Pagi itu diakhiri dengan Camila yang dipaksa pulang dengan bantuan pengawal dan pelayan. Nick juga tampak tak peduli, dan langsung pamit bekerja setelah itu. Alexa jadi bertanya-tanya bagaimana hubungan anak dan ibu itu.
‘Benarkah mereka ibu dan anak kandung?’ tanya Alexa dalam hati.
Saat hari semakin siang. Alexa merasa lebih tenang berada di rumah itu tanpa keberadaan Nick. Namun, ada satu masalah lagi yang muncul.
Ia tidak mempunyai pakaian ganti.
Satu-satunya pakaian yang ia punya hanyalah kaos hitam polos dan celana jeans, baju yang sama seperti ketika Nick ‘melamarnya’. Baju ini sempat di-laundry pada hari pernikahannya, dan seorang pelayan Nick baru menyerahkannya tadi pagi setelah sarapan.
Saat keluar rumah, salah satu mobil mewah milik Nick sudah menunggu beserta supir yang akan mengantarkan Alexa bepergian. Alexa tertegun, baru menyadari kalau pria yang menjadi suaminya itu sangat kaya raya.
Ia pun naik ke mobil itu tanpa banyak bicara. Dia hanya berharap suasana baru bisa sedikit mengalihkan pikirannya.
Dia memasuki pusat perbelanjaan mewah yang direkomendasikan sopir tersebut. Ia keluar-masuk dari satu toko ke toko lain. Semua barang yang dijual di sini harganya tidak murah.
"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" sapa salah satu pegawai toko pakaian menyapanya ketika Alexa baru masuk di pintu.
Alexa tertegun sejenak melihat senyum pegawai itu. Terlihat sangat dipaksakan.
Namun, Alexa membalasnya dengan tersenyum ramah. Ia berpikir, mungkin saja pegawai itu lelah dan hanya berusaha bersikap profesional.
"Ya, saya ingin melihat-lihat koleksi pakaian di sini," jawab Alexa.
Ia pun mulai berjalan menyusuri rak pakaian. Pada saat itulah Alexa merasakan bisikan-bisikan tidak mengenakkan di belakangnya.
"Lihat itu. Penampilannya seperti orang kampungan," salah satu pegawai berbisik.
"Gelandangan dari mana yang nyasar ke tempat barang mewah ini?" timpal pegawai lain sambil tertawa kecil.
Alexa mencoba mengabaikan komentar-komentar itu dan mengambil beberapa pakaian untuk dicoba. Ketika hendak masuk ke ruang ganti, seorang pegawai menghentikannya.
"Maaf,” ucap pegawai itu. “Tapi, toko kami tidak menyediakan layanan kamar pas untuk saat ini.”
Alexa terkejut mendengar nada meremehkan dari pegawai itu. "Apa maksudmu? Saya hanya ingin mencoba."
Pegawai itu melipat tangan di depan dada. "Kami ini toko yang sangat menjaga kualitas produk. Jadi, kami khawatir pakaian mahal ini akan kotor setelah Anda mencobanya.”
Alexa belum sempat membalas, tapi pegawai itu sudah merebut pakaian yang dibawanya itu. “Dan Anda tidak akan mampu untuk membayar pakaian ini."
Alexa setengah membelalak, merasa darahnya mendidih. "Kalian pikir saya tidak mampu membeli pakaian di sini?"
Pegawai itu tersenyum sinis, menatap Alexa dari atas sampai bawah. "Sepertinya begitu."
Tangan Alexa terkepal kuat. Hanya karena ia memakai kaos dan jeans, serta tidak berdandan, ia langsung direndahkan pegawai ini. Apa semua toko di mall mewah ini memiliki pelayanan yang sama?
Tanpa banyak bicara, Alexa langsung mengeluarkan kartu hitam dari tasnya. "Aku akan membeli semuanya.”
Alexa menyodorkan kartu itu ke hadapan sang pegawai dengan wajah datar. Pegawai itu tampak terdiam sejenak, lalu mengambil kartu tersebut dan mengamatinya sejenak.
