Home / Romansa / Suddenly Marry With The CEO / 4. Sepupu Tak Diundang

Share

4. Sepupu Tak Diundang

last update Huling Na-update: 2025-06-27 16:39:44

“Mengingat apa?” Daniel mengulang pertanyaannya.

“Ya mengingat saya adalah satu-satunya wanita yang selalu berada di dekat Pak Daniel, yang menghabiskan waktu  lebih lama dari siapapun. Bahkan mungkin, saya lebih lama menghabiskan waktu bersama Bapak dibandingkan Bu Puspita sendiri.”

Daniel menjentikkan jarinya. “Tepat sekali! Akhirnya kamu paham mengapa aku mengirimkan buket-buket itu kepadamu.”

“Tapi, Pak Daniel. Itu tidak benar. Sangat tidak benar. Lagipula, berita tadi – Itu tidak benar’ kan, Pak? Saya hanya-Maksud saya, saya masih tidak percaya dengan kabar yang baru saja saya baca.”

“Bukankah kamu sudah membaca sendiri pesan dari pengacaraku barusan?”

Tiara mengangguk. “Tapi-Hubungan Pak Daniel dan Ibu sangat romantis. Tidak mungkin-…”

“Tidak mungkin apa? Tidak mungkin bercerai maksudmu?” Daniel lantas tertawa, seakan menertawakan kenaifan Tiara.

“Tiara. Apa kamu lupa, bahwa dunia ini adalah panggung sandiwara? Dunia  ini  penuh dengan tipu muslihat. Jangan lupa, semua bisa saja terjadi. Orang yang dulunya saling mencintai, dalam hitungan detik bisa berubah menjadi musuh. Orang yang dulu saling membenci, bisa menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai sampai mati.”

Tiara menundukkan kepala. Netranya melirik ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari cara untuk terbebas dari rasa canggung yang menyergapnya.

 “Sayangnya, cintaku pada Puspita tidak sekuat mereka yang di luar sana. Aku lelah dalam kesendirianku mempertahankan pernikahan kami. Aku lelah berjuang sendiri, Tiara. Apakah menurutmu, jika sebuah perahu akan bisa melanjutkan perjalanannya jika hanya satu yang mengayuh sampannya, sedangkan yang lain hanya duduk diam, sibuk dengan kesenangannya sendiri?”

Tiara hanya diam menyimak. Sesekali melirik ke arah Daniel. Raut wajah Daniel terlihat sendu. Ekspresi yang tidak pernah ia lihat di wajah Daniel selama ia bekerja sebagai asisten pribadi pria itu.

Daniel tersentak. Seharusnya ia tidak perlu mengenang masa-masa saat dirinya masih bersama Puspita. Toh itu tidak akan mengubah keputusannya. Perceraian sudah terjadi. Keputusan hakim akan diterima besok pagi.

Pelayan datang membawa menu yang tadi dipesan Tiara. Daniel memperhatikan piring-piring yang dipindahkan pelayan restoran  dari kereta makan ke meja. Perhatiannya jatuh pada satu piring yang tidak pernah dilihatnya selama ia makan bersama Tiara.

“Kamu-Kamu memesan ini?” tunjuk Daniel pada piring yang berisi lontong dan sate ayam yang sudah disiram dengan saus kacang dan ditaburi irisan bawang merah dan cabai rawit.

Tiara mengangguk. “Sedang pengen makan sate ayam, Pak. Kalau nunggu malam, kelamaan. Keburu ngiler saya.”

Daniel melirik Tiara yang dengan cepat menyantap satu tusuk sate lalu menyuapkan potongan lontong yang sudah ia campur dengan saus kacang.

Mendadak Daniel tidak lagi berselera dengan menu pilihannya sendiri. Ia, tanpa permisi, mengambil piring Tiara, menggantinya dengan piring miliknya yang belum ia sentuh.

“Loh, Pak?” Tiara kaget dan tidak terima.

“Pilihan kamu selalu tampak lebih menggoda dan terlihat lebih enak. Nanti kamu beli lagi waktu kita pulang kantor. Aku akan mengantarmu pulang.”

Tiara langsung batuk. Ia buru-buru menolak. “ Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Pak Daniel habiskan saja. Saya tidak perlu beli lagi. Saya akan menghabiskan selat ini saja.” Tiara dengan cepat menyantap menu barunya. Ia tidak perlu pulang bersama Daniel. Bisa tambah runyam nanti urusannya.

“Aku akan mengantar kamu pulang. Apakah perkataanku kurang jelas?”

“Saya sudah tidak ingin makan sate lagi, Pak. Jadi, saya nanti tidak perlu diantar. Saya naik ojek seperti biasanya saja,” tolak Tiara sembari tertawa sedikit, untuk mengenyahkan rasa gugup yang datang tiba-tiba.

