Home / Romansa / Suamimu Masih Mencintaiku / Luka yang Tak Teruca

Share

Luka yang Tak Teruca

Author: Borneng
last update Huling Na-update: 2025-06-01 19:09:26

Aslan masih dipenuhi kemarahan, kemarahan yang dibungkus dengan kecemburuan. Membuat laki-laki itu terbakar. Urat lehernya saling bertarikan, tapi semarah-marahnya Aslan, ia tidak pernah menyakitiku secara fisik. Tubuhnya seakan terkontrol agar tidak menyakitiku atau mungkin tidak mau menyakiti anaknya.

“Berhenti membelanya, Sany! Aku tidak suka siapapun yang menghalangi jalanku,” ucapnya sekali lagi.

“Kenapa kamu memilih jalan yang sulit Pak Aslan?”

“Aku tidak perduli walaupun itu sulit ataupun jalam kehancuran. Kamu dan anakku adalah milikku,” ucapnya penuh otoritas. Tapi nadanya kali ini lebih lembut tapi tegas.

“Lepaskan aku, Pak Aslan...” bisikku lirih. Suaraku nyaris tak terdengar, namun rasanya seluruh keberanian dalam diriku luruh saat mengucapkannya.

Ia menatapku dari pantulan cermin di hadapannya. Tatapan itu—dingin, tajam, dan entah mengapa… menyimpan luka. Luka yang anehnya membuatku merasa bersalah, padahal akulah yang selama ini merasa tersakiti.

"Kalau kamu tidak bisa b
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Suamimu Masih Mencintaiku   Janji yang Tak Pernah Selesai

    Malam itu aku memilih diam, tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Aku merasa setiap kata yang aku ucapkan terbuang sia-sia, karena Aslan tidak pernah mau. Ia mendengar tapi menolak melakukannya. Aku merasa sangat lelah, lelah dengan waktu yang sudah aku lalui namun pada alkhirnya berahir bersamanya dengan kebimbangan.Malam itu terlalu sunyi. Bahkan suara mesin infus dan detak lemah monitor terasa seperti nyanyian duka yang menegaskan kesendirianku. Di luar jendela, langit tampak kelam, seakan ikut menelan seluruh ketakutanku yang belum juga reda.Perutku terasa berat. Tapi bayi kecil di dalam sana… masih bertahan. Masih berjuang. Ia mulai melakukan kebiasaannya menendang halus dinding perutku dan berputar santai. Seolah ia ingin mengatakan;‘Aku masih berjuang Ibu’Aku mengusap perut dengan pelan.“Terimakasih sudah bertahan, Nak.”Dan di sampingku—lelaki itu.Aslan menatapku dengan tatapan dalam, tatapan yang tidak bisa aku baca.“Apa kamu lapar?”“Tidak?”“Mungkin dia lapar Sany.

  • Suamimu Masih Mencintaiku   Detak yang Hampir Hilang

    Dunia seolah runtuh bersamaan dengan detak jantungku yang ikut lenyap. Detak itu—detak kecil dalam rahimku yang selama ini menjadi sumber kekuatan—seakan menguap dari semesta. Aku meraba perut dengan pelan, tanganku gemetar. Tidak ada gerakan yang biasanya aktif menendang dan memutar.‘Kamu harus kuat Sayang, kamu sduah berjuang sampai sejauh ini, Mari kita lakukan sampai finis’ ucapku memohon dalam hati. Aku memang bukan dokter. Bukan perawat. Tapi naluri seorang ibu… Ia lebih tajam dari pisau bedah, lebih cepat dari suara monitor rumah sakit. Naluri itu bicara lewat gelisah, lewat nyeri yang tak terdefinisikan.“Aslan… aku serius, aku nggak merasakan detaknya lagi,” bisikku. Suaraku begitu lirih, nyaris tak terdengar, seperti doa yang terlepas di antara tangis yang tak tumpah.Mataku menatap matanya. Bukan sekadar menatap—aku memohon. Sekali saja... kumohon, percaya padaku.“Lakukan sesuatu,” bisikku dengan suara begetar.Wajah dingin Aslan—pria tinggi berwibawa itu dengan mata

