Pelukannya masih sama seperti dulu–hangat dan memberikan rasa nyaman. Shera sampai terlena oleh dekapan Albi yang begitu erat memeluknya dari belakang. Matanya terpejam menikmati sentuhan yang sudah lama tak dirasakan, bahkan Shera tak sadar bening hangat sudah meleleh dari sudut mata yang terkunci rapat.
“Albi?” panggil Shera berbisik. Tak kuasa dia menahan rasa rindu yang sekian lama mengekang diri. Tapi di detik berikutnya, Shera tersadar bahwa lelaki itu sekarang bukan lagi miliknya.
Segera Shera menepis tangan Albian dari lehernya, dengan cepat dia berdiri menatap lelaki itu.
“Apa yang kau lakukan?!” sentak Shera, nada suaranya bergetar.
Albian mematung. Dari sorot matanya terlihat jelas kerinduan mendalam, seperti tak ingin menjauh dari Shera.
“Aku mohon, tolong maafkan aku. Aku akan menebus semua kesalahanku padamu.”
“Kau gila!” Shera meraih tasnya dari atas meja dan bersiap akan meninggalkan Albi. Tapi tangan Albian lebih sigap mencengkeram lengan Shera.
“Jangan pergi, kumohon. Demi Tuhan, She, aku sangat merindukanmu selama ini.”
Apa maksud laki-laki ini? Apakah dia sedang mabuk, atau sengaja ingin mempermainkan hati Shera?
Kenapa dia datang, setelah tadi siang memamerkan kemesraan dengan istrinya? Apa tujuan lelaki itu sampai harus menemukan Shera di tempat ini? Belum cukupkah Albi mempermainkan hidup Shera, dan membuatnya dalam kesulitan?
Belum lagi Shera menemukan jawaban dari pertanyaan yang bergelayut di dalam pikiran, Albi sudah berlutut di depannya.
“Aku mencintaimu. Sama seperti dulu. Aku mohon, tolong berikan aku kesempatan sekali lagi.”
Entah lah, tapi Shera tidak yakin Albian sedang mabuk. Lelaki itu sadar seratus persen, tak ada bau alkohol yang keluar dari mulutnya. Tapi bagi Shera, justru semua ini menjadi misteri setelah siang tadi Albi bermesraan dengan Vivia di depannya.
“Aku mencarimu, tapi tidak mendapatkan informasi apa pun tentangmu. She, aku tidak bisa hidup tanpamu.”
“Maka jangan hidup. Kau boleh memilih kematian jika tak sanggup hidup tanpaku!” sahut Shera tak tertahan, dia muak dengan segala kata cinta yang diucapkan lelaki itu.
Siapa yang ingin jatuh ke lubang yang sama? Setelah dicampakkan begitu kejam, lantas Albian datang meminta maaf dengan gampangnya? Shera bukan perempuan bodoh yang sekali lagi harus mempercayai lelaki itu. Dulu mungkin dia mencintai Albi sangat dalam, tapi sekarang Shera tergila-gila ingin membunuh lelaki itu, andai dia bisa melakukannya!
“Shera! She! Tolong dengarkan aku, kau harus mendengar penjelasanku!” Albian mengejar Shera yang sudah berjalan beberapa langkah, menghentikan Shera secara paksa. Dengan mata memohon dia menatap Shera yang memilih melihat ke arah lain.
“Aku tahu salah mengingkar janji padamu. Tapi demi Tuhan, She, aku tidak bisa hidup tenang setelahnya. Rasa bersalah padamu juga anak kita, membuat aku tertekan setiap saat. Di mana anak kita? Aku ingin melihat darah dagingku.” Percaya diri sekali dia menyebut darah dagingnya, setelah semua yang terjadi.
“Anakku tidak butuh pengakuan ayah sepertimu, Albi. Jadi, jangan pernah menyebutnya demikian. Lebih baik seumur hidup tak memiliki ayah, daripada dia tahu ayahnya seorang yang tidak bertanggung jawab!” sahut Shera tegas. Menurutnya, tak ada yang harus dibahas lagi dengan lelaki itu. Semua sudah hancur, tak mungkin bisa ditata seperti dulu lagi!
