Share

Bab 5

"Helen, apa yang kamu lakukan!" 

"Mas, kenapa? Bukannya kita sudah sering seperti ini Mas, tapi kenapa kamu seperti tidak pernah kenal Aku?" tanya Helen kesal.

"Maaf Sayang, Aku lagi gak mood."

"Ya sudahlah Mas, ayo kita makan. Aku hanya ingin memanggilmu untuk makan," ucap Helen sambil berlalu meninggalkan Farel karena dirinya kecewa atas perlakuan Farel.

Farel pun segera menyusul karena isi perutnya juga sudah berontak. 

"Papa, kenapa Papa lama sekali di kamar?" tanya Farid ketika melihat Farel.

"Wah ada Farid ternyata," sapa Farel sambil menarik kursi. "maaf ya Papa lagi mandi tadi." Bohong Farel.

"Pa, malam ini Farid bobok di sini," ucap Farid senang karena akan tidur lagi bersama Farel. "Papa bobok lagi sama Farid ya!" pinta Farid.

Farel hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

****

Arina mencoba memberi pengertian kepada anak sulungnya bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah tidak lagi bisa bersama. Namun, Naura dan Adik-adiknya masih bisa berjumpa kepada Papanya kapan pun mereka mau. Alhamdulillah Naura mengerti akan hubungan rumah tangga orang tuanya yang sudah hancur karena Tantenya sendiri.

"Kakak Naura Mama ingin berbicara sedikit perihal penting tentang rumah tangga Mama. Walaupun Kakak masih kecil, tetapi Mama menganggap Kakak sudah besar dan wajib tahu tentang ini. Mama dan Papa sudah tidak lagi bisa bersama disebabkan suatu hal. Tetapi Kakak dan Adik-adik masih bisa kok bertemu dengan Papa," ujar Arina berbicara dengan sangat pelan takut Naura menolak keputusannya.

"Ma, Mama yang sabar ya Kakak Sayang Mama," ucap Naura sambil memeluk Mamanya.

"Kakak, gak marah dengan keputusan yang Mama ambil ini?" 

"Gak Ma, Kakak ngerti bagaimana kecewanya Mama." Naura menjawab sambil memeluk Mamanya.

Awalnya Arina ragu untuk menyampaikan kepada Naura. Namun, ternyata Naura lebih mengetahui akan hubungan gelap sang Papa. Naura sering melihat kebersamaan Papa dan Tantenya.

"Terima kasih Sayang. Mama bersyukur telah diberikan anak yang pintar-pintar.

Pagi itu Arina mendapatkan kabar bahwa sidang pertama akan di laksanakan 3 hari ke depan. Arina merasa sangat senang dan dia berharap agar semua urusan perceraiannya berjalan dengan lancar. Walaupun tanpa persetujuan dari Farel dia berharap agar Farel tidak merusak jalannya perceraian ini.

Begitu juga dengan Farel dia juga mendapatkan surat panggilan dari pengadilan agama. Hatinya panas melihat surat itu, Farel mengira Arina hanya sekedar mengancam. Namun, ternyata Arina begitu serius dengan kata-katanya. 

"Ahk! Sialan kamu Arina!" Farel melemparkan surat undangannya. "Aku tidak bisa seperti ini Aku tidak akan mau berpisah dari kamu Arina," gumam Farel.

Sore itu Farel buru-buru pulang ke rumahnya dia berharap bisa berbicara baik-baik dengan Arina. 

"Assalamu'alaikum, ucap Farel sambil masuk ke dalam rumahnya.

"Papa, Papa dali mana aja si," tanya Caca yang menyambut Farel.

"Sayang, Cantiknya Papa. Papa sibuk kerja Sayang, Maaf ya! Oh ya Mama ke mana?" tanya Farel karena belum lihat Arina.

"Ada di bakang Pa, lagi macak ama Kakak Ula," jawab Caca dengan cadelnya.

"Ya sudah Caca main lagi, Papa temui Mama dulu," ucap Farel sambil menuju dapur di mana Arina dan Naura berada.

"Sayang." Farel memeluk Arina dari belakang.

"Mas, kamu ngapain di sini?" tanya Arina sambil melepaskan pelukan Farel.

"Kenapa? Aku pulang ke rumah apa gak boleh?" tanya Farel.