Daniel tidak menjawab. Ia menikmati sate yang kini berada dalam piring yang menjadi santapan siangnya. Ia heran sendiri, mengapa semua pilihan Tiara selalu saja enak? Ada apa dengan gadis itu? Apakah ini efek jatuh cinta? Semua pilihan orang yang kita cintai terasa begitu indah dan nikmat?

Tiga puluh menit kemudian, mobil sedan hitam panjang itu bergerak meninggalkan restoran kembali ke kantor pusat grup Andromeda. Tidak ada percakapan antara Daniel dan Tiara. Mereka berdua sibuk dengan pikiran sendiri, dan itu berlangsung hingga Daniel menghilang masuk ke ruangannya dan Tiara kembali sibuk dengan laptopnya.

Jam kantor masih dua jam lagi. Namun, suasana kantor sudah mulai riuh. Wajah yang tadi kusut mulai terlihat ceria. Waktu pulang seakan menjadi semangat baru untuk mengakhiri pekerjaan hari ini.

“Tia!” seru seseorang yang baru saja keluar dari lift.

“Pak David!” Tiara langsung berdiri dari duduknya, menyambut kedatangan sepupu Daniel yang selama ini berada di luar negeri.

Pria berusia tiga puluh tahunan itu tersenyum bahagia melihat Tiara. “Kamu tambah cantik saja, Tiara!” puji pria itu tanpa melepas tatapannya dari wajah Tiara yang juga tersenyum senang.

“Ah, Pak David bisa aja. Saya belum gajian loh, Pak!”

David terkekeh. “Dia ada di dalam?”

Tiara mengangguk. “Pak Daniel ada di dalam.”

“Oke. Aku setor muka dulu ya..”

Tiara terkekeh. Pria matang berkulit putih sedikit kemerahan itu selalu saja mampu membuat Tiara tertawa, seakan dia tahu semua lelucon terbaik yang dapat membuat seseorang kembali ceria. Rasa suntuk yang semula mengelilingi Tiara menghilang begitu saja, tanpa ia sadari.

“Aku dengar kalian akan berpisah.” David melangkah masuk ruangan Daniel tanpa mengetuk pintu, melenggang santai menuju sofa lalu menjatuhkan tubuhnya, melepas lelah yang mendera sejak dirinya berada di pesawat.

“…” Daniel hanya menatap sepupunya itu tanpa minat menjawab. “Kapan kamu pulang?”

David langsung tertawa keras. “Astaga, Daniel! Sepupumu yang tampan ini baru saja mendarat, dan merasakan empuknya sofa mahalmu ini.”

“Jangan suruh aku meladenimu di apartemenku!” tegas Daniel. Ia tidak mau rencana rahasianya terhadap Tiara, yang sudah ia susun sempurna, berantakan karena kehadiran sepupunya itu.

“C’mon, Niel! Apakah kamu sama sekali tidak rindu padaku?”

“Tidak!” tegas Daniel. Tatapan Daniel sangat tidak bersahabat.

“Oh, Daniel! Kamu sangat kejam! Sepupu macam apa kamu?!” omel David sesaat. Bukannya merasa kesal mendengar jawaban Daniel, David justru membaringkan tubuhnya di sofa lalu menutup wajahnya dengan bantal kursi. “Aku tidur dulu. Bangunkan aku jika Tiara datang untuk berpamitan. Aku ingin dia menemaniku makan malam.”

Wajah Daniel langsung memerah. “Tiara akan lembur! Ada banyak pekerjaan yang belum dia kerjakan hari ini. Dia harus mengetik draft perjanjian kerjasama. Tidak ada waktu untuk menemanimu meski itu hanya untuk membeli kopi di kafe seberang," jawab Daniel begitu ketus

“Baiklah kalau begitu. Aku akan menunggunya. Pesan online lalu makan bersamanya di sini pasti tidak kalah menyenangkan.” David mengucapkan kalimat itu begitu santai, mematik rasa kesal yang langsung memuncak di ubun-ubun Daniel.

“Kau ini!” geram Daniel. “Mengapa makhluk ini tiba-tiba ada di sini? Apakah mama yang menyuruhnya datang  untuk membujukku membatalkan perceraian dengan Puspita?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Suddenly Marry With The CEO   62. Menjauh

    Pemandangan yang sangat menyakitkan. Puspita tidak dapat melakukan apa-apa. Provokasi yang ia lakukan tidak berhasil memancing Tiara. Tiara justru mendapat dukungan dari Daniel yang tiba-tiba hadir diantara mereka."Sudah waktunya meninggalkan tempat ini. Ayo, kita pergi!" Daniel menarik tangan Tiara menjauh dari Puspita. Mereka meninggalkan Puspita yang masih syok dengan perlakuan mesra Daniel terhadap Tiara.Meski ada sedikit rasa bersalah di hati Tiara, tapi ia berusaha mengabaikannya. Sudah waktunya ia bersikap tegas terhadap siapa pun yang berusaha mengatur hidupnya, tidak terkecuali Daniel jika pria itu sudah melewati batasan yang ia buat.Mobil hitam Daniel meluncur meninggalkan tempat acara, menuju rumah kontrakan Tiara. Malam yang belum begitu larut, membuat Daniel merasa enggan meninggalkan Tiara sendirian di rumah. Ia masih ingin menghabiskan waktu dengan asisten pribadinya itu."Kamu sudah mengantuk?" Daniel menatap Tiara yang tengah memandang jalanan dari jendela samping.