Pertemuannya dengan Albian sangat mengganggu Shera sejak tadi malam. Keberanian lelaki itu sudah di luar batas, bahkan tidak segan memeluk Shera di kafe umum yang bisa didatangi siapa saja. Shera takut andaikan Vivia mengetahuinya, akan membawa masalah yang akan menyudutkan Shera ke depan nanti.Bagaimana pun, Vivi adalah istri Albian, sedangkan Shera masa lalu yang tak sepatutnya berada di sekitar mereka. Bukan tak mungkin Albian akan mengulang lagi kejadian tadi malam, yang akan membuat namanya buruk atas tuduhan tak berdasar. Shera tidak ingin sekali lagi mengulang kisah lama, yang akan menghancurkan dirinya lebih banyak lagi.“Apa maksudmu, Shera? Sudah aku katakan, Ibu Vivia adalah orang yang sangat berpengaruh di kota ini. Kau sudah menyanggupinya, jadi jangan pernah mundur!” peringat laki-laki bertubuh bongsor itu memperingatkan.Shera tahu hal itu. Selain istri polisi yang sudah berpangkat tinggi, Vivia adalah putri dari keluarga terhormat di kota tempat mereka tinggal. Ayahny
Shera membantu Vivia mengenakan gaun hasil desainnya. Sangat sempurna, sesuai dengan gambar sketsa yang Vivia lihat hari itu. Bahkan ukurannya sangat pas di tubuh Vivi, tidak terlihat sedikit pun cela. Padahal, Shera tidak melakukan fitting padanya, kenapa bisa sangat sempurna?Namun, bukan berarti Vivi akan melepaskan Shera. Akan selalu ada alasan untuknya menyindirnya.“Aku pikir, setelah semua yang terjadi tujuh tahun yang lalu, seharusnya kau malu kembali ke kota ini. Tapi tampaknya kau baik-baik saja, Shera.” Vivia berbicara sambil memperhatikan Shera memasangkan aksesoris di gaunnya.“Kenapa harus malu? Aku tidak mencuri milik orang lain,” sahut Shera, masih terus dengan pekerjaannya. Meski di dalam hati dia sesak ketika Vivi mengingatkan kenangan masa lalunya, dia cukup cerdas membalas Vivia tepat sasaran.Lihat saja wajah Vivia, terlihat memerah kala Shera menyebutkan ‘mencuri milik orang lain.’ Dia merasa dituduh sudah mencuri Albian.“Ya... kau tidak mencuri. Tapi, apa kau t
“Selamat ulang tahun pernikahan, Ibu Vivi, semoga pernikahanmu selalu bahagia.”Para undangan dan rekan menyalami Vivia, mengucapkan selamat berbahagia untuk wanita yang dikenal sebagai pejuang hak perempuan itu. Malam ini adalah hari ulang tahun ketujuh pernikahannya dan Albi, yang dirayakan sangat mewah di sebuah hotel ternama.Vivia dengan balutan gaun panjang berwarna hijau muda terlihat sangat cantik. Rambut panjangnya disanggul tinggi ke atas, hingga menonjolkan lekuk leher jenjang yang putih bersih. Selain karena namanya yang tercium wangi di hadapan para wanita, penampilan Vivia yang selalu anggun juga membuat semua orang sangat kagum padanya.“Terima kasih, doa yang sama buat kalian. Semoga rumah tangga kita semua selalu bahagia,” sahut Vivi memamerkan senyum manis yang tak pernah lekang dari bibirnya.“Ibu Vivi sangat cantik, Pak Albian pasti sangat bersyukur memiliki istri seperti ibu.”“Tentu saja. Pak Albian selalu ada di mana pun Ibu Vivi berada, sudah pasti mereka sali
Vivia menatap Shera tajam. Jantungnya terasa diremas mendengar ucapan selamat dari Shera, yang tentu saja itu adalah sebuah penghinaan. Tak akan dia biarkan perempuan mantan kekasih suaminya itu tertawa melihat pesta ini tidak berjalan dengan lancar, sebab tujuan Vivi adalah untuk membuat Shera sadar diri, bahwa pernikahannya bahagia dan baik-baik saja. Benar. Tujuan Vivi mempertemukan Albi dengan gadis masa lalu ini, untuk memperingatkan semua orang, bahwa Albian sekarang hanya miliknya.“Oh, terima kasih untuk ucapannya. Tentu saja, suamiku pasti segera datang. Dia mencintaiku sangat banyak dan akan terus seperti itu. Tak ada kesempatan untuk perempuan mana pun di matanya, apalagi di hatinya. Tidak terkecuali dengan masa lalu seperti dirimu!” sahut Vivia geram, gigi-giginya saling mengatup ketika menegaskan agar Shera tidak berharap.Sedangkan Shera, dia tertawa kecil menyaksikan kepergian perempuan itu. “Benarkah?” bisiknya sendiri. Kembali dia ketik sesuatu di layar ponselnya dan
