Cinta itu tidak buta. Hanya saja, banyak oknum yang tidak punya mata.
Kiran menjalani hari-hari bekerja di rumah Lukman. Tugas utamanya adalah merawat Ratih, istri Lukman yang sudah berada di atas kasur secara penuh.Dari perawat jaga, Kiran tahu bahwa Ratih terkena meningitis yang terlambat diketahui hingga akhirnya berubah menjadi hidrosefalus. Lukman sudah berusaha membawa Ratih berobat ke Singapura.Namun, hasilnya tidak membaik. Hingga akhirnya Lukman memutuskan mengubah kamar Ratih menjadi ruang rawat sendiri, menyewa berbagai perlengkapan dan alat kesehatan yang diperlukan serta membayar beberapa dokter untuk merawat Ratih.Kiran selalu menarik napas panjang saat pikirannya bersimpul pada pertanyaan berapa banyak biaya yang Lukman habiskan? Berapa penghasilan yang Lukman dapatkan setiap bulan dan usaha apa saja yang Lukman jalankan?'Duh, ini otak suka nggak tau diri ya. Kepo aja sama urusan orang,' rutuk KJangan pernah peduli dengan sikap orang-orang yang mencibirmu. Fokus pada diri sendiri dan teruslah meraih apa yang menjadi tujuan hidupmu.Livy menghabiskan makan siangnya bersama ketiga anak Lukman dan Ratih. Diandra, Andika dan Yoga. Tidak ada percakapan di antara mereka. Livy tahu, di mata tiga keponakannya itu, dia bukanlah tante yang menyenangkan. Namun, Livy tak pernah peduli tentang hal itu. Bagi Livy, mereka hanyalah anak kecil yang tidak pantas mendapatkan sedikitpun perhatian darinya. Mereka terlalu menyita waktu dan merepotkan. Yang terpenting adalah ia hanya perlu sering-sering berada di dekat mereka dan menjaga diri agar tidak bertengkar dengan mereka bertiga. Ia hanya perlu memberi perhatian jika Lukman ada di dekatnya karena saat ini ia harus meraih simpati Lukman.Kondisi Ratih sudah dapat dipastikan tidak akan bisa selamat. Livy tahu pasti tentang hal itu. Itulah yang membuat Livy tinggal di sini. Ia hanya keluar sesekali jika mengingink
Siang hari Livy keluar dari rumah sakit. Ia hanya menginap satu malam di sana. Alerginya terhadap bunga mawar, menyebabkan sesak napas tetapi bisa cepat tertangani.Semua keluarga sudah mengetahui tentang alergi yang Livy miliki. Mereka semua sangat memperhatikan dan selalu berhati-hati dengan hal itu. Namun, semalam kenapa bisa ada kejadian fatal seperti itu?Livy menatap ketiga anak Lukman yang sedang belajar di ruang keluarga, didampingi oleh guru les mereka masing-masing. Livy segera naik ke kamar. Ia telah meminta semua yang ada di kamarnya dibersihkan. Dari mulai pakaian sampai ke perlengkapan mandi.Livy memerintahkan kamarnya disetrilkan. Ia tidak mau mengambil risiko sedikitpun dengan alerginya."Pasti mereka pelakunya," ucap Livy pelan saat ia berdiri di dekat tangga.Kiran masih berada di dalam ruang kerja yang terbuka pintunya. Dari dalam ruangannya, ia bisa melihat Livy sedang berjalan menaiki anak ta
"Sudah dua kali kejadian seperti ini dialami oleh Livy! Kamu sebagai kepala rumah tangga, masa' nggak tau kalau ada orang yang ingin mencelakai Livy?" sergah Nathalie, mamanya Livy."Ingat ya, Lukman. Livy itu di sini untuk menjaga anak-anak kamu. Nggak akan ada yang bisa menjaga mereka selain orang terdekat yang masih memiliki hubungan darah," omel Nathalie lagi.Lukman menarik napas panjang. Ia baru saja sampai di Jakarta dan langsung menuju rumah sakit tempat Livy dirawat."Kamu pasti masih ingat kejadian Caca kan? Bagaimana bisa, anak-anak mendapatkan ibu yang baik kalau kamu asal pilih seperti itu?" tambah Nathalie makin membuat kuping Lukman panas."Ratih masih belum meninggal, Nath," sela Sarah, mama kandung Ratih.Nathalie hanya melirik pada Sarah."Sudah. Lukman sudah memberikan perawatan terbaik untuk Ratih. Sekarang lebih baik fokus terhadap kondisi Livy," ucap Nataya.Semua panda
Kiran telah selesai membersihkan peralatan milik Ratih. Ia melihat ke arah jendela kamar Ratih. Seorang anak kecil sedang berdiri sendirian di sana. Kiran memutuskan untuk menghampirinya."Yoga," sapa Kiran.Yoga menoleh tanpa memberi senyuman."Yoga mau ketemu Mama?""Boleh, Mbak?""Baru mandi kan?"Yoga mengangguk."Kalau Yoga baru mandi, boleh ketemu Mama. Yuk, ke kamar Mama sama Mbak Kiran."Yoga menatap kemudian memegang tangan Kiran.Kiran membuka pintu kamar dan memakaikan baju pengunjung pada Yoga. Setelah itu, mereka mendekat ke ranjang Ratih."Sini, Yoga pegang tangan Mama ya," ucap Kiran sambil membimbing tangan Yoga ke tangan Ratih.Ada rasa nyeri di dada Kiran melihat pemandangan seperti ini. Yoga terlihat sangat mendamba kehadiran Ratih sebagai ibunya. Bagaimana perasaan Yoga sekarang, yang melihat ibunya hanya bisa berbaring seperti ini? Kir
