Share

8. Jenazah Farhan?

Penulis: Rinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 12:31:41

"Indira, ada telepon masuk di HP-mu," ucap Bu Fathimah sambil menyerahkan ponsel ke tangan putrinya.

Indira menerimanya, menatap layar yang menampilkan nomor tak dikenal. Jemarinya terasa dingin. Ia menoleh pada ibunya, seolah meminta persetujuan. Bu Fathimah hanya mengangguk pelan, memberi isyarat agar Indira segera menjawab.

"Halo… dengan Indira di sini," suaranya terdengar ragu saat menjawab.

"Selamat malam, Bu Indira," suara berat dan resmi terdengar di ujung sana. "Kami dari pihak kepolisian ingin menginformasikan bahwa kami menemukan petunjuk baru terkait suami Ibu, Bapak Farhan."

Jantung Indira hampir melompat keluar. Nafasnya tercekat. "Pe… petunjuk baru? Apa maksudnya… Mas Farhan ditemukan?"

"Kami menemukan sebuah mobil yang terdaftar atas nama Farhan, dalam kondisi ringsek."

Indira membeku. Mobil? Setahunya, Farhan hanya punya sepeda motor untuk bekerja. Gaji Mas Farhan sangat kecil, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari saja masih dibantu pendapatan Indira dari jualan online. Bagaimana mungkin suaminya memiliki mobil tanpa sepengetahuannya?

"Mobil tersebut ditemukan di tepi jurang… tanpa pengemudi," lanjut suara itu perlahan. "Dan… tak jauh dari lokasi, ditemukan jenazah seorang pria tanpa identitas."

Tubuh Indira terasa lemas. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, menahan teriakan yang nyaris pecah. Matanya membulat, pandangannya berkunang-kunang. Pak Jatmika buru-buru mendekati putrinya, menopang bahu Indira takut roboh.

Dengan suara parau, Indira bertanya, "Ciri-cirinya… seperti apa?"

"Tinggi badan sekitar 170 cm, kulit sawo matang, rambut ikal dan berat badan ideal."

Indira terhuyung. Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. "Itu… itu benar... ciri-cirinya seperti Mas Farhan…" suaranya pecah di akhir kalimat. "Di… di mana saya bisa… menemui jenazahnya, Pak?"

"Jenazah korban sedang dalam proses evakuasi. Ibu bisa menemui… di Rumah Sakit Polri, Jakarta malam ini."

Ponsel Indira nyaris terlepas dari tangannya. Dunia mendadak berputar lambat, sementara suara dari ujung telepon semakin menjauh. Di dadanya, rasa sakit, kehilangan, dan berbagai macam pertanyaan yang belum terjawab bercampur jadi satu, seolah mencekik Indira dari dalam.

"Ayah… Ibu…" suara Indira parau, bergetar oleh tangisan. Ia langsung memeluk ayahnya erat-erat, seolah takut jika pegangan itu dilepaskan, ia akan runtuh. Sementara Bu Fathimah berdiri di sampingnya, kedua tangannya mengusap lembut punggung putrinya, mencoba menyalurkan kekuatan lewat sentuhan hangat.

"Mas Farhan… sudah ditemukan, Ayah…" ucap Indira lirih, namun setiap kata seperti menusuk dadanya sendiri. "Tapi… tapi dia sudah…" suaranya pecah di tengah kalimat. Tangisnya meledak, tubuhnya bergetar hebat. Lidahnya kelu untuk melanjutkan, seolah mengucapkan kata itu saja akan membuat kenyataan jadi lebih menyakitkan.

Pak Jatmika menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya sendiri sebelum menenangkan anaknya. Tangannya yang hangat mengusap lembut punggung Indira, sementara jemarinya yang lain menyeka air mata di pipi putrinya.

"Sabar, Nak…" suaranya serak namun penuh keteguhan, seperti menahan gelombang air mata yang hampir pecah. "Ini… ini semua takdir Allah. Ayah tahu ini berat, tapi kamu tidak sendirian. Masih ada Ayah dan Ibu… selalu di sini untukmu."

Indira terisak semakin keras, napasnya tersengal di bahu ayahnya. Setiap tarikan napas terasa menyakitkan, seperti dadanya dihimpit beban yang tak terlihat.

"Tolong… Ayah… antar Indira ke rumah sakit," ujarnya di sela isak, suaranya nyaris tak terdengar. "Indira mau… ketemu Mas Farhan… walau sekali saja…"

Pak Jatmika menatap wajah anaknya yang basah oleh air mata, lalu memeluknya lebih erat, seolah berjanji tak akan pernah melepaskannya.

"Kita berangkat sekarang, Nak… Ayo!"

***

Langkah Indira terasa berat menyusuri koridor rumah sakit, untungnya ada ayah dan ibu yang selalu menguatkannya. Bau menyengat aroma desinfektan yang tercampur dengan obat-obatan menusuk hidung, membuat perut Indira terasa mual.

