Pertemuannya dengan Albian sangat mengganggu Shera sejak tadi malam. Keberanian lelaki itu sudah di luar batas, bahkan tidak segan memeluk Shera di kafe umum yang bisa didatangi siapa saja. Shera takut andaikan Vivia mengetahuinya, akan membawa masalah yang akan menyudutkan Shera ke depan nanti.
Bagaimana pun, Vivi adalah istri Albian, sedangkan Shera masa lalu yang tak sepatutnya berada di sekitar mereka. Bukan tak mungkin Albian akan mengulang lagi kejadian tadi malam, yang akan membuat namanya buruk atas tuduhan tak berdasar. Shera tidak ingin sekali lagi mengulang kisah lama, yang akan menghancurkan dirinya lebih banyak lagi.
“Apa maksudmu, Shera? Sudah aku katakan, Ibu Vivia adalah orang yang sangat berpengaruh di kota ini. Kau sudah menyanggupinya, jadi jangan pernah mundur!” peringat laki-laki bertubuh bongsor itu memperingatkan.
Shera tahu hal itu. Selain istri polisi yang sudah berpangkat tinggi, Vivia adalah putri dari keluarga terhormat di kota tempat mereka tinggal. Ayahnya menjabat sebagai jendral kepolisian, yang masih berkuasa hingga detik ini. Shera tahu sejak tujuh tahun yang lalu, oleh sebab itu pula dia memilih menghilang dari hadapan mereka semua.
Mana mungkin seorang Shera mampu bersaing dengan putri yang berkuasa? Dia sangat sadar diri, dan tak ingin mengulang lagi kejadian.
“Saya mohon, Pak. Saya takut tidak bisa menyanggupi permintaan mereka, tolong gantikan pekerjaan itu pada yang lebih berpengalaman,” ucap Shera memohon. Bukan dia tidak bisa, hanya saja ini demi menghindar dari Albian.
“Tidak. Sekali saya bilang tidak, maka jangan meminta lagi. Kau baru di sini, aku tidak melihat kedekatanmu dengan Tuan Edward, tanggung jawab harus diselesaikan atau kau kembali ke Ausie.”
Kembali ke Ausie bukan pilihan bagi Shera. Usahanya akan sia-sia setelah bersusah payah bisa keluar dari penjara kedua di dalam hidupnya, tapi mendesain gaun Vivi dan Albi juga bukan pilihan yang baik. Shera harus mencari alasan untuk tidak menerima kedua pilihan yang begitu rumit.
“Atau begini saja, Pak. Aku akan tetap mengerjakannya, tapi untuk acara malam itu, bolehkah aku meminta digantikan? Anda bisa menyuruh seseorang yang memasangkannya pada pelanggan kita,” ucap Shera meminta sedikit keringanan.
“Tidak! Jangan pernah main-main dengan pekerjaanmu. Ibu Vivia sudah menginginkan jasamu sejak awal, sebab itu dia yang langsung menghubungimu. Jangan banyak permintaan, kembali dan kerjakan pekerjaanmu!” tegas Hernando, atasan Shera di perusahaan itu.
Penjelasan Hernando membuat Shera sedikit bingung, bagaimana bisa Vivia tahu dia sudah bekerja di perusahaan itu?
“Maksudnya... sebelum aku menemuinya, Ibu Vivi sudah tahu aku bekerja di sini? Dia menginginkan aku yang membuatkan gaunnya?” Rasa penasarannya memaksa Shera bertanya sekali lagi, yang lantas membuat Hernando menatap sinis.
“Ingat, Shera, kau masih dalam masa percobaan, jadi jangan bertanya sekali lagi. Ya, Ibu Vivia sudah tahu kau bekerja di sini dan meminta nomor teleponmu. Kau sudah puas? Jadi keluar dan kembali pada pekerjaanmu sekarang juga!”
Fakta yang barusan Shera dengar hampir tak bisa dia percaya. Seorang Vivia, putri keluarga terhormat, istri seorang polisi berpangkat tinggi, bagaimana bisa membuat permainan yang sangat menggelikan? Penjelasan Hernando adalah bukti bahwa sebenarnya Vivi sudah mencari tahu tentang Shera, dan sengaja membuat pertemuan antara mereka.
