Wajahku terlihat berbinar, seolah sebuah harapan muncul bahwa suamiku akan segera pulang.

"Alhamdulilah... Cepat angkat Indira!" Wajah ibuku terlihat tak sabar.

"Assalamualaikum Mas Farhan..." Ucapku, tak sabar mendengarkan suara suamiku yang semalam tak pulang. Aku sudah siap mendengar alasan mengapa suamiku menghilang tiba-tiba kemarin sore. Bahkan aku langsung memaafkan Mas Farhan yang tidak jadi mengantarkan aku periksa kehamilan sebelum beliau meminta maaf.

Namun, beberapa detik ku tunggu suara Mas Farhan tak kunjung ku dengar dari sebrang sana.

"Halo... Mas... Mas Farhan dengar aku?" Ulangku dengan suara yang lebih keras , berharap suamiku mendengar suaraku dan menjawabnya.

Tapi tak ada suara yang menjawab. Yang terdengar hanya desiran angin... dan suara berisik seperti keramaian atau percakapan yang jauh, samar tak bisa kujelaskan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab. 55 (tamat)

    Dua tahun kemudian.Jam dinding menunjukkan pukul tiga sore. Di dalam butik kecil bernuansa pastel itu, Indira tampak sibuk melayani seorang klien yang datang untuk memesan gaun pengantin muslimah. Perutnya yang mulai membuncit tak sedikit pun mengurangi keanggunannya. Tak tampak lelah di wajahnya—justru senyum cerah dan gerakannya yang lincah menunjukkan betapa bahagianya ia kini.Tak lama kemudian, Aksara datang. Baru saja ia menyelesaikan shift di rumah sakit, dan seperti biasa, tujuannya hanya satu: menjemput istrinya pulang. Ia berdiri di dekat pintu, memperhatikan Indira yang masih berbincang dengan kliennya, lalu memilih menunggu dengan sabar.Begitu tamu itu pergi, Aksara melangkah mendekat dan berbicara lembut, “Sudah sore, Sayang. Saatnya pulang dan istirahat di rumah.”Indira menoleh sambil tersenyum kecil. “Butik lagi ramai, Mas. Aku pulang setelah Maghrib, ya?”Indira menoleh sambil tersenyum kecil. “Butik lagi ramai, Mas. Aku pulang setelah Maghrib, ya?”Aksara menggelen

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab. 54

    Akibat kondisi mental Mayangsari yang terguncang, Indira tidak mendapatkan informasi apa pun tentang Ikhsan, meski naluri keibuannya menjerit ingin menolong anak yang tak berdosa itu. Dengan langkah berat, Indira bersama Aksara dan Randy meninggalkan kantor polisi. Namun baru saja mereka melangkah keluar dari gerbang, seorang perempuan tua berkerudung lusuh tampak tergopoh menghampiri. Napasnya terengah, tangannya gemetar memegangi tas kecil yang disampirkan di bahu. “Indira... tunggu, Nak... Ibu mau bicara!” serunya dengan suara serak, nyaris tercekik oleh usia dan kelelahan. Indira spontan berhenti, menoleh ke arah sumber suara. Wajahnya menunjukkan keheranan sekaligus simpati saat melihat sosok renta itu berjalan tertatih mendekat. “Ada apa, Bu?” tanyanya lembut, menahan diri untuk tidak membuat perempuan itu semakin gugup. Perempuan tua itu menatap Indira dengan mata berkaca-kaca. Garis-garis usia di wajahnya semakin jelas di bawah cahaya sore yang redup. “Nak Indira...” suar

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab 53

    “Kondisi Mayangsari saat ini tidak memungkinkan untuk menjalani proses hukum." Ucap seorang perempuan paruh baya dengan seragam polisi. Petugas tersebut menatap Indira dengan tatapan lembut namun serius. "Setelah kami lakukan pemeriksaan fisik dan psikis, hasil sementara menunjukkan kemungkinan besar ia mengalami gangguan mental. Kami berencana merujuknya ke rumah sakit jiwa untuk penanganan lebih lanjut,” ujarnya dengan nada penuh empati.Indira menatapnya tak percaya. Suaranya bergetar saat bertanya, “Maksud Ibu... Mayangsari sakit jiwa?”Polisi wanita itu mengangguk perlahan. “Benar. Tapi kami masih menunggu hasil diagnosa resmi dari dokter. Sementara ini, dia kami amankan agar tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”Indira terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya, antara marah, kasihan, dan hampa yang sulit dijelaskan. Semua luka dan amarah yang sempat membara, kini bercampur dengan rasa iba yang tiba-tiba menyergap.“Apa saya diizinkan untuk bertemu dengannya?”

