Home / Romansa / Suamiku Tukang Tahu / Bab 3 : Mas Haris Hilang

Share

Bab 3 : Mas Haris Hilang

Author: Diyah Islami
last update Last Updated: 2023-10-06 16:08:23

Maghrib di rumah Ibu berlangsung. Aku bangkit dari duduk dengan kuping panas mendengar ocehan dari keluarga yang sedari tadi tak berhenti.

Kuhampiri Mas Haris yang sedari tadi menepuk tangan dan kakinya karena nyamuk yang hinggap. Laki-laki itu masih tetap berada di depan pintu selama beberapa waktu.

“Mas, kita pulang saja, ya!“ ucapku padanya tak tega. 

“Loh kenapa? Kan, makan-makannya belum mulai, Dik.“

“Kita gak usah ikut. Yang penting udah datang.“

“Kamu kasihan sama, Mas?“

Aku mengigit bibir dengan mata berkaca. Mas Haris tahu keresahanku.

“Kalau kita pulang sekarang Bapak bakalan sedih karena anaknya pulang cepat. Bapak pasti masih rindu sama Mira.“

“Tapi Bapak seperti tak peduli. Mereka juga terus menghasutku untuk meninggalkan Mas. Aku tak tahan lagi, mau pulang Mas.“

“Sebentar lagi ya! Gak enak sama keluarga kamu. Nanti Mas juga yang dianggap salah karena kita pulang duluan.“

Mau tak mau aku mengangguk, perkataan Mas Haris ada benarnya. Sudah cukup selama ini mereka membenci Mas Haris, jangan sampai karena keegoisanku rasa benci Bapak dan Ibu pada Mas Haris semakin memupuk.

“Mas mau shalat maghrib di masjid?“

“Iya, kamu di sini saja ya!“

Aku mengangguk, “Jangan lama-lama.“

“Iya.“

***

Satu jam berlalu dan maghrib telah lewat dan aku juga telah selesai shalat, tapi Mas Haris tak kunjung kembali ke rumah Bapak. Ponselnya juga tak aktif meski aku berulangkali mencoba memanggil.

Makan-makan bersama keluarga sudah dimulai. Aku duduk dengan perasaan tak tenang. Kuputuskan untuk bangkit dari meja makan dan beranjak ke depan rumah.

“Mira mau ke mana?“ Kak Ita memanggil membuat langkahku terhenti.

“Mau ke depan, Kak, lihat Mas Haris. Sampai sekarang belum juga datang ke sini.“

“Udahlah biarin aja! Bapak nunggu kamu dari tadi tuh nyariin.“

“Tapi kak ….“

“Mungkin suamimu pulang ke rumah karena minder kali, secara tukang tahu makan di rumah orang kaya. Gak bisa pasti makan-makanan enak,” celetuk Dewi asal. 

Aku menggeleng, mencoba mengabaikan mereka, berjalan menuju ke depan rumah meski Kak Ita terus memanggiliku. Perasaanku mulai tak enak. Saat sampai di pekarangan kulihat David berjalan dari pintu pagar dan kami berpapasan.

“David, kamu lihat Mas Haris di depan sana?“ tanyaku padanya.

“Gak ada.“

Aku berdecak, berjalan melewatinya. Lagi-lagi David dengan lancang menahan tanganku. Geram, kutepis tangannya dengan kuat.

“Jangan sembarangan menyentuhku David, aku sudah bersuami, dan kamu tahu kita bukan mahram.“

“Aku tahu, tak perlu berkoar-koar aku tahu kamu sudah punya suami.“

“Lantas kenapa kamu tetap melewati batas, Dav? Aku sudah bersuami dan kamu sudah beristri. Dewi juga sepupuku, cobalah untuk bersikap biasa saja. Aku tak ingin Dewi menganggapku bermain belakang dengan suaminya.“

“Aku masih menyukaimu, Mir, sampai sekarang.“

“Kamu uda gila?“

“Ya, aku memang udah gila. Andai dulu kamu menikah denganku, bukan dengan tukang tahu itu.“

“Namanya Mas Haris, dia punya nama.“

“Aku gak peduli, toh dia tetap tukang tahu, kan?“

Aku berdecak, menatapnya dengan tajam karena nada bicaranya terkesan merendahkan Mas Haris.

Oke, aku tahu dia kaya raya. David mewarisi perusahaan sabun milik papanya. Dia juga punya beberapa hektar kebun sawit. Namun, itu tak lantas membuatnya bisa menghina pekerjaan seseorang.