Kematian adalah sebuah kepastian. Kita hanya menunggu giliran."Pecat, Mas! Pecat dia!" teriak Livy.Lukman menatap dua orang perempuan yang ada di hadapannya. Kiran menunduk sambil memegang bunga mawar, tak ada bantahan dari bibirnya."Heh! Kamu! Kenapa masih tetap di situ? Kan saya sudah bilang, kamu itu dipecat. Nunggu apa lagi sih?" ucap Livy dengan sinis.Kiran masih terdiam, menunggu reaksi Lukman.'Duh, dipecat beneran nggak sih nih? Tapi kalau aku pergi dari ruangan ini, gengsi, ih. Mending jambak-jambakan deh sekalian. Lagian sih, Pak Lukman pakai nongol segala.'"Jangan diam saja. Sudah sana cepat. Mau nunggu security maksa kamu keluar dari rumah ini?"Kiran menarik napas panjang. Bukankah dari awal dirinya menyatakan perang dengan Livy, ia sudah paham dengan risiko kehilangan pekerjaan di rumah ini. Jadi apa lagi yang ia harapkan dari Lukman? "Kiran," panggil Lukman
Jika bisa mengulang waktu, aku ingin terus membahagiakanmu.Lukman berdiri di dekat pintu mobil. Iring-iringan tamu pengantar jenazah dibiarkan melewatinya. Kedua kakinya seakan terasa tak mampu menahan berat badannya.Apa ini?Kenapa begitu cepat?Tak adakah kesempatan untukku melihat senyummu lagi?Tak bisakah aku memeluk tubuh hangatmu lagi?Lukman hanya bisa mengatupkan rahang dan mengepalkan kedua tangan saat tanah merah mulai digugurkan, menutupi tubuh Ratih yang tertutup kain kafan.Lagi.Ia telah melewatkan kesempatan untuk menemani Ratih dengan alasan pekerjaan.Setumpuk janji dengan rekanan dan juga tumpukan berkas di atas meja selalu merebut waktunya. Padahal Stevani sudah mengabarkan bahwa Ratih tidak akan bisa bertahan lebih dari satu bulan lagi.Seperti pagi tadi, ia baru saja menapakkan kaki di Perth Airport saat Stevani mengabarkan kepergian Ratih.
Kastil Residence, salah satu apartemen mewah yang terletak di belahan Jakarta Pusat. Dari lantai dua puluh dua, laki-laki itu bertelanjang dada. Ia berdiri di tepi jendela kamar, menatap kelap kelip lampu ibu kota di kala malam. Ia menyesap minuman dingin yang berada di tangan kanannya. Bagaimana bisa begitu cepatnya roda kehidupannya berputar? Dulu, dirinya tinggal di dalam sebuah gang sempit.Setiap hari pulang pergi ke kantor dengan motor matic, sekarang ia tinggal di apartemen mewah dan bisa memilih mobil apa saja yang mau ia pakai sehari-hari. Namun, pikirannya tetap kalut. Otaknya berusaha berputar keras. Lelaki itu menghabiskan minumannya. Sudah berkali-kali ia bercinta, tetapi dahaganya seakan tidak pernah terpenuhi. Raganya selalu memenuhi keinginan pemilik apartemen mewah yang ia tempati beberapa bulan belakangan ini. Namun, di matanya ada sosok sang mantan istri."Aku harus kembali ke rumah Lukman," ucap Livy yang telah selesai berpakaian.Agung hanya berdeham."Nggak usa
Jayadi. Laki-laki keturunan asli Jakarta yang mampu menyandingkan namanya di sepuluh besar orang terkaya di Indonesia. Selain ia berhasil meneruskan usaha eksport import kerajinan tangan, ia juga berhasil memperluas jaringan usaha yang digelutinya.Kehidupannya banyak membuat orang-orang ingin selalu berada di lingkungannya. Termasuk lingkungan keluarganya.Jayadi hidup dengan satu orang istri dan empat orang anak laki-laki. Semua anak telah ia beri bekal pendidikan yang tinggi dan juga ia gembleng menjadi wirausaha.Di antara keempat putranya itu, ada satu anak yang paling menonjol di dunia bisnis. Anak itu berhasil menabur membuka jenis-jenis usaha baru yang dapat dipasarkan ke berbagai negara tetangga. Dia adalah Lukman Jayadi, putra pertama Jayadi. 'Apapun yang terjadi, dia harus segera menikah. Denganku!' tekad Livy dalam hati setiap melihat wajah Lukman.Ini adalah kesempatan besar baginya. Untuk itu ia meminta bantuan kedua orang tuanya yaitu Nathalie dan Nataya. Sedangkan unt