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   Bab. 52

    "Siapa... siapa yang melakukannya?" Suara Aksara terdengar bergetar, nyaris tak bisa menyembunyikan kepanikan yang menyesakkan dadanya."Mayangsari. Tapi perempuan itu sudah ditangkap." Randi menjawab dengan nada menahan emosi. Wajahnya tampak tegang, seperti menanggung beban rasa bersalah yang berat.Aksara mengepalkan tangan. “Sudah kubilang, jaga dia, Randy! Aku tahu ada orang yang ingin mencelakainya!” Nada suaranya meninggi, bukan karena marah semata, tapi karena takut kehilangan. Tatapan matanya menusuk penuh kekecewaan.Randy menunduk dalam, suaranya nyaris berbisik. “Maaf... aku lengah. Aku kira aman membiarkannya berjalan sendiri.” Pandangannya tertuju ke lantai klinik yang dingin, tempat Indira masih terbaring dengan perban di tangan dan lututnya.Beberapa detik kemudian, kelopak mata Indira bergerak pelan. Ia membuka matanya, pandangannya buram sebelum akhirnya fokus pada dua sosok pria yang berdiri di hadapannya.“Kak Aksa... Randy... ada apa?” suaranya lirih, serak, seola

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   51. Kecelakaan yang disengaja?

    “Selamat pagi, nama saya Randy. Saya diminta Pak Aksara untuk menjaga Bu Indira selama beraktivitas di luar rumah,” ucap seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah tegas.Bu Fathimah yang baru saja membuka pintu menatapnya dengan dahi berkerut. “Menjaga Indira?” tanyanya, separuh kaget, separuh bingung. Sejak kapan putrinya perlu dijaga segala? batinnya.“Iya, Bu. Indira-nya ada di rumah?” tanya pria itu lagi dengan nada sopan dan ramah.“Sebentar ya, saya panggilkan dulu.” Bu Fathimah segera masuk ke dalam rumah, masih dengan ekspresi heran di wajahnya.Indira yang sedang bersiap di kamar langsung menoleh saat ibunya datang. “Nak, ada laki-laki di luar. Katanya namanya Randy, disuruh Aksara buat jagain kamu. Emangnya benar begitu?” tanya Bu Fathimah, nadanya penuh rasa ingin tahu.Indira menghela napas panjang, lalu melepasnya dengan satu hembusan berat. “Iya, Bu. Kak Aksa yang maksa. Katanya supaya Indira aman, jadi disuruhlah bodyguard itu datang.” jawabnya jujur.Tepat saat itu, po

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   50. Butuh bodyguard?

    "Kak Aksa, terima kasih… sudah datang tepat waktu," ucap Indira lirih, suaranya masih bergetar, meski mobil sudah melaju perlahan meninggalkan tempat penuh keributan akibat ulah Mayangsari.Aksara menatapnya sekilas dari balik kemudi, ekspresinya penuh khawatir. “Lain kali jangan pergi sendirian, Indira. Dunia ini nggak seaman yang kamu kira, apalagi setelah semua yang kamu alami.” Suaranya tegas, tapi nadanya lembut dan penuh perhatian.Indira hanya menunduk, menatap jemarinya yang saling menggenggam di pangkuan. “Aku… aku nggak menyangka Mayangsari akan kembali menyerangku,” katanya pelan. “Setelah kejadian di pengadilan itu, aku pikir semuanya sudah selesai…”Aksara menarik napas dalam, menoleh sekilas lagi ke arahnya. “Jadi ini bukan pertama kalinya dia menyerangmu?” tanyanya, nada suaranya berubah kali ini ada kemarahan yang ditahan di sana.Indira mengangguk pelan, matanya menerawang ke luar jendela. “Iya, Kak. Entahlah, kenapa dia bisa sebegitu tega. Dia sudah mengambil segalan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status