“Mas, mau minum dingin?” tanyaku pelan, suaraku nyaris seperti bisikan, mencoba terdengar lembut di tengah keheningan kamar sempit yang hanya diterangi lampu meja berwarna kekuningan. Mataku menatap wajah Panji yang bersimbah peluh. Wajah itu selalu terlihat tegas, penuh wibawa, namun di baliknya… ada bara api yang kapan saja bisa menyala.Tanganku meraih tisu dari meja kecil di sisi ranjang, menyodorkannya dengan gerakan pelan, nyaris ragu, seolah takut salah membaca suasana hatinya malam ini.“Enggak. Aku mau langsung pulang. Besok anak bungsuku mau liburan,” jawabnya singkat, berdiri, lalu melangkah ke kamar mandi kecil di pojok ruangan. Suara gemericik air langsung terdengar, bercampur dengan bayangan pikiranku yang melayang ke mana-mana.Beberapa detik kemudian, suaranya menyusul dari dalam kamar mandi, datar dan dingin, “Oh, iya. Jangan lupa minum pil-nya. Aku nggak mau kamu hamil.”Aku terdiam. Jantungku bergetar, tapi wajahku tetap datar, seolah kalimat barusan adalah hal lumra
Last Updated : 2025-04-14 Read more