Apa yang ada di dalam pikiran perempuan itu? Apakah Vivia sengaja ingin mengumbar kemesraan, menunjukkan pada Shera bahwa dia yang berkuasa? Itu sangat kekanakan, seakan tidak puas hanya mengambil Albi dari Shera. Tapi sebenarnya, apakah Vivi tidak sadar, dengan caranya yang sangat murahan itu sudah menjatuhkan sendiri harga dirinya?
“Halo, Nona Shera, kau menghubungiku untuk membicarakan gaunku?” Suara Vivia terdengar di dalam telepon. Ya, Shera memang segera menghubunginya untuk mendengar langsung jawaban dari Vivi.
“Apa tujuanmu yang sebenarnya? Kenapa mencari tahu tentangku, dan kenapa meminta aku yang harus membuatkan gaunmu?” Tak perlu berbasa-basi, Shera berbicara langsung pada intinya. “Kau sengaja memamerkan kemesraan rumah tanggamu?”
Tawa Vivia terdengar di ujung sana. “Ah, kau sudah tahu tentang itu?” katanya membenarkan. “Ya, aku ingin kau menjadi saksi keharmonisan rumah tanggaku. Sejak hari pernikahan itu, kau belum melihatku dan Albian bersama. Jadi, kurasa aku butuh penilaianmu tentang kami. Bagaimana, apakah kami sudah terlihat sangat harmonis?”
Ya, harmonis ketika di depan Shera, tapi perempuan itu tak tahu suaminya bahkan berlutut di depan Shera, mengaku tak bisa hidup tanpanya.
“Kalian serasi, aku sampai tidak percaya melihat Albian begitu patuh padamu. Entah itu sebuah keharmonisan, atau mungkin keterpaksaan? Hanya kau dan Albi lah yang tahu.” Shera menutup panggilan teleponnya, setelah mengucapkan kalimat yang tidak kalah menyakitkan bagi Vivi.
Kenapa harus diam saat dia tahu dipermainkan dengan sengaja?
Jika di masa lalu Shera tak bisa berbuat apa-apa, kali ini dia tak bisa membiarkan Vivia menginjak harga dirinya untuk kedua kali!
Shera membantu Vivia mengenakan gaun hasil desainnya. Sangat sempurna, sesuai dengan gambar sketsa yang Vivia lihat hari itu. Bahkan ukurannya sangat pas di tubuh Vivi, tidak terlihat sedikit pun cela. Padahal, Shera tidak melakukan fitting padanya, kenapa bisa sangat sempurna?Namun, bukan berarti Vivi akan melepaskan Shera. Akan selalu ada alasan untuknya menyindirnya.“Aku pikir, setelah semua yang terjadi tujuh tahun yang lalu, seharusnya kau malu kembali ke kota ini. Tapi tampaknya kau baik-baik saja, Shera.” Vivia berbicara sambil memperhatikan Shera memasangkan aksesoris di gaunnya.“Kenapa harus malu? Aku tidak mencuri milik orang lain,” sahut Shera, masih terus dengan pekerjaannya. Meski di dalam hati dia sesak ketika Vivi mengingatkan kenangan masa lalunya, dia cukup cerdas membalas Vivia tepat sasaran.Lihat saja wajah Vivia, terlihat memerah kala Shera menyebutkan ‘mencuri milik orang lain.’ Dia merasa dituduh sudah mencuri Albian.“Ya... kau tidak mencuri. Tapi, apa kau t
“Selamat ulang tahun pernikahan, Ibu Vivi, semoga pernikahanmu selalu bahagia.”Para undangan dan rekan menyalami Vivia, mengucapkan selamat berbahagia untuk wanita yang dikenal sebagai pejuang hak perempuan itu. Malam ini adalah hari ulang tahun ketujuh pernikahannya dan Albi, yang dirayakan sangat mewah di sebuah hotel ternama.Vivia dengan balutan gaun panjang berwarna hijau muda terlihat sangat cantik. Rambut panjangnya disanggul tinggi ke atas, hingga menonjolkan lekuk leher jenjang yang putih bersih. Selain karena namanya yang tercium wangi di hadapan para wanita, penampilan Vivia yang selalu anggun juga membuat semua orang sangat kagum padanya.“Terima kasih, doa yang sama buat kalian. Semoga rumah tangga kita semua selalu bahagia,” sahut Vivi memamerkan senyum manis yang tak pernah lekang dari bibirnya.“Ibu Vivi sangat cantik, Pak Albian pasti sangat bersyukur memiliki istri seperti ibu.”“Tentu saja. Pak Albian selalu ada di mana pun Ibu Vivi berada, sudah pasti mereka sali