Hal ini yang selalu tak kusuka darinya meski dulu Bapak dan Ibu berusaha menjodohkanku dengannya diiming-imingi hidup enak dan tenang karena David kaya raya.

Dia memang kaya harta, sayang akhlaknya minus. Itu yang membuatku tak menyukainya dan lebih memilih Mas Haris.

“Tukang tahu atau tukang-tukang yang lain. Yang jelas dia tetap suamiku, minggir!“ ucapku penuh penekanan dan mencoba melewatinya. Bukannya menurut, saat aku berjalan ke kanan David juga ke kanan begitu juga sebaliknya.

“David, apa sih maumu?“ seruku tak sabar. Aku harus mencari Mas Haris secepat mungkin karena perasaanku mulai tak enak sekarang.

“Aku ingin menikah denganmu.“

David menarik tanganku, memaksa untuk memeluk walau aku meronta. David gila, dia sudah tidak waras.

Bugh!“

Tubuh David terhuyung ke samping dan terkapar di halaman saat tiba-tiba Mas Haris muncul dan meninju wajahnya. Tubuhku ditarik Mas Haris dan laki-laki itu melihatku lekat.

“Kamu gak apa-apa, Dik?“ tanyanya cemas sembari memegang kedua pundakku. Aku menggeleng dan melihat sesuatu yang aneh di wajah Mas Haris. Wajahnya penuh dengan lebam.

“Mas, kamu ken—”

“Brengsek! Kenapa lo bisa lolos?“ David berteriak nyaring sembari memegangi pipi. Kulihat darah mengalir di sudut bibirnya.

Mas Haris menarikku untuk berdiri di belakang tubuhnya saat David berjalan mendekat.

“Kamu lancang! Itu saja belum cukup untukmu. Jangan pernah dekati istriku, seharusnya kamu sadar kalau kamu sudah punya istri, David!“ Mas Haris berucap keras, wajahnya memerah dengan urat leher menonjol. Baru kali ini kulihat dia bertingkah begitu.  

“Haris! Apa yang kamu lakukan? Beraninya kamu memukul menantuku!“

“Astaga, Mas David!“

Aku memejam saat mendengar suara nyaring Ibu dan jeritan Dewi. Lalu semua orang mulai datang dan menghampiri kami. Lebih tepatnya menodong Mas Haris seolah-olah dialah yang paling salah di sini.

“Tanyakan padanya, apa yang dia lakukan pada istriku!“ 

“Istrimu? Seharusnya terbalik, aku yang bertanya apa yang dia lakukan pada suamiku. Dia pasti menggoda David, kan, ngaku kamu Mira?“ Dewi berucap histeris. 

“Benar, itu, Mira?“ 

“Ibu percaya padanya?“ tanyaku tak percaya. 

“Kali saja kamu kekurangan uang dan berusaha mendekati suamiku, kan? Suami kamu yang cuma tukang tahu ini gak berikan kamu uang yang cukup.“

“Wi—“

“Jaga mulutmu sebelum aku merobeknya!“ Mas Haris memotong ucapanku. Genggamannya semakin mengerat, aku tahu dia sedang sangat marah saat ini. Dewi terlihat takut, ia langsung mengatupkan bibirnya melihat Mas Haris bersuara.

“Jangan menjadi sok jagoan kamu Haris. Seharusnya kamu sadar kalau apa yang dikatakan Dewi itu benar. Kamu cuma tukang tahu, apa yang bisa kamu andalkan. Cukup kamu menghidupi anakku sampai sekarang?“

Aku terpancing, membuka mulut ingin menjawab perkataan Ibu, namun Mas Haris menahanku. Laki-laki menggeleng pelan.

“Walau aku cuma tukang tahu, aku tak pernah membiarkan Mira hidup kekurangan, Bu. Seharusnya Ibu bisa mengetahui hal itu saat melihat kehidupan kami. Apa pernah kami tidak makan satu harian? Tidak, Bu. Aku menjaganya karena dia tanggung jawabku. Lagipula apa masalahnya menjadi tukang tahu? Itu pekerjaan halal.“

“Sudah berani menjawab kamu sama Ibu, Haris? Kamu tahu, ini Ibu mertua kamu?“

“Saya tahu Kak Ita, tapi saat ini harga diri saya sebagai suami sedang dipertaruhkan. Menjadi tukang tahu bukan hal yang memalukan. Saya juga harus menyelamatkan istri saya dari laki-laki busuk yang terobsesi dengan istri orang.“

Kulihat sekilas Mas Haris melirik ke arah David. Keduanya saling menatap tajam beberapa saat. 

