Share

Bab 3

Dengan perasaan sedih, kecewa dan tidak tahu lagi bagaimana suasana hatinya saat ini. Arina tidak tahu harus mengadu kepada siapa. Selama ini Farel adalah sosok suami idaman yang selalu menjadi kebanggaan olehnya. Arina sama sekali tidak berpikir sedikit pun jika rumah tangganya harus berakhir seperti ini. Buliran bening yang selama ini jarang sekali muncul kini tanpa diperintah dia mengalir dengan begitu derasnya.

*****

Sampai di rumah Arina membersihkan dirinya dia membersihkan sisa-sisa buliran bening yang masih saja mengalir. Arina berdiri di depan kaca dan memandangi dirinya sendiri. Sulit bagi Arina untuk menjawab apa kekurangannya sehingga Farel bisa jatuh ke pelukan iparnya. 

"Kenapa kamu tega Mas? Apa salahku? Apa kurangnya Aku Mas? Apakah Aku tidak cantik lagi? Tega Kamu Mas!" Arina berkata pada dirinya sendiri sambil menangis kembali.

Pukul sudah menunjukkan jam 23.00 WIB Arina belum juga menjemput anak-anaknya. Sehingga membuat Elin menjadi resah memikirkan Arina yang dia tidak tahu ke mana perginya. Ponsel Arina pun tidak bisa dihubungi. Namun, ketika Elin akan mencoba menghubungi Farel Arina sudah ada di depan rumah Elin.

"Arina, baru Aku mau menghubungi Kamu. Kamu dari mana saja kenapa sampai larut malam baru pulang?" tanya Elin penasaran.

Arina bukannya menjawab dia malah memeluk Elin sambil menangis tersedu-sedu.

"Arina, Kamu kenapa? Ada masalah apa? Ayo masuk tidak enak kita cerita di luar," ajak Elin sambil memegang tangan Arina.

"Minum dulu agar kamu bisa sedikit segar."

"Kak,” Arina kembali menangis. "Farel Kak di ...." Arina menghentikan ucapannya karena dipotong oleh Elin.

"Iya, dia selingkuh. Aku sudah tahu. Kamu yang sabar ya."

Arina langsung melepaskan pelukannya dan menatap Elin. "Kakak sudah tahu kalau Farel itu selingkuh?" tanya Arina heran.

Elin mengganggukan kepalannya.

"Kenapa Kakak tidak beri tahu Aku? Sudah berapa lama mereka menjalin hubungan Kak?" tanya Arina kembali.

"Aku tidak mungkin memberi tahu kamu tanpa bukti, dan Aku tidak punya bukti yang kuat untuk hal itu. Kalau menurut Aku belum terlalu lama mereka menjalani hubungan, mungkin setelah Helen di tinggalkan oleh suaminya." jawab Elin sambil mengingat kembali kejadian kapan dia pernah melihat kedua makhluk yang tidak tahu malu itu.

"Astaghfirullah itu juga sudah lama Kak, kenapa Aku sebodoh ini sampai Aku tidak menyadarinya. Sungguh tega Farel Kak, apa Aku tidak cantik lagi ya Kak?" 

"Bukan kecantikan yang membuat suami berpaling dari kita, mungkin ada hal lain yang tidak kita sadari yang membuat dia bisa tergoda perempuan lain," jawab Ellin. Membuat Arina berpikir apa yang kurang selama ini.

"Rin, sudahlah Aku rasa mereka memang manusia tidak tahu malu, jangan kamu pikirkan lagi dan tangisi lelaki seperti Farel. Masih banyak hal yang perlu kamu pikirkan selain Farel. Anak-anak lebih membutuhkan kamu Rin, ingat Rin hidup kamu untuk mereka bukan untuk Farel," ujar Ellin.

"Aku mau cerai saja Kak. Aku tidak mau berbagi suami dengan siapapun apalagi dengan Iparnya. Rasanya sangat menghina diriku Kak. Apalagi yang Aku pertahankan, selama ini sudah cukup ibunya menghinaku. Aku cukup diam karena masih menghargai beliau dan juga Farel. Namun, sekarang semua sudah berubah. Aku tidak lagi mau mereka injak." Arina memutuskan malam itu juga.

"Terserah kamu Rin, tetapi berpikirlah dengan hati tenang agar tidak ada penyesalan di belakang hari," ucap Ellin mengingatkan.