Vivia menatap Shera tajam. Jantungnya terasa diremas mendengar ucapan selamat dari Shera, yang tentu saja itu adalah sebuah penghinaan. Tak akan dia biarkan perempuan mantan kekasih suaminya itu tertawa melihat pesta ini tidak berjalan dengan lancar, sebab tujuan Vivi adalah untuk membuat Shera sadar diri, bahwa pernikahannya bahagia dan baik-baik saja. Benar. Tujuan Vivi mempertemukan Albi dengan gadis masa lalu ini, untuk memperingatkan semua orang, bahwa Albian sekarang hanya miliknya.“Oh, terima kasih untuk ucapannya. Tentu saja, suamiku pasti segera datang. Dia mencintaiku sangat banyak dan akan terus seperti itu. Tak ada kesempatan untuk perempuan mana pun di matanya, apalagi di hatinya. Tidak terkecuali dengan masa lalu seperti dirimu!” sahut Vivia geram, gigi-giginya saling mengatup ketika menegaskan agar Shera tidak berharap.Sedangkan Shera, dia tertawa kecil menyaksikan kepergian perempuan itu. “Benarkah?” bisiknya sendiri. Kembali dia ketik sesuatu di layar ponselnya dan
“Kau mencintaiku seperti dulu?” kata Shera.Albi mengangguk, mengeratkan pelukannya di tubuh Shera. “Ya, selamanya akan seperti itu.”“Maka jadikan aku satu-satunya orang yang kau cintai. Aku tidak peduli dengan status pernikahanmu, yang aku mau, kita memulainya dari awal.”Tubuh Albian terlonjak ke atas. Albi terkejut, itu yang Shera tangkap dari sikapnya. Shera menampar dirinya ke bawah untuk tidak terbawa perasaan pada lelaki yang kini menatap manik matanya.“She....”“Aku tidak akan memaksa secepat itu. Aku tahu, pernikahan yang sudah berjalan tujuh tahun ini tidak akan mudah kau lepaskan begitu saja. Tapi, jika benar kau mencintaiku dan peduli pada anak kita, tolong yakinkan aku dengan kata-katamu,” potong Shera, sebelum Albi meneruskan kalimatnya.Meletakkan kepercayaan pada Albian adalah hal yang tidak akan pernah Shera lakukan. Sudah cukup satu kali dia terasa seperti akan mati, ketika mempercayai semua janji-janji lelaki ini. Semua ini dia lakukan untuk membuat Albi melupaka
"Vi, di mana Albi? Orang-orang semakin ramai, pesta harus segera dimulai."Suara ibunya datang dari sisi kiri. Vivia yang tengah berusaha menghubungi suaminya, segera melirik."Mungkin sebentar lagi, Bu," sahut Vivi sedikit gugup, memeluk layar ponselnya ke dada. Ibunya tidak harus tahu Vivi tengah berusaha menghubungi Albi yang tidak juga mengangkat telepon.Wanita paruh baya itu mengamati perubahan wajah Vivi, tahu ada sesuatu yang tidak beres di sana."Jangan berbohong. Di mana Albi? Jangan bilang dia tidak menghadiri pesta ulang tahun pernikahannya sendiri," selidik ibu Vivi lagi.Vivi tersenyum, dia usap lengan ibunya untuk menenangkan wanita yang melahirkannya itu."Ibu jangan berpikir yang bukan-bukan. Albi tidak mungkin tidak datang," ucap Vivia, padahal di dalam hatinya juga ragu Albi mungkin tidak akan datang. "Dan kalau pun Albi tidak datang, itu... pasti ada sesuatu yang tidak bisa dia tinggalkan," lanjut Vivi, hatinya tidak rela mengucapkannya.Ervina menghela napas. Seba
