Share

4. Sah!

"Pernikahan ustadz Ashraf dan Balqis tidak membutuhkan persetujuanmu, Ayra," ungkap Kyai Zulkifli dengan dingin.

Ayra terdiam, tak mampu membalas ucapan sang Kyai. Apalagi sekarang semua pengurus sedang berkumpul, rasanya dia tak dapat berkutik.

"Jadi semuanya harap menerima. Demi ketentraman pesantren Al-fatah. Ustadz Ashraf dan Balqis sudah menyetujui untuk menikah," sambung Kyai Zulkifli.

Ayra melirik Balqis dengan sinis, seakan membenci Balqis teramat dalam. Dan juga menatap Ashraf tak suka. 

Sementara Balqis hanya terdiam, begitupun Ashraf yang tampak dingin seperti biasa.

***

"Kamu hanya buat malu keluarga, mau ditaruh dimana muka Mama sama papa mu ini, Balqis," ujar Amira- Mama Balqis.

"Iya, Papa malu banget punya anak seperti kamu. Bukannya jadi santri yang berprestasi malah harus dinikahkan secara tiba-tiba seperti ini," David ikut menimpali ucapan sang istri.

Kedua orang tua Balqis hadir di pernikahan Balqis dan Ashraf. Mengucap secara terang-terangan di hadapan Balqis sebelum akad dilaksanakan.

Balqis hanya tertunduk malu, tak ada jawaban apapun dari mulutnya. Sementara di hadapannya sana, sudah ada Ashraf bersama kedua orang tuanya yang ikut hadir.

"Maaf Ummi, maaf Abi. Ashraf belum bisa menjadi anak yang membanggakan. Gara-gara kesalahpahaman itu, Ashraf gagal menjadi menantu Kyai Zulkifli," ucap Ashraf mengiba di hadapan kedua orang tuanya.

"Sudahlah, Nak. Semua sudah menjadi ketetapan Allah. Terima dengan lapang dan selalu bersyukur. Ingatlah bahwa rencana Allah. Itu selalu indah," ucap Risma- Ibu dari Ashraf.

"Iya benar kata Ummi kamu. Kami tidak apa-apa kalau kamu gagal menjadi keturunan Kyai Zulkifli. Setidaknya keputusan kamu ini sudah yang terbaik menurut kamu. Kami selalu mendukung, Nak," ucap Lukman- Ayah dari Ashraf itu dengan menepuk pundak sang anak dengan pelan.

Balqis mendengar dengan jelas ucapan orang tua Ashraf, ada rasa iri yang muncul. Dimana dia tidak mendapat dukungan dari kedua orang tuanya. Hanya sebuah celaan dan selalu disalahkan.

Sementara Ashraf, tak ada respon apapun dengan perlakuan kedua orang tua Balqis. Ashraf hanya fokus dengan akad yang akan dilaksanakan sebentar lagi.

Acara akad itu tampak sangat sederhana, hanya ada beberapa perwakilan pengasuh dan juga pengurus. Dan beberapa teman Ashraf dan juga Balqis ikut hadir.

Dilaksanakan di dalam aula yang tak terlalu besar. Lalu terlihat Kyai Zulkifli datang bersama dengan Istrinya dan juga Gus Rohman, sementara Ning Ayra tak terlihat hadir.

"Baiklah, acara akan segera dimulai," ucap salah satu pengurus putra yang juga teman dari Ashraf.

Tampak sekali kegugupan Ashraf saat menggenggam tangan Kyai Zulkifli. Impian Ashraf terwujud untuk dinikahkan secara langsung oleh Kyai Zulkifli.

Tapi hanya calonnya saja yang berbeda, bukan bersama Ning Ayra. Ashraf menatap sekilas kepada Balqis yang sedari tadi menunduk.

"Sah!" semua orang yang hadir tampak serempak mengucap kata sakral itu. Dilanjut dengan Kyai Zulkifli membacakan doa untuk pernikahan Ashraf dan Balqis.

Tangis pecah dari Ibunda Ashraf, tak menyangka jika sang Putra sudah menikah. Sementara kedua orang tua Balqis hanya terlihat biasa saja menanggapinya.

"Sekarang kalian berdua sudah menjadi suami istri, sudah menjadi pasangan halal. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warohmah. Selamat untuk Ustadz Ashraf dan Balqis," tutur Kyai Zulkifli dengan penuh ramah.