Arina tidak menjawab dia tetap menyibukkan dirinya memasak untuk anak-anaknya. 

"Boleh dong Pa, kami malahan dari semalam nungguin Papa. Emang Papa ke mana si kok gak pulang-pulang? Pasti Papa di rumah Tante Helen!" ucap Naura dengan santai membuat detak jantung Farel seketika terhenti.

Farel seketika melihat Arina seolah-olah minta penjelasan. Begitu juga dengan Arina seketika melihat Farel manik mata mereka saling beradu meminta Penjelasan satu sama lain. Namun, mereka tidak mungkin membahasnya di depan anaknya.

"Ah Kakak, sok tahu!" ucap Farel sambil duduk di samping Naura. "Kak Nau, coba main Caca dulu ya, biar Mama, Papa yang bantuin," pinta Farel.

Setelah Naura pergi bersama adik-adiknya Farel memastikan bahwa anak-anak telah asyik bermain.

"Rin, kenapa Naura berbicara seperti itu?" tanya Farel.

"Kenapa Mas tanya Aku? Aku juga tidak tahu. Kenapa gak Mas tanya langsung tadi?" 

"Pasti kamu 'kan yang sudah cerita kepada Naura! Gak mungkin dia bisa berbicara seperti itu jika kamu tidak cerita. Sudahlah kamu ngaku saja! Apa coba rencana kamu? Biar anak-anak benci sama Aku gitu?" Bentak Farel.

"Mas! Walaupun Aku minta cerai dari kamu, tetapi Aku masih punya hati. Aku gak mau anak-anak tahu masalah kita yang sebenarnya dan Aku gak juga memisahkan kamu dengan mereka." Arina menekan suaranya.

"Setidaknya Aku masih punya hati Mas!" Arina lalu meninggalkan Farel di dapur.

Arina sangat kesal melihat Farel pulang hanya membuat kekacauan di hatinya. Arina mulai berpikir kenapa dan baru menyadari kenapa Naura bisa berbicara seperti itu. Apa Naura tahu sesuatu tentang Papanya? Dan kenapa Naura tidak pernah cerita. Atau Kak Elin yang menceritakan kepada Naura? Namun, itu tidak mungkin. Kak Elin selalu menjaga perasaan anak-anaknya selama yang dia tahu. Semua pertanyaan ada di benak Arina ingin rasanya Arina bertanya langsung agar apa yang ada di hatinya terjawab.

Farel mengacak-acak rambutnya sendiri dia geram dengan diri sendiri. Kenapa tidak bisa mengontrol emosinya. Lagi-lagi dia menyakiti hati Arina, dia sama sekali tidak ingin bercerai dari Arina. 

"Sayang maafkan Aku" Farel menyusul Arina ke kamar. Melihat Arina menangis hatinya sangat sakit. "Maafkan Aku Arina, maafkan Aku." Farel juga ikut menangis sambil memeluk Arina.

"Mas, semua sudah terlanjur kamu sudah bermain api. Dan Kamilah yang menjadi korbannya. Aku gak mau harus di madu Mas, Aku gak mau!" ucap Arina lirih.

"Kita bisa mulai dari awal Sayang,"

Arina melepaskan pelukan dari Farel dan menatap lekat Farel. "Kamu mau meninggalkan mereka semua Mas?" tanya Arina.

"Maksud kamu apa Rin?"

"Kamu mau, meninggalkan keluarga kamu dan kita pindah dari sini."

"Itu gak mungkin Rin, mereka semua membutuhkan Aku. Jadi Aku gak bisa egois."

"Kalau kamu gak bisa Mas, maaf aku juga gak bisa membatalkan perceraian ini."

"Tapi Rin, Aku juga gak mau pisah dari kamu . Aku mohon Rin tolong ngertiin perasaan Aku."

"Aku harus ngertiin cinta kamu gitu maksud kamu Mas?" hardik Arina. Arina kesal lalu pergi meninggalkan Farel yang masih berdiri terpaku melihat perubahan Arina. 

Dengan kepergian Arina Farel berpikir untuk mensiasati bagaimana agar Arina membatalkan perceraiannya. Farel melihat anak-anak yang sedang bermain dia pun berniat untuk membawa semua anak-anaknya kabur. Tanpa berpikir lama Farel langsung mengajak anak-anaknya pergi dengan alasan jalan-jalan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status