Share

Bab 4

Arina memantapkan hatinya, untuk segera mengakhiri hubungan rumah tangganya. Semua dokumen sudah diajukan olehnya. Dia tidak lagi memikirkan Farel, walaupun dia harus memikirkan bagaimana cara untuk berbicara kepada anak-anaknya.

****

Farel bingung harus berbuat apa, pikirannya sedang kacau sehingga masuk kerja pun dia bingung harus berbuat apa. Semua kertas di depannya hanya dia pandangi sama sekali tidak dia sentuh. Padahal hari ini ada meeting penting di perusahaannya.

Hellen yang baru datang langsung masuk ke ruangan Farel. Dia membawa bekal sarapan buat Farel. Dia tahu bahwa Farel tadi pagi pasti tidak sarapan karena suasana rumah tangga Farel sedang di ujung tanduk.

"Mas, ni Aku bawain sarapan buat Kamu." Hellen meletakkan bekal di atas meja Farel. Namun, sedikit pun tidak direspon oleh Farel.

"Mas!" panggil Hellen karena Farel seolah-olah tidak melihat dirinya.

"Eh, Kamu kapan datang?" tanya Farel heran.

"Kamu kenapa si Mas? Perasaan tadi pagi Kamu baik-baik saja. Apa kamu sakit?" tanya balik Helen.

"Arina menggugat cerai Aku," jawab Farel sedih.

"Wah bagus itu Mas, kita tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi iya 'kan," ucap Helen bahagia.

"Aku tidak sanggup jika harus berpisah darinya." Farel beranjak dari duduknya menuju jendela, melihat suasana luar.

"Kenapa Mas? Apa kamu tidak bahagia dengan Aku?" tanya Helen, heran dengan sikap Farel.

"Bukan soal itu."

"Lalu apa Mas? Apa yang membuat Mas ragu?" tanya Helen heran.

"Sudahlah, lebih baik Kamu kembali bekerja," usir Farel." Usir Farel.

Helen bukannya pergi dia malah menarik Farel ke ruang istirahat Farel. Entah apa yang lakukan Helen di dalam sana, tetapi ketika keluar dari ruangan tersebut Farel tampak lebih segar kembali dan bisa menghilangkan sedikit beban di pikirannya.

"Sayang Aku keluar dulu ya, kamu jangan seperti tadi kita harus semangat dengan hubungan kita yang sekarang. Ok!" ucap Helen sambil mengecup pipi Farel. 

Farel hanya membalas dengan senyuman dan beralih kepada kertas-kertas yang sudah menumpuk. 

****

Hari ini Hellen sangat bahagia seakan-akan mendapatkan seribu keberuntungan bagaimana tidak, hubungannya dengan Farel tidak lagi dia tutupi. Kabar gembira ini tidak dia simpan sendiri dia ingin sekali berbagi kabar ini kepada sang mertua yang selalu mendukung dirinya. Helen buru-buru pulang dan langsung menuju rumah Resti.

"Assalamu'alaikum Ma," ucap Helen sambil mencium dengan takzim punggung tangan Resti. yang kebetulan Resti ada di teras rumah.

"Wa'alaikumslaam Nak, lo kamu sendirian?" tanya Resti sambil melihat ke depan seperti mencari seseorang.

"Iya Ma, sama siapa lagi dong Ma? 'kan suami sudah minggat," ucap Helen sedih.

"Eh, bukan itu maksudnya Mama. Kenapa kamu tidak bawa anak-anak?" jawab Resti sambil memeluk Helen, karena merasa bersalah.

"Helen, baru pulang kerja Ma. Oh iya Ma Helen tu langsung ke sini ingin memberi kabar gembira," ucap Helen semangat.

"Kabar apa tu Sayang?"

"Mama, tahu gak? Hari ini Arina menggugat cerai Mas Farel."

"Wah benarkah?"

"Iya Ma, Helen serius."

"Bagus dong Sayang, kamu tidak lagi harus kucing-kucingan untuk ketemu dengan Farel," ucap Resti tidak kalah senang dari Helen.

"Tapi ... Mas Farel sepertinya dia tidak rela Ma," ucap Helen sedih mengingat tindakan Farel tadi pagi yang sempat mengusirnya.

"Sudah kamu tenang saja, pasti nanti Farel akan pulang ke sini dan kamu yang akan mengisi ke kekosongan hatinya," ujar Resti.