  • Suamimu Masih Mencintaiku   Pengecut dan Cintanya

    Aku melihat wajah Aslan dari kaca spion, samar-samar dipantulkan cahaya lampu jalan yang berkelebat satu per satu. Mobil melaju membelah jalanan kota Bali, menembus gerimis yang turun perlahan. Sorot matanya gelisah, kedua tangannya mencengkeram setir sekuat tenaga, sesekali melirik ke arahku—penuh kepanikan, juga... rasa bersalah. Tapi aku tahu, kekhawatiran itu bukan semata karena kontraksi yang mencabik tubuhku. Bukan.Dia tahu. Luka yang menari di hatiku jauh lebih menyakitkan daripada rasa nyeri di perutku. Ditengah kepanikannya ia tidak mengatakan apa-apa. Hanya diam dan menatapku dengan sangat cemas"Aslan..." lirihku di antara hela napas yang terasa seperti silet. "Kau tak perlu berpura-pura peduli.""Jangan bicara seperti itu," sahutnya cepat, nadanya gugup—jarang sekali aku mendengar dia seperti ini. "Kamu tahu aku peduli. Sangat."Aku menghela napas panjang, menatap langit-langit mobil yang kini dipenuhi embun tipis. Hujan membuat pandangan kabur, dan udara di dalam mobil be

  • Suamimu Masih Mencintaiku   Antara Pengakuan dan Penyangkalan

    Aslan bersikap sangat manis sejak kami tiba di restoran malam ini. Tak seperti biasanya, ia begitu lembut dan penuh perhatian. Bahkan, ia memotongkan daging steak yang ia pesan untukku, meletakkannya di atas piringku dengan lirikan hangat yang nyaris membuatku lupa siapa dia sebenarnya—lupa bahwa lelaki ini adalah sosok angkuh yang dulu begitu membenciku. Perhatian yang diperlihatkan Aslan padaku mungkin akan membuat pasangan lain iri. Mungkin mereka akan berkata ‘Wanita yang beruntung, suaminya tampan dan perhatian’ Aku bisa melihat lirika para pengunjug lain yang memperhatikan Kami. Sebelum aku duduk Aslan menarik kursi, saat sedang menunggu pesanan makanan, ia sudah terlebih dulu pesan air hangat untukku , saat angin meniup rambuku dan menutupi sebagaian wajahku ia menyelipkan rambut ke belakang kuping.Sesaat aku merasa... seolah aku benar-benar istrinya. Saat itu juga aku berkata pada diri sendiri ‘Baiklah mari kita coba sekali lagi. Kalau pernikahan kami yang pertama buruk, mun

  • Suamimu Masih Mencintaiku   Di Antara Janji dan Rahasia

    Aslan meninggalkanku di tepi pantai. Hanya diam. Tanpa kata, tanpa jawaban, tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Ia pergi—sementara aku masih berdiri mematung, menelan getir yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata.Padahal aku sudah mengalah. Aku yang selama ini berdiri paling depan menolak semuanya, kini justru menawarkan diri untuk menikah dengannya... demi menyelamatkan keadaan, demi menyelamatkan nama baik keluarga, demi anak yang kini tumbuh dalam rahimku. Tapi sepertinya, semua itu tidak cukup untuk membuatnya bertahan."Apakah ia benar-benar akan menikahiku? Atau... aku hanya sedang dipermainkan?" batinku, getir.Angin laut mengusap pipiku yang basah oleh keringat dan air mata yang tak tumpah. Ombak berkejaran di hadapanku, seolah ikut menertawakan luka yang kubawa. Udara pantai memang sejuk, tapi dadaku panas, bergejolak oleh perasaan yang tidak kunjung tersampaikan."Apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Aku ingin bertobat... tapi aku tak tahu ke mana arah jalan pulangku." b

  • Suamimu Masih Mencintaiku   Menikah Demi Rasa Bersalah

    Mendengar Bimo dapat surat pemecatan, aku merasa bersalah. Aku harus bicara dengannya aku harus meminta maaf. Bila perlku aku harus ganti rugi dengan tabungan yang aku punya. Aku bergegas mencari Bimo.Beberapa hari yang lalu bimo baru cerita kalau Ibunya ingin di bawa ke dokter. Mendengar dia dapat masalah karena ulahku, kini aku merasa sangat menyesal. Merasa bersalah karena mengajak dia menikah denganku.“Aku harus mencarinya.”“Kamu mau ke mana?” Suara itu terdengar dari belakang. Dingin, tenang, namun penuh tekanan.Aslan.Aku tak menoleh. Langkahku terus menembus udara pagi yang lembap. Ada yang mengganjal di dadaku—berat, sesak, seperti dosa yang tiba-tiba berubah menjadi batu dan menindih hatiku.Wajah Bimo terlintas dalam ingatan. Semalam, ia bercerita bahwa ibunya yang sudah renta makin sulit berjalan. Ia ingin membawanya ke dokter. Tapi bagaimana mungkin sekarang? Setelah semua yang terjadi?‘Ya Tuhan… bagaimana dia bisa mengurus putrinya, merawat ibunya, kalau dia harus k

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status