"Aku rasa ini jalan yang terbaik Kak. Oh ya anak-anak di mana Kak?" tanya Arina baru ingat tentang anaknya setelah dirinya sudah memutuskan untuk meninggalkan Farel.

"Ada di kamar mereka sudah tidur semuanya. Aku rasa malam ini Kamu tidur saja di sini. Kasihan mereka jika di angkat lagi. Lagi pula suamiku juga masih berada di luar kota," pinta Ellin.

****

Pagi-pagi sekali Farel sudah pulang dia sebenarnya juga tidak tega melihat Arina pulang sendirian. Namun, dia bingung karena sudah janji dengan Helen dan juga anaknya. Dengan perasaan bersalah dia pulang dan ingin sekali bertemu dengan istri serta anak-anaknya.

"Assalamu'alaikum Arina!"

Tok...

Tok...

Pintu juga tidak terbuka. Farel bingung karena suasana rumah sangat gelap. Farel sangat takut ada terjadi sesuatu dengan anak dan istrinya.

Farel mencoba menghubungi Arina, tetapi nomor Arina tidak bisa dihubungi. Berulang kali dia menghubungi, tetapi tepat saja tidak aktif. Farel bingung harus mencari ke mana, tidak mungkin dia pergi ke rumah orang tuanya. Farel mencoba mencari ke rumah Elin, tetapi tidak ada tanggapan dari dalam. Seolah-olah di dalam tidak ada penghuninya.

"Ke mana kamu Arina?" Farel menghempaskan dirinya di kursi samping rumahnya.

Arina yang baru bangun dari tidurnya, dia segera membangunkan Naura. 

"Kak Nau, bangun Sayang."

"Mama, ada apa Ma?"

"Mama, masih ada urusan nanti setelah pulang sekolah Kakak kembali ke rumah Tante Elin lagi ya Nak. Ajak juga Adik Arum ya Sayang."

"Iya Ma."

"Ya sudah Kakak siap-siap ya. Bangunkan juga Adik Arum, Mama akan ambilkan seragam kalian."

Arina segera pulang ke rumahnya, tetapi dia terkejut melihat Farel yang sedang tidur di kursi. Namun, Arina sudah tidak perduli lagi. Dia buru-buru masuk ke dalam rumah dan segera menyiapkan pakaian seragam untuk ke dua anaknya.

"Sayang ini seragamnya dan hati-hati ya Nak berangkat sekolah. Nanti di antar sama Kak Nau ya Sayang," ucap Arina kepada Arumi.

"Iya Ma."

Berhubung Sekolah mereka dekat dengan rumah jadi Arina tidak perlu repot-repot mengantarkan Naura dan Arumi. Arina segera menemui Elin yang sedang menemani Caca. Karena Caca dan Clara sudah bangun dari tidurnya, syukurnya Caca tidur lagi rewel.

"Kak, Aku titip lagi anak-anak ya. Hari ini aku akan selesaikan semuanya Kak."

"Kamu sudah yakin Rin?" tanya Ellin.

"Sudah Kak."

"Sayang, sama Tante Elin dulu ya. Mama pergi sebentar," ucap Arina sambil mencium pipi kedua anaknya.

"Iya Ma," jawab mereka serentak.

"Kak, aku pamit dulu ya. Doakan semoga ini menjadi yang terbaik ya Kak."

"Pasti Aku doakan yang terbaik Rin."

Arina lalu pulang, sampai di depan pintu Farel melihat Arina dia langsung berlari memeluk Arina.

"Sayang, kamu dari mana?" tanya Farel cemas sambil memeluk erat Arina.

"Lepas Mas, Aku tidak sudi lagi di sentuh oleh Kamu." Arina menghempaskan pelukan Farel.

"Sayang, maafkan Aku. Aku khilaf!"

"Apa kamu bilang maaf? Khilaf? Tidak ada khilaf yang di lakukan berkali-kali Mas," hardik Arina.

"Aku mau kita cerai!" ucap Arina.

"Apa? Tidak Arina aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa pisah dari kamu. Aku mohon maafkan aku Arina." Farel memelas memohon Arina agar menarik ucapannya.

"Tidak Mas, ini sudah keputusan Aku. Silahkan bertemu di pengadilan." Arina lalu meninggalkan Farel yang masih berdiri di ruang tamu.

"Arina, Arina, ini tidak baik untuk anak-anak kita sayang," teriak Farel yang sudah pasti tidak di dengar lagi oleh Arina.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status