Share

Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal
Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal
Author: Hana Floris

Bab 1

Author: Hana Floris
Hendra Prananta mengerutkan keningnya, berdiri dan pergi ke balkon untuk merokok.

Aku menatapnya.

Punggungnya yang disinari cahaya, sosoknya yang tinggi dan kurus menyatu dengan asap tipis, tampak kesepian.

Setengah jam kemudian, dia masuk dengan senyum paksa.

“Ayo ikut aku ke acara Hari Keluarga perusahaan kali ini. Kebetulan minggu ini aku nggak kerja, jadi bisa temani kamu beli beberapa baju.”

Perusahaan Hendra sering adakan acara Hari Keluarga. Dulu dia tidak pernah mengajakku pergi. Kadang-kadang, ketika aku bertanya padanya karena penasaran, dia akan mengerutkan kening dan tampak tak sabar.

“Itu kegiatan kesejahteraan yang diadakan untuk karyawan biasa, undangannya terbatas. Sebagai eksekutif senior, aku harus mengalah, nggak usah berebut sama mereka.”

Saat ini aku ingin sekali tanya padanya.

‘Jadi kali ini kita nggak perlu mengalah lagi?’

Tapi aku urungkan niatku.

Sejak Hendra pindah kembali, ada perasaan berat dan tidak nyaman yang sulit diungkapkan di antara kami.

Ya, perasaan tidak nyaman.

Rasanya seperti ada yang tersangkut di tenggorokan, tidak bisa naik atau turun, tapi terus mengingatkanmu akan keberadaannya.

“Oke,” kataku.

Dia tersenyum, seakan dia bahagia.

Tapi ketika dia berbalik, senyumnya memudar, dia menghela napas diam-diam.

Malam hari, aku matikan lampu dan bersiap tidur, tapi pintu tiba-tiba terbuka, Hendra masuk.

“Apa kamu sudah tidur?”

Sekarang kami tidur di kamar terpisah, dia tidur di ruang kerja.

Pada hari dia memilih untuk kembali, dia berdiri di samping pintu, membawa kopernya dan berkata kepadaku, “Caroline Harsono, kita berdua butuh waktu dan ruang untuk tenangkan diri. Jadi kita pisah kamar untuk sementara ya.”

Saat itu diriku langsung dipenuhi dengan berbagai macam emosi yang ekstrem.

Rasa sakit karena dikhianati orang terdekat, rasa tidak terima atas tindakannya yang terang-terangan jadi musuhku, rasa merendahkan yang dalam...

Semua perasaan ini menjadi terdistorsi dan membesar.

Aku angkat daguku dan mencibir, “Hendra, apa maksudmu itu? Kamu pikir aku minta kamu pulang hanya untuk lakukan hal itu? Kamu pikir pikiran orang lain sekotor pikiranmu?”

“Oke, kalau itu maumu.”

Dia tidak membantah, tapi berkata santai sambil bawa koper dan berjalan ke ruang kerja.

Pada saat ini, dia berdiri di samping tempat tidur, dan menatap dalam diam selama beberapa saat.

Kemudian dia berbaring dengan tenang, tangannya perlahan masuk ke dalam pakaianku dari pinggangku.

“Caroline, kita tetaplah suami istri.”

Suaranya agak rendah.

Anehnya, walau itu hanya kalimat sederhana, walau aku tak bisa melihat ekspresinya, tapi aku bisa merasakan perasaan terpaksa darinya.

Seolah-olah dia rela berhubungan seks denganku, karena terpaksa tunduk pada takdir.

Karena dia sadar akan hubungan suami istri yang memang ada.

Seakan ini adalah anugerah yang diberi padaku, istrinya selama 10 tahun ini.

Bulan terang di luar jendela seolah menatap bumi dengan lelah dan dingin.

Akhirnya aku tidak tahan, dan menyebut nama yang tak pernah kusebut selama tiga bulan terakhir ini.