“Ayo, Dik, kita pulang!“ ucap Mas Haris padaku. Tangannya menarikku untuk pergi.

“Mira berhenti! Kamu lebih milih suamimu dari pada Ibu dan Bapak?“

“Maaf Ibu, tapi surgaku sekarang ada pada suami dan Mas  Haris benar. Apa yang salah dari profesi tukang tahu?“ balasku sembari berbalik. “Kami pamit, Assalammu'alaikum.“ Kulihat Ibu menunjukku dengan amarah. Di belakang sana, Bapak memperhatikan kami dalam diam. Saat bersitatap denganku, beliau berbalik dan masuk ke dalam rumah.

“Anak durhaka kamu, lebih memilih suamimu yang miskin itu daripada Ibu. Lihat nanti kalau kamu butuh bantuan, jangan pernah datang ke rumah ini.“ Kak Ita berseru nyaring, namun aku tak menghiraukan ucapannya.

”Mira! Kembali kamu!“ Aku memejam kala Ibu menjerit memanggil. Aku ingin kembali, aku menyayangi Ibu, Bapak dan Kak Ita. Tapi, tingkah mereka yang membuatku berbuat demikian.

Andai mereka bisa menerima Mas Haris dengan lapang dada. Andai bisa melihat hal lain dari Mas Haris selain materinya. Mereka pasti sangat menyayangi Mas Haris seperti aku menyayanginya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 89 : Seperti Sedia Kala

    Aku menghela nafas resah setelah menonton berita televisi pagi ini. Lalu Mas Haris datang dan menghampiriku, mengusap perut yang semakin membesar. "Kamu lihat berita ini lagi?" ucap Mas Haris begitu tahu tayangan di televisi yang aku lihat. "Tuduhan untuk Kanya cukup banyak. Karyawan di perusahaan dan rumah juga udah pada speak up, Mas. Belum lagi tuduhan terkait ancaman yang Kanya lakukan pada beberapa orang, aku ragu masa tahanannya tak akan berlaku sebentar." "Ya, aku bisa jamin dia cukup lama di jeruji besi," tukas Mas Haris datar, ia mencomot buah apel dalam piring yang kupegang. "Gak usah dipikirin, lah. Dia juga dulu saat mau mencelakai kita juga tidak berpikir dulu." "Aku hanya merasa kasihan pada nasib Haykal. Bagaimanapun itu ibunya, hidup tanpa peran ibu itu sangat sulit." "Aku tahu." Mas Haris menunduk, wajahnya tampak mendung. Kedua orang tuanya sudah tiada, ia pasti merasakan hal yang sama. "Tapi itu ganjaran perbuatannya, kan? Lagipula Haykal sudah dibawa Arya ke

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 88 : Kanya

    POV MiraAku terpaku di tempat, menatap Mas Haris dengan nanar. Suamiku ingat semuanya. Ini bukan mimpi, kan? Aku mencoba mencubit lenganku sendiri, kurasakan sakit, ini tandanya Mas Haris benar-benar sudah kembali, ingatannya pulih.Aku memeluknya erat, Isak tangisku semakin keras tatkala Mas Haris semakin mengeratkan pelukannya. Kukirim Ghea yang baru saja masuk bersama Arya, dia menatapku terharu, aku tahu awalnya dia sama putus asanya denganku, tapi kini semuanya tampak baik-baik saja. Mas Haris yang mengingatku membuat aku merasa duniaku yang perlahan runtuh kini bisa kembali lagi."Maafkan Mas sayang, Mas ....""Gak apa-apa," ucapku seraya mengurai pelukannya, aku mengusap pipi Mas Haris yang dihiasi air mata dengan lembut. "Bukan salah, Mas, takdir yang gak berpihak pada kita, anggap saja ujian, Mas.""Tapi, kalau Mas bisa mengingat lebih cepat, mungkin kamu gak akan menderita."Aku menggeleng, rasanya sudah cukup, tak ada penyesalan untukku."Di mana Kanya?' ucap sebuah suara