Ketika Alexa kira dirinya bisa membeli baju itu, pegawai itu malah memekik nyaring, "Dari mana Anda mendapatkan kartu itu?! Anda mencurinya?!"
Alexa terkejut mendengar tuduhan itu. "Apa maksudmu? Tentu saja tidak!" geramnya. Syok dengan kalimat yang terlontar membuatnya terpojok bagaikan seorang pencuri.
Keributan tercipta memancing rasa penasaran orang lain. Sekarang, Alexa dan pegawai itu menjadi pusat perhatian di toko. Mereka mulai mengerubungi Alexa.
Pegawai tersebut lantas menggenggam kartu hitam milik Nick itu dengan kuat, tidak membiarkan Alexa mendapatkannya kembali. Ia pun melempar tatapan jijik pada Alexa.
"Menggelikan! Mana ada wanita seperti itu memiliki kartu unlimited ini!” pekik pegawai itu, seketika mengundang tatapan menghakimi dari yang lain.
“Kami akan memanggil keamanan. Anda tidak seharusnya ada di sini!" ancam pegawai itu kemudian.
“Kembalikan!” Alexa mencoba merebutnya sekali lagi, tapi gagal. Ia malah tersandung kaki pegawai itu sampai jatuh ke lantai.
Brugh!
“Hahaha!” tawa mengejek keluar dari pengunjung toko.
“Aku tidak bohong! Suamiku yang memberikannya! Itu milik suamiku!” balas Alexa tegas mencoba menyakinkan, tapi tidak ada yang percaya satupun. Para pegawai dan orang-orang di sana tetap tidak peduli sama sekali.
“Sekaya apa suamimu sampai memiliki kartu ini? Apa kau yakin, itu bukan pria tua yang hampir mati?” salah seorang pengunjung tiba-tiba ikut mengejeknya.
Alexa merasa terpojok. Orang-orang terus tertawa kepadanya.
Di situasi seperti ini, sepintas Alexa berpikiran untuk menelepon Nick sebagai pembuktian. Namun, Alexa baru menyadari bahwa ia tidak punya nomor pria itu. Kondisinya semakin tegang ketika tuduhan untuknya semakin liar.
"Jika tidak mampu membayar, sebaiknya Anda keluar! Masih banyak pelanggan lain yang harus kami layani." Pegawai yang mengambil kartu hitam Alexa kembali berkata ketus.
Hari yang dinanti akhirnya tiba, pertengahan musim semi yang sempurna, seperti yang Juan dan Alexa impikan. Pesta pernikahan mereka tak digelar di gedung mewah di pusat kota Houston, melainkan di tepi danau yang tenang dengan latar alam yang memukau. Suasana yang romantis dan intim ini benar-benar mencerminkan keinginan mereka untuk merayakan cinta dalam kesederhanaan yang elegan.Lebih dari seratus tamu hadir, terdiri dari keluarga dan sahabat yang mengenal pasangan itu dengan baik. Saat Alexa tiba di lokasi, ditemani oleh ayahnya, Steve, ia merasakan getaran bahagia dan haru yang tak bisa disembunyikan.Sebelum turun dari mobil, Steve meraih tangan putrinya. "Pada akhirnya, aku bisa mengantarmu sebagai wali di hari pernikahanmu," ucapnya dengan tulus, penuh kebanggaan.Alexa membalas senyum ayahnya, dan dengan lan
Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan Alexa semakin menjauh dari Nick. Bukan karena kebencian, tetapi karena ia ingin menghargai perasaan Juan, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Alexa tahu, menjaga jarak dengan Nick adalah yang terbaik demi kebahagiaan mereka semua.Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar, setiap detail diperhatikan oleh Juan, dari pemilihan cincin hingga pemesanan gaun pernikahan. Hidup Alexa kini dipenuhi dengan canda dan tawa, terutama saat ia berada di dekat Juan. Ada perasaan hangat yang mengalir di antara mereka, sebuah kebahagiaan yang tak tergantikan."Menurutmu, aku perlu memilih gaun yang cantik?" tanya Alexa sambil tersenyum ketika Juan tengah mengukur tubuhnya untuk pembuatan baju."Tentu saja. Hari pernikahan ini harus menjadi yang paling spesial untukmu. Pilihlah ga
Alexa menutup pintu kamar Brian dengan perlahan, memastikan putranya tidur dengan nyaman. Saat berbalik, ia terkejut mendapati Nick sudah berdiri di sana, tanpa suara."Kamu tidak terburu-buru pulang, kan? Pelayan sudah menyiapkan makan siang. Setidaknya makanlah dulu," ujar Nick dengan nada lembut, meski ada kekhawatiran terselip di sana.Alexa menghela napas, menimbang sejenak. "Sepertinya aku akan langsung pulang," tolaknya, walau terdengar ragu.Nick tak menyerah begitu saja. "Kamu baru tiga jam di sini. Apa itu cukup untuk bermain dengan Brian?"Kata-kata Nick membuat Alexa berhenti sejenak. Tanpa banyak bicara, ia turun ke meja makan, di mana makanan favoritnya sudah tertata rapi. Ia duduk, menoleh sebentar ke arah Nick, lalu mulai makan dalam diam.