“Kau mencintaiku seperti dulu?” kata Shera.Albi mengangguk, mengeratkan pelukannya di tubuh Shera. “Ya, selamanya akan seperti itu.”“Maka jadikan aku satu-satunya orang yang kau cintai. Aku tidak peduli dengan status pernikahanmu, yang aku mau, kita memulainya dari awal.”Tubuh Albian terlonjak ke atas. Albi terkejut, itu yang Shera tangkap dari sikapnya. Shera menampar dirinya ke bawah untuk tidak terbawa perasaan pada lelaki yang kini menatap manik matanya.“She....”“Aku tidak akan memaksa secepat itu. Aku tahu, pernikahan yang sudah berjalan tujuh tahun ini tidak akan mudah kau lepaskan begitu saja. Tapi, jika benar kau mencintaiku dan peduli pada anak kita, tolong yakinkan aku dengan kata-katamu,” potong Shera, sebelum Albi meneruskan kalimatnya.Meletakkan kepercayaan pada Albian adalah hal yang tidak akan pernah Shera lakukan. Sudah cukup satu kali dia terasa seperti akan mati, ketika mempercayai semua janji-janji lelaki ini. Semua ini dia lakukan untuk membuat Albi melupaka
"Vi, di mana Albi? Orang-orang semakin ramai, pesta harus segera dimulai."Suara ibunya datang dari sisi kiri. Vivia yang tengah berusaha menghubungi suaminya, segera melirik."Mungkin sebentar lagi, Bu," sahut Vivi sedikit gugup, memeluk layar ponselnya ke dada. Ibunya tidak harus tahu Vivi tengah berusaha menghubungi Albi yang tidak juga mengangkat telepon.Wanita paruh baya itu mengamati perubahan wajah Vivi, tahu ada sesuatu yang tidak beres di sana."Jangan berbohong. Di mana Albi? Jangan bilang dia tidak menghadiri pesta ulang tahun pernikahannya sendiri," selidik ibu Vivi lagi.Vivi tersenyum, dia usap lengan ibunya untuk menenangkan wanita yang melahirkannya itu."Ibu jangan berpikir yang bukan-bukan. Albi tidak mungkin tidak datang," ucap Vivia, padahal di dalam hatinya juga ragu Albi mungkin tidak akan datang. "Dan kalau pun Albi tidak datang, itu... pasti ada sesuatu yang tidak bisa dia tinggalkan," lanjut Vivi, hatinya tidak rela mengucapkannya.Ervina menghela napas. Seba
“Kau sangat penting bagiku, seperti yang aku katakan terasa ingin mati mencarimu tujuh tahun ini.” Albian mengelus pipi mulus Shera, rasa rindunya terhadap gadis itu memang sudah lama menggebu di dalam dada, sehingga dirasa tak ingin melepaskan malam ini menjadi sia-sia. Tapi, Albi juga tahu bahwa ada hal yang harus dipertahankan dan bahkan lebih penting dari sekedar melepas rindu.“Namun, aku harus meminta maaf.” Dia tarik tangannya dari wajah Shera, lantas mengecup kening gadis itu sangat lembut. “Demi nama baikku di kepolisian, kumohon mengerti untuk malam ini. Aku akan segera menemuimu begitu segalanya selesai, oke?” kata Albi berjanji.Janji bukanlah sesuatu yang baru didengar telinga Shera. Sudah terlalu banyak janji yang membuatnya mual, bahkan terkadang ingin muntah setiap kali teringat dengan janji-janji Albian. Tidak akan dia lepaskan Albi pergi begitu saja, sebelum puas membuat Vivia menderita di bawah sana.“Baik, aku akan membiarkanmu pergi ke bawah sana. Tapi dengan satu
Ballroom hotel itu sepi hanya tersisa beberapa petugas kebersihan yang tengah menjalankan pekerjaannya. Albi tersentak. Kenapa tidak ada keluarga dan istrinya di sini? Undangan yang tadi begitu ramai pun, sudah tidak terlihat batang hidungnya.“Permisi, apakah ada aula lain di hotel ini?” tanya Albi pada salah satu petugas kebersihan yang melewatinya. Ia merasa mungkin salah masuk ruangan.“Tidak, Pak. Ini satu-satunya aula yang disediakan untuk publik,” sahut petugas wanita itu.Lantas, ke mana semua orang?Albi belum memahami situasi itu, jadi dia kembali bertanya, “Lalu, ke mana semua orang? Bukankah seharusnya di sini ada pesta ulang tahun pernikahan?”Petugas itu mengangguk. “Benar, Pak. Tapi pesta sudah berakhir sejak satu jam yang lalu.”Berakhir?Albian semakin bingung. Ia bahkan belum menyaksikan pesta itu dimulai, lantas sudah berakhir saja?Sudah pukul berapa sekarang? Albi mengangkat lengannya, ia sangat terkejut saat melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan, su