“Gimana dengan Vianie Iwanto?”

“Bukannya dia satu-satunya istri di hatimu?”

Suasana tiba-tiba membeku.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
kalau sdh bgt kenapa gak cerai. bertahan katna bucin
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 20

    Saat itu aku dan Melisa pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Bu Nia yang kakinya terkilir. Ketika kami keluar, kami bertemu mereka.Keduanya sedang berdebat hebat di aula rawat jalan.Aku menggandeng Melisa dan berdiri di tengah kerumunan, aku terkejut oleh perubahan besar penampilan mereka.Vianie jadi keriput dan lusuh, mulutnya menjadi setipis garis, sudut bibirnya terkulai ke bawah dan dia mengutuk, “Omong kosong! Keluargamu nggak berguna. Orang tuaku yang harus kerja keras untuk urus anak kita. Beraninya mereka remehkan keluargaku? Beraninya mereka marahi aku, dasar jalang tua!”Hendra berwajah muram dan mengenakan jaket yang aku belikan untuknya beberapa tahun lalu. Pada usia 35 tahun, rambutnya sudah beruban dan dia tampak lelah dan tua.Bibirnya juga bergerak, sama sekali tidak mau mengalah.“Kamu yang sampah! Seluruh keluargamu sampah! Dasar benalu! Setelah sedot uangku, kamu masih mau targetkan keluargaku! Biaya pengobatan anak kita sangat mahal, keluargamu pun makan dan ting

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 19

    “Semua orang nggak percaya dan bilang apa ada salah paham. Tapi Vianie malah bilang dengan keras bahwa itu benar, bayi dalam perutnya adalah anak Pak Hendra!”“Setelah dengar itu, Pak Hendra tiba-tiba marahi Vianie dengan keras, dia bilang Vianie yang sengaja goda dan bius dia, Vianie yang jebak dia tidur dengannya. Vianie juga nggak mau kalah, dia tanya balik, untuk pertama kali, aku emang bius kamu, tapi gimana dengan kedua kalinya? Ketiga kalinya? Apa itu juga dibius?”Setelah menutup telepon, aku terdiam cukup lama.Hari itu aku bilang pada Vianie ada cara lain agar dia tidak perlu kembalikan uang itu.Dia bertanya apa yang bisa dilakukan.Kataku, “Rebut Hendra pergi.”Niatku awalnya adalah minta bantuannya untuk lancarkan perceraianku, tapi aku tak menyangka dia bakal ambil tindakan ekstrem seperti itu.Aku sempat tidak percaya.Kalau teringat kata-kata penuh gairah dan membekas di folder [Kesayangan] itu, aku merasa sungguh ironis.Hendra dengan jelas bilang padaku dengan suara l

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 18

    Aku tidak tahan lagi, sungguh tak bisa dipercaya. Aku pun berteriak, “Vianie itu satu-satunya istrimu, Hendra! Gimana bisa kamu bilang nggak pernah berpikir untuk bersamanya? Lalu apa gunanya ratusan dokumen itu? Untuk apa kalian berlagak mesra gitu?”‘Apa gunanya rencana perceraianku yang sudah aku rencanakan selangkah demi selangkah selama ini!’Hendra adalah orang yang keras kepala.Dia tampaknya siap membuktikan kata-katanya dengan tindakan.Sejak saat itu, dia bangun pagi tiap hari untuk buat sarapan, tapi aku dan Melisa bahkan tidak mau memandangnya. Aku pergi bekerja dan Melisa pergi sekolah, kami tidak banyak berkomunikasi dengannya.Siang harinya, dia juga kirimkan berbagai pesan padaku, seperti: [daun gugur indah yang jatuh di jalan], [makan siangnya] dan [teori apa yang dia temukan hari ini].Pada malam hari, dia cuci piring dan kerjakan pekerjaan rumah, mengucapkan selamat malam pada kami berulang kali sebelum tidur, begitu sabar dan gigih.Aku tidak tahan lagi dan pergi me