“Kau sangat penting bagiku, seperti yang aku katakan terasa ingin mati mencarimu tujuh tahun ini.” Albian mengelus pipi mulus Shera, rasa rindunya terhadap gadis itu memang sudah lama menggebu di dalam dada, sehingga dirasa tak ingin melepaskan malam ini menjadi sia-sia. Tapi, Albi juga tahu bahwa ada hal yang harus dipertahankan dan bahkan lebih penting dari sekedar melepas rindu.“Namun, aku harus meminta maaf.” Dia tarik tangannya dari wajah Shera, lantas mengecup kening gadis itu sangat lembut. “Demi nama baikku di kepolisian, kumohon mengerti untuk malam ini. Aku akan segera menemuimu begitu segalanya selesai, oke?” kata Albi berjanji.Janji bukanlah sesuatu yang baru didengar telinga Shera. Sudah terlalu banyak janji yang membuatnya mual, bahkan terkadang ingin muntah setiap kali teringat dengan janji-janji Albian. Tidak akan dia lepaskan Albi pergi begitu saja, sebelum puas membuat Vivia menderita di bawah sana.“Baik, aku akan membiarkanmu pergi ke bawah sana. Tapi dengan satu
Ballroom hotel itu sepi hanya tersisa beberapa petugas kebersihan yang tengah menjalankan pekerjaannya. Albi tersentak. Kenapa tidak ada keluarga dan istrinya di sini? Undangan yang tadi begitu ramai pun, sudah tidak terlihat batang hidungnya.“Permisi, apakah ada aula lain di hotel ini?” tanya Albi pada salah satu petugas kebersihan yang melewatinya. Ia merasa mungkin salah masuk ruangan.“Tidak, Pak. Ini satu-satunya aula yang disediakan untuk publik,” sahut petugas wanita itu.Lantas, ke mana semua orang?Albi belum memahami situasi itu, jadi dia kembali bertanya, “Lalu, ke mana semua orang? Bukankah seharusnya di sini ada pesta ulang tahun pernikahan?”Petugas itu mengangguk. “Benar, Pak. Tapi pesta sudah berakhir sejak satu jam yang lalu.”Berakhir?Albian semakin bingung. Ia bahkan belum menyaksikan pesta itu dimulai, lantas sudah berakhir saja?Sudah pukul berapa sekarang? Albi mengangkat lengannya, ia sangat terkejut saat melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan, su
Apakah Albi pernah mencintai Vivia? Entahlah... Albi sendiri tidak yakin apakah dia pernah mencintai wanita yang menjadi istrinya ini. Albi juga tidak menemukan jawaban, apa yang harus Vivi lakukan, agar Albi bisa melupakan Shera. Nyatanya, selama tujuh tahun Albi menikah dengan Vivia, bayangan wajah Shera selalu terpatri di hatinya.Andaikan Vivi tidak pernah hadir di dalam hidupnya, Albi seharusnya sudah menikah dengan Shera. Kehadiran Vivia, menurut Albi hanya menjadi jurang yang menghancurkan kisah cintanya. Sebab itu Albi selalu bersikap acuh pada Vivia. Tapi, apakah dengan mengatakan semua itu akan membuat segalanya kembali ke belakang? Biarlah segalanya berjalan begitu saja, hingga tak ada yang tahu apa tengah Albi pikirkan.Albian memegangi kepalanya. Embusan napas kasar terdengar saat lelaki itu menghampiri sang istri yang masih duduk di sisi ranjang. Albi mengambil posisi di depan Vivi, berlutut di depan istrinya, menatap langsung ke inti mata Vivia yang penuh air mata.“Aku