Mimpi? Tidak, ini bukan mimpi. Saat Alexa membuka mata dan melepaskan pelukan dari Juan, ia sadar seratus persen kalau ini bukan mimpi. Alexa mendongak menatap Juan yang tersenyum lembut menatapnya, sentuhan tangan Juan membuat Alexa sejenak memejamkan mata."Kenapa tidak kau katakan dari awal kalau wanita yang kerap kali kamu ceritakan padaku adalah diriku sendiri?" tanya Alexa."Karena aku tidak mau hubungan kita menjadi renggang setelah kamu tau perasaan yang aku pendam padamu selama ini. Tapi, aku sudah memastikan bahwa kamu juga menyukai diriku sebelum memutuskan untuk melamarmu."Alexa tersenyum manis, tak tahan dengan wajah cantik di wajah Alexa. Juan membingkai wajah perempuan itu, tanpa segan memberika ciuman mesra untuk Alexa. Dengan senang hati Alexa menerima sentuhan tersebut, mengalungkan
Setelah menembus cukup jauh ke dalam hutan, Juan dan Alexa menemukan rimbunan buah beri liar yang segar. Tanpa ragu, Alexa langsung memetik dan menyantapnya, menikmati rasa manis dan asam yang meledak di mulutnya. Matahari menyelinap di antara pepohonan, menciptakan kilauan cahaya yang mempercantik setiap sudut hutan yang mereka jelajahi.Juan, yang berjalan tak jauh di belakang Alexa, membuka percakapan dengan suara tenang namun penuh rasa ingin tahu, "Kau sering berkomunikasi dengan Nick?"Alexa menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, namun segera menjawab, "Jarang. Kami hanya berkomunikasi kalau itu tentang Brian. Selebihnya, tak ada. Sepertinya memang sebaiknya begitu, mengingat satu-satunya yang masih menghubungkan kami hanyalah Brian."Juan berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi Alexa
Penolakan tetap Juan dapatkan, Alexa lebih memilih menahan gairahnya ketimbang menjalani hubungan intim tanpa status. Kini keduanya tidur bersebelahan, tidak ada yang saling bicara selain suara hujan yang terdengar masih belum berhenti."Kamu pasti mencintai wanita dari masa lalumu itu, tapi kenapa kamu mendekatiku dengan cara seperti ini, Juan? Apa kamu ingin menjadikan aku pelarian untuk memuaskan nafsumu?" tanya Alexa dengan nada datar.Juan langsung menoleh, ingin rasanya ia mengatakan sekarang kalau perempuan yang Alexa maksud adalah dirinya sendiri. Namun masih belum, Juan ingin menciptakan suasana yang romantis saat ia mengutarakan perasaannya."Jadi, kamu berpikir kalau aku menjadikanmu pelarian karena berpikir aku masih mencintai wanita itu?"Alexa mengganggu. "