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 87 : Ingatan Yang Kembali

    POV HarisAku menatap anak lelaki berambut ikal yang sedang bermain motor-motoran itu dengan tatapan lekat. Anak kecil yang dikatakan Kanya adalah anakku dengannya, tapi tak terlihat mirip denganku sama sekali. Malah wajahnya mengingatkanku akan wajah yang sedikit familiar namun aku tak ingat siapa."Nak," panggilku lembut dan membuat anak itu menoleh. Kulambaikan tangan agar ia mendekat. Biasanya aku tak pernah mendekat karena perasaan aneh yang tak bisa kuungkapkan, tapi kali ini aku ingin tahu sesuatu darinya, biasanya anak kecil tak pandai berbohong."Kenapa Om," ucap anak tersebut padaku membuat kedua alisku bertaut bingung. "Om?" tanyaku bingung."Ya Om, kan, bukan Papa Haykal. Kalau Papa Haykal baru Haykal panggil Papa, eh!" Haykal tampak menutup mulutnya sendiri seolah terkejut dengan ucapan yang anak lelaki itu lontarkan barusan. Dia kaget dengan ucapannya?"Itu artinya Om bukan Papa kamu?" tanyaku dengan rasa penasaran, sementara Haykal diam aku tahu yang dikatakannya itu be

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 86 : Bujukan

    POV Mira"Kalau begitu Mbak harus menemuinya! Kita tak punya banyak waktu. Pernikahan tanpa izin istri pertama, pernikahan dalam keadaan Pak Haris amnesia bukankah itu tidak sah! Itu sama saja pernikahan yang dilaksanakan atas dasar kebohongan. Mbak harus mencegahnya!"Aku mengusap wajah dengan kasar. Jalu dan Ghea menatapku dengan wajah kalut. Memutuskan sesuatu dengan cepat dan tepat bukanlah hal yang mudah. Pikiranku juga serasa buntu."Mbak Mira," panggil Ghea sembari memegang tanganku. Aku menatap ke arahnya, dia lalu memelukku dengan erat. "Ghea tahu ini hal yang sulit, tapi Mbak gak boleh nyerah. Mbak gak boleh putus asa. Ingat anak dalam kandungan, Mbak. Dia harus mendapatkan Ayahnya kembali."Aku menangis, kali ini air mataku mengalir deras meski tanpa suara. Ghea sangat memahami perasaanku. Di tengah kekalutan ini, pikiranku sudah tak lagi jernih, aku bahkan bingung harus melakukan apa."Kita cari satu persatu jalannya, Mbak. Suatu saat pasti kebohongan Kanya akan terbongkar

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 85 : Pergi

    POV Haris"Mas," panggil Kanya membuatku menoleh. Tanpa sadar sedari tadi selama duduk di kursi, aku hanya melamun tanpa terganggu dengan lalu lalang orang yang lewat dan pesta dengan banyak orang ramai ini.Lagipula, tak ada satupun yang aku kenal di pesta ini. Semua yang menyalamiku hanya memberikan ucapan selamat sebagai basa-basi. Tak ada yang dikenal dekat kecuali satu orang yang sedari tadi membuatku kepikiran. Seseorang itulah yang membuat pikiranku sedikit kacau dan banyak melamun sejak tadi.Pak Fadlan, lelaki paruh baya dan kata-katanya sangat membuatku kepikiran. Rasanya tak mungkin orang biasa bisa seberani itu mengutarakan hal yang menurutku sedikit tidak sopan."Semuanya hanyalah tipu muslihat, Haris. Saya tak bisa berbuat banyak. Wanita itu telah melakukan banyak hal untuk merenggut hampir seluruh hidupmu. Yang bisa kulakukan hanya berdoa semoga ingatanmu cepat pulih karena yang kau lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan besar."Wanita mana yang Pak Fadlan maksud? Seme

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 84 : Siapa Lelaki Paruh Baya Itu?

    POV HarisAwalnya kupikir memang ada yang disembunyikan oleh Kanya. Namun, saat melihat isi dalam gudang di halaman belakang pagi ini dengan rasa penasaran yang begitu menggebu, akhirnya aku tahu kalau Kanya memang tak menyembunyikan apapun.Tak ada apa-apa di sana. Hanya barang rongsokan berdebu yang disusun acak. Kecurigaanku sama sekali tak terbukti. Mungkin Kanya dan Mbak Wati hanya sedang berbicara serius tentang suatu hal hingga harus pergi ke halaman belakang, di mana tak ada orang.Aku menghela nafas, perasaan bersalah itu kembali menyelimuti. Entah benarkah ini, aku selalu berprasangka buruk pada Kanya."Tak ada jejak apapun yang membuktikan prasangkaku," ucapku menelisik sekali lagi isi ruangan yang berdebu tersebut. Lantas berbalik dan pergi keluar dari gudang belakang.Sesampainya di kamar, aku menemukan beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari Kanya. Tanpa pikir panjang aku segera menelponnya kembali."Ada apa?""Kamu gak lupa hari ini acara kita, kan, Mas?" tanya Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status