Ting.Sebuah pesan dari Aina, masuk digawai ku. Baru saja aku pulang dari toko kue, dan ingin rebahan.[Nel, sibuk nggak? jalan yuk. Ke cafe atau nongki dimana gitu,] [Ihh, kamu kek masi bujang aja, Ingat udah punya anak.][Biarin, anakku lagi dirumah neneknya sama ayahnya, aku bosan sore - sore gini dirumah sendiri.][Yaudah Ayok, mumpung aku nggak sibuk. Jemput ya,] sebenarnya, aku mau istirahat tapi karena akhir - akhir ini aku jarang bertemu Aina, jadinya aku iyakan saja.[Okey. Sepuluh menit lagi aku otw.]Sepuluh menit, lima belas menit berlalu, Aina tak kunjung datang. 'Dasar, jam karet!' umpaetku. "Nel, Nelaa!!" teraik Aina sambil mengetuk pintu kamar ku. Sudah biasa, kalau Aina main ke rumah dan menuju ke kamar. Apalagi, bi Ijah sudah mengenal Aina."Apa sih teriak - teriak, kamu lama banget sih,""Sorry, Macet parah," "Yaudah ayok,"Aku dan Aina lalu berjalan ke mobil, dan menuju ke cafe, mau nongki ala - ala anak remaja gitu. Sesampainya di cafe, kita memesan makanan dan
Hari dimana ulang tahun cafe Robi tiba. Setelah bersiap diri, segera aku berangakt menuju cafe itu. Para tamu undangan sudah banyak. Aku masuk ke dalam mencari keberadaan Aina, karena disini tak ada satupun yang aku kenal kecuali, Robi dan keluarga Aina. "Nela, sini." Panggil Aina. Aku pun melihat ke arahnya dan langsung menghampiranya."Udah dari tadi Na?" tanya ku "Nggak, baru juga," jawab Aina "Oh, sendirian aja?" "Nggak, sama mas Bian. Tapi, dia lagi ke toilet." mas Bian adalah suami Aina, yang dulu adalah kaka kelasnya waktu masi kuliah. "Naira gak ikut?" "Nggak, masi di rumah neneknya," "Eh, Nela. Apa Kabar Nel," sapa Mas Bian saat dari toilet. "Baik mas, apa kabar juga mas?" tanya ku balik "Baik juga," jawabnya. Aku hanya tersenyum. "Kalian dari tadi datang?" tiba - tiba Robi datang menyapa kami. "Nggak kok, aku baru datang." Jawab ku. "Eh, mas Bian, apa kabar mas?" sapa Robi, sambil menyalim tangan mas Bian"Baik Robi," jawab mas Bian."Kalian saling kenal?" tany
Pov Ibu Dimas. Ternyata mantan menantu ku, berasal dari keluarga terpandang. Padahal aku pikir, dia dari keluarga miskin yang hidupnya hanya bergantung dari hasil buruh tani. nyatanya tidak!Dia dari keluarga kaya dan sialnya aku tidak tahu semua itu. Bagimana mau tahu dia setiap hari dirumah, dan sering membuat kue yang katanya biasa dipesan orang. Selain itu aku juga tidak pernah melihat dia pulang lama, palingan pagi - pagi keluar pulang nya siang, Kadang juga aku tak pernah melihat dia keluar. Semenjak Dimas menikah dengan Farah, hidup kami semakin susah. Ditambah lagi Farah yang numpang hidup dianak ku Dimas. Awalnya aku pikir Farah itu anak orang kaya, banyak harta karena tinggal di rumah megah. Apalagi dia berpendidikan dan bekerja diposisi manager di slah satu perusahan terkenal di kota ini. Ternyata rumah itu bukan rumah pribadi nya tapi, rumah abangnya yang sekarng abang nya itu sudah pulang ke kota ini dan menetap di rumah itu. Farah juga memang dia berpendidikan, hanya saj
Malam yang dingin, aku duduk termenung meresapi setiap perkatan mama dan papa tadi. Apa bisa aku membuka hati lagi untuk pria lain? sejujurnya, aku juga ingin seperti orang - orang diluar sana yang bahagia bersama keluarga kecil mereka, seperti Aina contohnya. Menjalani hidup sendiri seperti sekarng ini memang bebas, aku terlihat seperti gadi kuat tapi sebenarnya aku rapuh. Aku iri melihat keharmonisan rumah tangga orang- orang diluar sana yang, entah sengaja atau tidak aku bertemu. benar kata mama, sampai kapan sendiri? " Anak mama, melamun apa? belum tidur sayang?" sapa mama tiba - tiba. "Mama? kok belum tidur? tadi katanya ngantuk," "Mama ke dapur ambil minun, trus mama ingin melihat anak mama yang cantik ini tidur. Jadinya mama ke sini," jelas mama.Aku hanya tersenyum. "Kenapa? apa yang kamu pikirkan? sini cerita sama mama," lanjut mama."Nggak ma, Nela nggak mikir apa - apa kok," kila ku"Jangan bohong kamu sama mama, apa kamu masi memikirkan apa yang mama dan papa bilang ta