Sementara Ashraf hanya mengangguk patuh. Dan Balqis pun juga seperti itu. Lalu Balqis mencium tangan Ashraf.

Jantungnya berdetak kencang, disaat perempuan lain penuh kebahagiaan saat pernikahannya. Namun Balqis sangat ketakutan melihat dinginnya Ashraf tanpa senyum.

"Selamat ya Nak, semoga pernikahan kalian selalu diberikan kebahagiaan. Dan kalian selalu dilindungi," Risma memeluk Balqis. Kedua perempuan itu sama-sama berderai air mata.

Balqis tak menyangka jika orang tua Ashraf akan sebaik itu kepadanya. Dan ayah Ashraf pun juga ikut mengucap kata selamat.

Berbeda dengan kedua orang tua Balqis yang tampak mengucapkan sepatah kata pun. Selesai dari akad malah langsung meninggalkan tempat. 

Balqis hanya mengelus dadanya sendiri saat diperlukan seperti itu. "Maaf ya Tante dan Om, jika orang tua Balqis bersikap seperti itu," ucap Balqis tak enak.

"Gak apa-apa kok, Nak. Eh kamu ini, jangan panggil Tante sama Om lah. Panggil kami Ummi dan Abi ya, sayang," Risma memperlakukan Balqis dengan baik.

Mengelus kepalanya dan sesekali memeluk Balqis dengan penuh kasih sayang.

***

"Kesepakatan kita kemarin kan pisah kamar, tapi berhubung saya belum punya rumah sendiri jadi kita sekamar. Beda kasur!" Ashraf menekan dua kata terakhirnya.

Balqis hanya menelan Saliva mendegar ucapan Ashraf yang begitu cuek dan dingin. "Iya Ustadz," Jawab Balqis dengan kikuk.

"Kalau lagi ada orang lain panggil Mas saja," kata Ashraf lalu memasuki kamar mandi.

Balqis tersenyum tipis. "Mas?" kata Balqis mengulang ucapan Ashraf. Dia seakan merasa lucu dengan panggilan itu.

"Mas Ashraf yang dingin," ucap Balqis dengan pelan saat Ashraf sudah benar-benar berada di kamar mandi.

Mereka berdua sedang berada di kamar Ashraf. Karena permintaan kedua orang tua Ashraf untuk tinggal dirumahnya beberapa hari.

Ashraf sebenarnya ingin menatap dan tinggal di pesantren, namun dia juga tak mampu menolak permintaan kedua orang tuanya.

Sementara Balqis hanya mengeluarkan barang bawaannya. Raut sedih selalu terpancar dari wajah Balqis.

Rasa takut selalu hadir dan rasa ketidakpercayaan diri. Tanpa sadar dirinya sudah menjadi istri seorang ustadz dari pesantren yang sama.

Sebuah kemustahilan, karena seorang Balqis adalah salah satu santriwati yang tak selalu taat akan peraturan pesantren.

"Ini seperti mimpi. Berada disini hanyalah mimpi," Balqis bermonolog seorang diri, merenungi nasibnya yang seakan tak pernah bahagia.

"Ini nyata, cepat mandi dan setelah ini kita kumpul dengan keluarga saya," perintah Ashraf saat keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi.

Balqis mengangguk patuh dan lalu menuju ke kamar mandi membawa beberapa alat mandi dan juga pakaiannya.

***

"Nak Balqis kan baru lulus SMA, setelah ini rencana mau lanjut kuliah atau jadi istri aja?" tanya Risma dengan mengembangkan senyum. 

Balqis bingung mau menjawab apa, mendengar kata istri saja membuatnya geli. "Belum tau masih, Umi," menjawab seadanya adalah saran terbaik.

"Loh, harus dipikirkan nak. Nanti bilang sama Ashraf, mau lanjut kuliah atau gimana. Atau mau langsung program hamil juga boleh. Umi dan Abi sudah gak sabar gendong cucu." goda Risma.

Ashraf yang mendengar itu langsung terbatuk-batuk, sementara Balqis langsung mengambilkan air. "Ashraf aja juga gak sabar," goda Risma terus-menerus.

"Apa sih, Umi, kita kan masih baru juga akad," lirih Ashraf.

"Iya deh, doa terbaik buat kalian," ucap Risma akhirnya.

Setelah makan mereka berdua langsung ke kamar Ashraf. 

"Saya tidur di karpet bawah, jangan berharap kita tidur seranjang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status