Pagi yang gaduh. Ismail terbangun karena kaget dari tidurnya pagi ini. Ia membuka pintu kamar dan melihat Zainab berteriak ke sana ke mari. "Aduh, itu Mama kenapa sih pagi-pagi jejeritan?" keluh Ismail.Mata Ismail bertemu dengan Jayadi yang sedang menggeleng-geleng melihat tingkah istrinya."Kenapa sih, Pa?""Kamu tidur di sini, Ismail?"Ismail menjawab Jayadi dengan anggukan."Dari semalam?"Ismail mengangguk lagi."Kenapa semalam nggak langsung kamu periksa tensi darahnya mama kamu?"Ismail tersenyum lebar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia ingat, terakhir tensi darah Zainab terakhir ia periksa adalah satu bulan yang lalu."Pagi, Ma," sapa Ismail.Zainab tidak peduli dengan panggilan putranya, ia tetap berteriak memanggil semua karyawannya untuk berkumpul."Manggilnya sambil tenang dong, Ma. Jangan pakai emosi. Nggak baik lho buat tekanan darah tinggi Mama," rajuk Ismail sambil memijat perlahan bahu Zainab.Satu per satu karyawan rumah itu mulai berdatangan dan berbar
"Kami akan keluar dari rumah ini. Kiran, siapkan anak-anak."Lukman berbicara tanpa memandang ke arah Zainab. Entah kenapa hatinya terasa tersinggung melihat tingkah laku ibunya pagi ini. Penghinaan yang Zainab berikan kepada Kiran, terasa diberikan untuknya.Kiran segera beranjak, keluar dari barisan dan mengajak anak-anak ke kamar mereka masing-masing. Kiran membantu Yoga merapikan barang-barang yang akan dibawa, sedangkan Diandra dan Andika dibiarkan melakukan sendiri.Jayadi membubarkan semua karyawan, meminta mereka kembali bekerja kembali. Ismail segera menuntun Zainab ke kursi karena ia melihat wajah ibunya itu sangat merah."Ma, sabar ya. Atur napasnya dulu, jangan diikutin emosinya. Kita cek tekanan darah Mama dulu ya," ucap Ismail.Jayadi muncul membawa segelas air untuk Zainab dan Ismail segera ke kamar mengambil perlengkapan untuk memeriksa Zainab."Minum dulu, Ma."Jayadi mengusap keringat yang ada di kening Zainab.*****Kiran duduk di kursi belakang bersama Yoga dan Dia
"Pagi, Cantik," sapa Ronald saat melihat Kiran muncul di dapur. Kiran hanya menjawab dengan senyuman."Bikin jus buah buat Yoga ya?" tanya Ronald lagi.Kiran tersenyum sambil mengangguk."Kamu memang pendiam begitu ya, Kiran?"Kiran mengangkat kedua alis saat mendengar Ronald memanggilnya tanpa embel-embel Mbak."Ternyata kamu itu perempuan penuh misteri ya, Ran. Aku jadi penasaran sama kamu."Kiran berbalik badan, membelakangi Ronald.'Kok geli ya ngomong sama dia?' batin Kiran. Ia segera melangkah menuju kulkas.Kiran memilih buah yang menjadi favorit Yoga. Begitu ia selesai, Ronald sudah berada di meja tempat ia biasa membuat jus."Sini aku bantu," ucap Ronald.Kiran tak bisa menolak karena Ronald langsung mengambil buah-buahan yang ada tangan Kiran."Tanpa gula," ucap Kiran mengingatkan."Siap, Bu."Ronald membuat jus buah tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Kiran."Kamu itu cantik, kok mau jadi baby sitter?" tanya Ronald membuat Kiran bingung, apakah kalimat pertanyaan itu
Menaklukkan wanita itu mudah, cukup kuasai pekerjaan yang mereka anggap hanya untuk mereka."Jika kamu dapat menidurinya dalam waktu satu minggu, aku berikan mobil kesayanganku!"Ronald menyeringai saat selesai membaca pesan dalam ponselnya. Tidak sia-sia ia memberikan tempat kepada seorang buronan yang datang kepadanya beberapa bulan yang lalu."Deal," ucap Ronald sambil mengetik kata yang bersamaan di ponselnya.Siapakah yang dimaksud oleh pengirim pesan tadi? Tentu saja Kiran. Kiran adalah salah satu alasan Ronald berada di sini. Awalnya ia tidak menyangka Zainab secara tiba-tiba menghubungi dan memintanya datang ke rumah.Ronald pun datang ke rumah Zainab. Saat itu ia hanya berpikir Zainab akan memintanya memasak untuk acara kumpul-kumpul keluarganya. Namun, ternyata Zainab memintanya untuk bekerja di rumah Lukman.Zainab pun memastikan agar Ronald tidak perlu memusingkan masalah bayaran. Ronald akan mendapatkan gaji dua kali. Gaji dari Lukman dan juga dari Zainab. Selain itu, Za