"Nela, Robi kok nggak diajak masuk?" ujar mama di teras rumah. Aku terperanjat. "Mama, kok nggak masuk?" tanya ku. "Ajak Robi masuk," ujar mama."Dia buru - buru ma," kila ku. "Malam tante, apa kabar?" sapa Robi yang sudah turun dari mobi, dan langsung menyalami tangan mama. 'Astaga, kenapa nggak pulang aja sih nih orang' batin ku. "Baik, kamu apa kabar?" tanya mama. "Baik tante." jawab Robi."Kamu sibuk nggak? kalau nggak sibuk mampir dulu yuk, ikut diner bareng kita, soalnya malam ini tante masak banyak," ajak mama."Tadi aku sama Robi udah makan ma," hardik ku. "Nggak sibuk tante, kebetulan aku laper. Mumpung tante ajak, jadi aku mau. Hehehe." Ujar Robi sambil terkekeh. 'Astaga Robi, aku pikir kamu nolak padahal nggak.' batin ku. "Ayok masuk," ajak mamaKami pun masuk ke dalam. "Kenapa nggk nolak aja sih?" bisik ku, ketika aku dan dia berjalan beriringan. "Rejeki nggak boleh ditolak," balas nya. "Ihh, tapi aku tuh udah kenyang." tukas ku."Yaudah, aku aja yang makan. Kamu
Pov Robi. Kesempatan berduaan dengan Nela, akhirnya terwujud juga. Aku mengajaknya jalan -jalan.Kami pun jalan - jalan, makan, hingga tak terasa sudah senja. Aku mengajak Nela ke pasar malam. Rasanya, ingin terus berduaan dengan nya. Dulu di kampung aku pernah sekali ke pasar malam bersama Aina dan Nela, yang waktu itu hanya sekedar menikmati gulali, jagung bakar dan bermain permainan yang ada disana.Hampir semua permainan disana kami coba dan tak lupa gulali pelangi, yang Kata Nela itu kesukaan nya."Coba itu yuk," ajak ku sambil menunjuk biang lala yang sudah ramai pendatang. Aku tahu Nela paling takut ketinggian, semoga saja dia sudah tidak takut lagi."Ihh nggak mau, takut." Yah, ternyata dia masi takut."Masi takut ketinggian aja kamu," tukas ku. "iya, aku takut." Jawabnya. "Aman, kan ada aku. Coba yuk," kata ku sambil menarik tangan Nela. Nela pasrah saja saat ku tarik tangannya, dan mencoba biang lala itu. Kami berdua pun menaiki biang lala, dan tak lama biang lala bergera
Akhirnya pembukaan cabang toko selesai. Setelah mengurus keperluan dalam toko, alat - alat dan keperluan toko, aku lekas pulang. Untuk toko yang akan dibuka di kampung, akan di urus besok, karena hari ini aku sangat capek. Setelah pulang aku merebahkan diri di kasur empuk ku. 'Huh! lelah,' Setelah mata terpejam, aku kaget setelah mendengar ada sura dari arah depan. "Bi," pangil ku mencari bi Ijah, bukanya tadi bi Ijah sudah pamit pulang? mungkin itu kucing atau Tikus.Aku segera berbalik badan dan masuk kamar. Tapi aku merasa ada orang."Bi," Bibi belum pulang?" Panggil ku lagi. Tak ada suara. Tiba- tiba.. "long time no see Nela," aku kaget."Kamu, kenapa bisa ada disini?!" "Kenapa kamu kaget begitu?" "Darimana kamu tahu rumahku?" "Ternyata kamu memang kaya, punya rumah sebesar ini dan toko kue. Kamu memang hebat, sayang." "KELUARR! KELUARR KAMU DARI RUMAH SAYA!!" "Aku rindu kamu sayang," segera ku tepis tanganya yang hendak mebelai rambutku. "Jangan sentuh aku!" "Aku
Ting. [kamu nggak lupa kan, ntar sore ada acara di Rumah ku?] satu pesan masuk. Hampir saja aku lupa, hari ini ada undangan acara syukuran pergantian CEO baru keluarga Renata. Setelah pekerjaan di kantor selesai aku bersiap diri ke rumah Renata, teman ku. "Robi, kok lama sih datang nya," rengek Renata sambil mengandeng lenganku."Sorry, tadi ada pekerjaan yang harus aku kerjakan dulu," jawabku berusahan melepaskan gandengan itu. "Yaudah, masuk yuk udah di tunggu papa, mama dan yang lain," "Sorry ya Bi, waktu ulang tahun Resto mu aku nggak datang, soalnya waktu itu aku lagi di Singapore. Biasalah, kerjaan." ujar Renata. "Gak papa Ren, aku tahu kok, kamu itu sibuk banget." "Padahal, aku tuh udah persiapan banget tau,""Robi, udah dari tadi ya datangnya?" sapa pak Bondan, papa nya Renata. "Nggak om, baru juga nyampe. Sorry telat," "Santai aja," Sambil menyerahkan Wine ke arah ku. Acara pun dimulai. Sambutan demi sambutan, penyerahan kekuasaan pemimpin perusahan jatuh kepada Ren