Dia sudah membayangkan bagaimana Arina akan pergi di kehidupan anaknya. Dan Hellen lah yang akan tetap menjadi menantunya, walaupun Helen sudah di buang oleh Hengki.

Farel yang bingung harus pulang ke mana. Dia mondar mandir mencari jawaban sendiri di hatinya. Arina sudah tidak mau lagi berbicara dengan dirinya, sedangkan anaknya pasti sudah sibuk dengan mainan mereka. Hanya Caca yang mau bersama dengan dirinya.

Akhirnya Farel memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Dia juga akan memberi tahu bahwa hubungan rumah tangga mereka sudah di ambang kehancuran. Dengan keadaan lesu Farel pulang. Dia terkejut ketika ingin mengetuk pintu sudah disambut oleh Helen.

"Mas, Kamu sudah pulang. Sini Aku bawain masuk," pinta Helen sambil mengambil Tas Farel.

"Helen, kamu kenapa di sini?" tanya Farel heran.

"Mas, Mas. Apa Kamu lupa kalau aku masih tetap menantu Mama." 

"Iya dong Sayang, dan akan tetap menjadi menantu Mama selamanya," sambung Resti yang baru keluar dari kamarnya.

"Farel kamu malam ini tidur di sini saja ya," pinta Resti.

"Iya Ma, rencana juga begitu karena aku sudah di ceraikan oleh Arina Ma," ucap Farel sedih.

Resti tertawa bahagia mendengar kabar tersebut. "Farel, Farel. Yang menceraikan itu kamu bukan Arina."

"Aku menolaknya Ma, Aku tidak ingin berpisah darinya. Aku memikirkan bagaimana nantinya nasib anak-anak Aku nantinya. Dan aku juga masih mencintainya."

"Lalu bagaimana dengan Aku Mas!" rengek Helen yang bergelayut di tangan Farel.

"Sayang, Aku juga mencintai Kamu, tetapi aku tidak bisa harus berpisah dari Arina," ucap Farel. Membuat hati Hellen sedikit sedih karena Farel tetap mencintai Arina.

"Ya sudah lebih baik sekarang Kamu mandi, lalu kita makan bersama setelah itu baru kita pikirkan bagaimana selanjutnya," ujar Resti.

Setelah kepergian Farel Resti memikirkan sesuatu yang mungkin akan disetujui oleh Helen.

"Sayang bagaimana jika surat perceraian mereka keluar kalian langsung menikah saja?" 

Sontak membuat Hellen langsung merubah wajah sedihnya menjadi seneng. "Serius Ma?"

"Iya, Mama serius."

"Mama, Helen senang sekali." Helen langsung memeluk Resti dengan erat.

"Itu yang Aku pinta dari Mas Farel, tetapi dia masih keberatan Ma."

"Sudah kamu tenang saja. Selagi suasananya begini pasti dia akan memikirkan kembali. Apalagi dia juga mencintai Kamu dan kalian sudah pernah tidur bersama 'kan?" tanya Resti.

"I ... iya Ma," jawab Helen malu-malu.

"Bagus itu akan menjadi alasan kamu agar Farel secepatnya menikahi kamu." Resti senyum-senyum sendiri entah apa yang dipikirkannya.

Selesai mandi farel menghempaskan badannya yang terasa sangat lelah. Bukan karena kerjaan yang membuat dirinya lelah, tetapi karena masalah yang dia buat sendiri. Seandainya waktu bisa di putar maka Farel tidak akan tergoda dengan Hellen. Namun, semua sudah terjadi.

Semua sudah berkumpul untuk makan malam bersama bahkan anak-anak Hellen juga sudah di jemput oleh Art Resti. Namun, mereka belum juga mulai makan karena Farel belum juga keluar dari kamarnya. Farel masih berdebat dengan pikirannya sendiri.

"Ma, mana Papa? Farid sudah lapar sekali Ma," ucap Farid karena tidak bisa lagi menahan laparnya.

"Helen, Kamu jemput sana Farel. Kasian Cucunya Oma sudah kelaparan," pinta Resti.

Dengan sangat senang hati Helen bergegas masuk ke dalam kamar Farel. Dan langsung memeluk Farel yang sedang tertidur. Bukannya merasa senang Farel tersentak dan terkejut melihat Hellen yang sudah ada di sampingnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status