Setiap langkah kaki menuju ruang jenazah terasa menyakitkan seperti menancapkan paku satu per satu di ulu hatinya, nyeri. Begitu tiba di depan ruang jenazah, Indira terhenti. Lututnya bergetar hebat, seolah tubuhnya menolak melangkah lebih jauh.

Bu Fathimah menggenggam tangannya erat, namun getaran dari jemari Indira membuat sang ibu tahu betapa rapuh anaknya saat itu. Seorang perawat menghampiri, wajahnya penuh simpati. "Keluarga almarhum Farhan?" tanyanya pelan.

Indira hanya bisa mengangguk lemah, "saya istrinya," ucapnya hampir berbisik.

"Mari, saya bantu buka pintunya," perawat itu mempersilahkan Indira.

Pintu ruangan itu dibuka. Cahaya putih menyilaukan memantul dari kain putih yang menutupi tubuh di atas ranjang. Udara dingin menyeruak, membuat bulu kuduk Indira meremang.

Indira berdiri mematung di hadapan jenazah. Dadanya terasa sesak. Napasnya tercekat. Seolah tak percaya bahwa jenazah di hadapanya adalah suaminya sendiri.

"Silahkan di buka, Bu!" Ucap suster.

Indira maju. Tangannya terulur, gemetar, lalu perlahan menarik kain penutup itu.

Begitu wajah itu terlihat jelas, mata Indira membesar dan napasnya tertahan.

"Bukan..." Bisik Indira dengan suara bergetar.

Mata Indira menyapu setiap detail wajah lelaki itu. Bentuk dagu, garis alis, bahkan tahi lalat kecil di pipi tak ada yang sama dengan Farhan.

Tinggi badan dan perawakannya memang semua mirip. Tapi mata yang terpejam itu bukan mata suaminya.

Indira menutup mulutnya, mencoba menahan napas yang terengah-engah. Sebuah rasa lega menjalar, tapi bercampur dengan kegelisahan yang lebih besar. Suaminya masih belum ditemukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   13. Penderitaan yang dalam

    "Suamiku hilang, sahabatku meninggal, dan anak dalam kandunganku gugur... Kenapa semua penderitaan ini harus aku tanggung?" suara Indira pecah, parau, seperti keluar dari rongga dada yang hampa. Tatapannya kosong menembus ruang rawat yang dingin, seolah tak lagi mengenali dunia di sekelilingnya.Air mata yang sudah kering di pipinya seakan tak mampu lagi menetes, tapi matanya tetap sembab, merah, seperti menyimpan lautan duka yang tak terbendung. Tubuhnya gemetar kecil, menahan rasa sakit yang bukan hanya dari luka fisik, melainkan juga dari jiwa yang porak-poranda.Bu Fatma, dengan mata berkaca-kaca, hanya bisa mengelus bahu putrinya, berusaha menyalurkan kekuatan meski hatinya sendiri remuk melihat Indira seperti itu. Sementara ayahnya berdiri di sudut ruangan, menatap penuh iba. Tangannya mengepal menahan rasa sakit karena merasa tak mampu melindungi putrinya, hingga harus mengalami penderitaan sepedih ini.Indira belum boleh pulang. Tubuhnya masih lemah, penuh infus dan perban, te

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   12. Runtuhnya dunia Indira

    Dalam sekejap, jalanan yang semula lengang berubah kacau. Suara klakson mobil bersahut-sahutan, beradu dengan sirine ambulance dan polisi yang meraung dari kejauhan. Namun kemacetan panjang membuat laju kendaraan darurat itu tersendat, seakan waktu ikut bersekongkol melawan Indira dan Yanti.Indira terbaring di atas aspal panas, napasnya memburu. Tangannya masih menekan perut yang berlumuran darah, sementara sinar matahari yang mulai naik menyorot wajahnya yang pucat. Pandangannya nanar menatap langit biru yang perlahan diselimuti awan tipis, seolah berusaha tetap sadar meski tubuhnya terus melemah.Di sampingnya, Yanti tak bergerak. Rambutnya berantakan, wajahnya tampak pucat di bawah bayangan kendaraan yang berhenti tak beraturan. Orang-orang mulai berkerumun, sebagian panik berteriak minta tolong, sebagian lain hanya berdiri terpaku menatap ngeri.Indira berusaha mengatur napasnya yang semakin pendek. “Bertahan… Kamu harus bertahan bersama Ibu, nak...” bisiknya lirih, meski suarany

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   11. Selamatkan kandunganku