Satu minggu berlalu dan dirinya tak juga takluk padaku.Mata Ronald selalu mengekori Kiran yang sedang membuat jus untuk Yoga. Kini keinginannya berubah menjadi amarah. Apa kekurangan dirinya dibanding Lukman? Dari usia, jelas dia lebih unggul karena jauh lebih muda dari Lukman. Soal wajah, tak perlu diragukan, darah bule mengalir dari ibunya tentu menjadikan wajah Ronald adalah impian setiap perempuan.Cinta? Ya, mungkin itu yang menjadi penghalang dirinya mendekati Kiran. Ada laki-laki lain dalam hati wanita itu. Ronald jelas dapat melihat wajah Kiran yang begitu mendamba saat memandang Lukman."Sial," umpat Lukman sambil membanting spatula ke dalam wastafel pencuci piring.Baru kali ini ia merasa dirinya sangat menyedihkan. Bahkan saat ini Kiran sama sekali tidak melihat ke arahnya sedikit pun.'Kamu akan aku cicipi, Kiran. Pasti! Malam ini. Apapun caranya.'*****"Tau ga? Kemaren pas kita main basket, aku dengar suara-suara aneh lagi dari paviliun belakang rumah," ucap Andika samb
Kiran mengerjapkan mata berkali-kali. Kepalanya masih terasa berputar. Sebelum berhasil mengingat apa yang terjadi, Kiran mendapati dirinya berada dalam keadaan terikat di atas ranjang dan mulut disumpal."Hmmp ... Hmmmp."Berkali-kali Kiran mencoba berteriak, tetapi tidak berhasil.Hari telah gelap. Hanya sedikit cahaya yang Kiran dapatkan dari sebuah jendela yang berada di ruangan itu. Kiran menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia mencoba mengenali tempat di mana ia berada. Sebuah kamar. Di dalam paviliun. Kiran berhasil mengingat kejadian sore tadi. Termasuk kelakuan Ronald."Hmmmmp ...."Kiran menjerit saat melihat beberapa ekor hewan yang paling menjijikan bagi Kiran muncul di hadapannya.Beberapa tikus mencicit dan berlari ke sana ke mari. Mereka tidak ragu berada di atas bahkan menggigit tubuh Kiran.*****Lukman tiba di rumah tepat saat makan malam. Ia sekuat tenaga menantang diri sendiri untuk menepati janji yang telah ia buat.Yoga berjalan menghampiri Lukman yang baru saja turun d
Ronald menyeringai. Melihat Kiran meronta membuatnya semakin pongah. Tak ada lagi wanita sombong yang menolak dirinya. Kini di hadapannya hanya ada seorang wanita dengan tangan dan kaki terikat di tiap sudut-sudut ranjang.Kiran tetap berusaha menjerit sekuat tenaga. Memaki Ronald, menangis, memohon agar Ronald menghentikan perbuatan nista itu. Namun, Ronald tak peduli. Ia terus maju menghampiri Kiran dan duduk di samping Kiran.Ronald menyentuh wajah Kiran dengan jari telunjuk. Mulai dari kening, hidung hingga ke seluruh wajah Kiran.Kiran berusaha keras menjauhkan wajah dari laki-laki brengsek itu. Namun, usahanya percuma ikatan pada tangan dan kakinya sangat kuat."Ah, sayang sekali. Kenapa tikus-tikus itu membuat kulitmu terluka seperti ini? Seharusnya hanya akulah yang membuatmu berdarah-darah malam ini."Ronald menyukai reaksi Kiran. Wanita itu sama sekali tidak menutup mata sedikitpun. Ronald kembali tertawa sinis. Ia meletakkan tas yang ia bawa, kemudian mengeluarkan beberapa
Kiran melepaskan semua alat bantu laknat yang dipasang Ronald dari tubuhnya. Badannya terasa amat sakit, tulang seakan remuk, tetapi hatinya ratusan kali terasa lebih hancur. Walau Ronald belum sempat menidurinya, tetapi tetap saja lelaki bejat itu telah melecehkan tubuhnya dengan berbagai alat yang belum pernah ia lihat sebelumnya.Kiran segera merapikan pakaiannya dan berjalan ke arah kamera yang Ronald pasang. Kiran sama sekali tidak mengerti tentang kamera yang ada di depannya. Saat mencoba mematikan kamera, ia tidak sengaja menekan tombol yang membuat video yang baru saja direkam terputar.Tubuh Kiran gemetar hebat. Ia jatuh terduduk di lantai. Ia melihat apa saja yang telah Ronald lakukan. Ia mendengar dengan jelas kata-kata kotor dan juga hinaan yang tadi Ronald lontarkan kepadanya. Kiran bukanlah seorang perempuan lemah. Kiran menutup kedua telinga dan berteriak sekencang-kencangnya. Malam ini ia tahu bahwa dirinya berada di ambang batas pertahanan diri. Sekuat apapun Kiran