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 17

    Keduanya menunjukkan ekspresi tidak rela dan tak puas di wajah mereka.Vianie tiba-tiba berteriak, “Kak”, kemudian memeluknya.Keduanya berpelukan erat.Melisa menggigit bibirnya dan menatap mereka, air mata mengalir tak terkendali.Aku menghela napas dalam hati.Aku awalnya tidak bermaksud menyeret anakku ke dalam kesalahan orang dewasa.Tapi ketika Melisa menangis dan berteriak padaku: “Aku pilih ayah” hari itu, aku tiba-tiba sadar bahwa dia sudah berada di dalamnya.Perkataan Melisa tentu saja menyakiti hatiku, tapi saat aku tanya pada diriku sendiri, aku tahu aku benar-benar tidak tega tinggalkan putri yang telah aku besarkan sendiri.Sejak kecil dia dekat dan bergantung padaku serta ayahnya.Hanya saja dia dituntun ke arah yang salah oleh orang lain yang punya niat buruk.Dia butuh aku dan aku butuh dia.Jadi aku biarkan dia menyaksikan kekejaman hidup sejak dini.Tak apa, asal aku di sampingnya, aku akan ajari dia jadi anak yang pintar, jadi orang yang cerdas, dan mampu hadapi ke

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 16

    Tubuh Vianie bergetar, dia akhirnya tak bisa tahan air matanya lagi, dan menangis tersedu-sedu, berlari keluar sambil menutupi wajahnya.Sementara Hendra tetap berdiri kaku di sana, menatap ponselnya, tidak mengangkat kepalanya.Setelah kembali ke rumah, wajah Hendra muram dan suaranya galak, “Caroline, sudah kubilang, syaratku untuk pulang adalah lupakan masalah ini, tapi kamu nggak tepati janji!”Aku tersenyum dan berkata, “Ya, aku sudah ingkar janji. Kamu mau gimana?”Hendra terdiam cukup lama, menatapku dan berkata dengan nada yang penuh kesedihan, seolah hatinya telah mati.“Kita terpaksa cerai.”Aku mengangguk. “Oke.”Dia tertegun, ekspresi tidak percaya tampak jelas di wajahnya.Aku masuk ke kamar, mengambil sebuah dokumen dan serahkan padanya.“Ini surat cerai. Coba cek apa ada masalah.”Matanya terbuka lebar, mengambilnya dengan kaku dan bertanya sambil menggertakkan giginya, “Kapan… Kamu siapkan ini?”Aku menyipitkan mataku sambil memiringkan kepala dan berpikir.“Kapan ya? O

  • Suamiku Pulang, Tapi Aku Menyesal   Bab 15

    Dia terbata-bata, “Aku nggak mengenalimu saat itu, aku nggak tahan lihat kamu lukai orang lain. Lagian aku sudah minta maaf pada Pak Hendra.”“Minta maaf pada Pak Hendra? Emangnya dia yang terluka?”Tanyaku dingin sambil melihat ke arahnya.Mereka yang berdiri di tengah kerumunan itu semuanya adalah mantan bawahan Hendra. Mereka semua tampak geram dan merasa kasihan pada Vianie. Tampak jelas mereka anggap aku bersikap tidak masuk akal.Aku menatap Hendra lagi.Wajahnya sedikit miring, menatap Vianie yang berusaha keras menahan air matanya, masih terlihat kasihan dan sedih.Aku tersenyum, mengeluarkan ponsel dari tas dan menyerahkannya pada Hendra.“Tadi ponselmu ketinggalan di mobil, jadi aku bawakan. Aku juga sudah kirim rekaman video CCTV restoran daging panggang hari itu ke grup kalian.”Seketika tempat itu menjadi heboh, semua orang menunduk menatap ponsel mereka.“Video itu sangat jelas dan dapat membuktikan dua hal. Pertama, aku sama sekali nggak sentuh Vianie. Dia juga harusnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status