    "Udah buruan naik, nunggu apa lagi, sih?" seru Yanti sambil menepuk jok belakang motornya.Indira masih terpaku di tempat, tangannya menggenggam ujung tas dengan ragu. "Yan... apa kita batalkan aja ya pergi ke orang pintar itu?" suaranya pelan, lebih seperti berbicara pada diri sendiri."Waduh, jangan gitu dong! Aku udah rapi-rapi, motor juga udah siap, masa mau dibatalin sekarang? Sayang banget, Dira!" Yanti langsung menolak mentah-mentah dengan nada sedikit kesal.Indira menggigit bibirnya. Hatinya penuh keraguan. "Aku bener-bener nggak tenang, Yan. Selain takut dosa, aku juga khawatir, naik motor jarak jauh begini bahaya buat aku. Kandunganku kan udah besar.""Ah, tenang aja! Aku janji bawanya pelan-pelan, aman kok! Jangan kebanyakan mikir, nanti malah nggak jadi-jadi," Yanti meraih lengan Indira, seakan memaksa sahabatnya itu segera naik.Indira menunduk, menimbang sejenak. Rasa takutnya masih ada, tapi dorongan Yanti membuatnya tak enak hati untuk menolak terus. Dengan berat hati

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   10. Keteguhan yang mulai goyah

    Indira menatap Yanti dengan penuh penasaran, menunggu sahabat lamanya itu melanjutkan kalimatnya.Yanti merapatkan duduknya, lalu menurunkan suara seolah takut ada telinga lain yang mendengar. “Aku dengar… di daerah Karawang ada orang pintar yang cukup terkenal. Katanya, dia bisa membantu menemukan segala hal yang hilang. Barang hilang, uang hilang, bahkan orang hilang seperti suamimu”Spontan Indira menutup mulutnya dengan tangan. “Astaghfirullah, Yanti!” serunya dengan mata membesar. Kepalanya langsung menggeleng kuat. “Mendatangi paranormal itu syirik. Itu dosa besar yang tidak akan diampuni Allah. Aku tidak mau menjerumuskan diri pada hal seperti itu.”Nada suara Indira tegas, bahkan agak bergetar. Jelas sekali penolakannya.Namun Yanti justru semakin mendekat, menatap Indira dengan sorot serius. “Dir, kamu jangan keras kepala dulu. Aku tahu ini bertentangan dengan agamamu, tapi pikirkan baik-baik. Farhan hilang sudah berhari-hari, polisi pun belum bisa memberi petunjuk yang jel

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   9. Ide dari Yanti

    "Maafkan kami atas kesalahpahaman ini. Jenazah tidak memiliki identitas, sedangkan di mobil tertera STNK atas nama Farhan. Jadi, kami mengira jenazah tersebut adalah orang yang sedang Ibu cari," ucap seorang polisi dengan nada hati-hati, ditemani dokter forensik di sisinya."Indira terdiam. Hanya anggukan kecil yang ia berikan, meski hatinya terasa kian berkecamuk. Matanya masih basah, dadanya berdesir tak menentu. Ia tidak marah, hanya bingung dan perih.Tangannya refleks memegangi perutnya, seakan mencoba menenangkan diri sekaligus calon buah hati dalam kandungannya. "Mas Farhan..." bisiknya lirih. Nama itu pecah di ujung bibirnya, meninggalkan getar yang membuat tubuhnya lemas.Yang membuatnya lebih gelisah, adalah kenyataan bahwa nama yang tertera di STNK itu sama persis dengan nama suaminya 'Farhan Wicaksana'. Sebuah kebetulan atau mungkin petunjuk baru?Indira pulang ke rumah, di temani ayah dan ibunya. Air mata Indira tak berhenti menetes selama perjalanan dari Rumah Sakit ke R

  • Suamiku Hilang saat Aku Hamil   8. Jenazah Farhan?

    "Indira, ada telepon masuk di HP-mu," ucap Bu Fathimah sambil menyerahkan ponsel ke tangan putrinya.Indira menerimanya, menatap layar yang menampilkan nomor tak dikenal. Jemarinya terasa dingin. Ia menoleh pada ibunya, seolah meminta persetujuan. Bu Fathimah hanya mengangguk pelan, memberi isyarat agar Indira segera menjawab."Halo… dengan Indira di sini," suaranya terdengar ragu saat menjawab."Selamat malam, Bu Indira," suara berat dan resmi terdengar di ujung sana. "Kami dari pihak kepolisian ingin menginformasikan bahwa kami menemukan petunjuk baru terkait suami Ibu, Bapak Farhan."Jantung Indira hampir melompat keluar. Nafasnya tercekat. "Pe… petunjuk baru? Apa maksudnya… Mas Farhan ditemukan?""Kami menemukan sebuah mobil yang terdaftar atas nama Farhan, dalam kondisi ringsek."Indira membeku. Mobil? Setahunya, Farhan hanya punya sepeda motor untuk bekerja. Gaji Mas Farhan sangat kecil, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari saja masih dibantu pendapatan Indira dari jualan online.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status