  • Suddenly Marry With The CEO   61. Dia Memang Pantas Mendapatkannya

    "Bagaimana jika nanti malam kita langsung menikah?"Netra Tiara langsung membesar begitu Daniel menyelesaikan kalimatnya. Pria di depannya itu makin melantur saja bicaranya. Tiara berpikir cepat. Ia harus segera melakukan sesuatu agar bicara Daniel tidak semakin melantur."Pak?!""Ehm?" Ekspresi wajah Daniel berubah menjadi begitu lembut. Ekspresi teraneh yang pernah dilihat Tiara selama ia bekerja sebagai asisten pribadi Daniel."Bapak bicara sembarangan lagi, saya akan turun di sini dan pulang ke rumah saya!" ancam Tiara sambil mengambil ancang-ancang membuka pintu mobil."Aku tidak bicara sembarangan. Aku serius. Aku semakin tidak sabar untuk segera menikahimu."Tiara mendengus kesal. Ancamannya menguap begitu saja. Sama sekali tidak mengubah apa pun. Daniel masih dengan ajakannya mempercepat pernikahan mereka, hingga mobil yang dikemudian Budi berhenti di drop-off area."Kita di sini terus atau masuk ke dalam?" tanya Tiara melihat Daniel yang masih belum sadar jika mereka telah ti

  • Suddenly Marry With The CEO   60. Penyesalan Daniel

    Budi mengantar Monika dan Tiara ke apartemen Daniel. Mobil berwarma hitam itu melesat meninggalkan gedung Andromeda lebih awal dari seharusnya. "Kamu, apa yang kamu rasakan sekarang? Apakah kamu deg-degan, Tiara?" Monika menatap hangat Tiara yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Gadis itu sibuk memikirkan semua yang diucapkan Daniel. "Eh-Eng ... Apa?" Tiara terkejut. Ia tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti ini dari Monika. "Tampaknya kamu sedang banyak pikiran.""Ehmmm. Maaf.""Sepertinya kamu butuh yang segar-segar." Monika melirik mini market yang ada di deretan ruko, yang terletak tepat di samping lampu merah. Ia bersiap meminta Budi untuk menepikan mobil, tapi urung ia lakukan ketika sosok Puspita keluar dari mini market yang hendak ia tuju. Untung saja Monika belum memberi instruksi kepada Budi sehingga Tiara tetap tenang. Melihat jarak apartemen Daniel sudah dekat, Monika memutuskan untuk membeli minuman dan beberapa cemilan di supermarket yang ada di lantai

  • Suddenly Marry With The CEO   59. Lamaran Diterima

    "Apakah itu berarti lamaranku diterima?"Tiara menggeleng. "Tidak. Saya tidak pantas."Daniel mendengus. Ia menghembuskan napas dengan kasar. "Berarti, apa yang aku lakukan tadi belum bisa meyakinkan dirimu jika kamu sangat pantas untuk bersanding denganku?"Tiara bergeming. Daniel melepas dasinya. Ia membuka tiga kancing atas kemejanya dan menggulung lengan kemejanya hingga siku. "Baik. Sepertinya, kamu memang menginginkan bukti yang lebih nyata. Dan, jangan pernah salahkan aku, Tiara. Kamu yang meminta. Aku hanya memenuhi permintaanmu."Daniel mengikis jaraknya dengan Tiara. Ia menangkup pipi Tiara, lalu melabuhkan kecupan kasar ke bibir Tiara. Ia melampiaskan kekesalannya karena Tiara masih menolak niat baiknya."Hmmmph!" Tiara meronta. Ia memukul dada Daniel berulang kali dengan keras, meminta pria itu melepaskan bibirnya dan segera menjauh darinya."Bukankah ini yang kamu inginkah? Kamu ingin pembuktian jika kamu sangat pantas untuk menjadi istriku, bukan?" Daniel mulai bertind

  • Suddenly Marry With The CEO   58. Aku Harus Bagaimana?

    Tiara langsung mengangkat kepalanya. Ia paham tapi tidak paham dengan yang didengarnya barusan. 'Mengenalkanmu sebagai istriku?' Lelucon apalagi ini? "Pak?" Tiara menuntut penjelasan."Aku tidak perlu mengulangi lagi perkataanku. Apa yang kamu dengar adalah apa yang aku ucapkan. Dan - ..." Daniel berhenti sejenak, menatap Tiara, mengamati wajah cantik yang beberapa hari ini tidak dapat ia pandangi dengan puas, yang terkejut mendengar ucapannya."Dan sebagai wanita dewasa yang sangat cerdas, aku sangat tahu kamu paham dengan yang aku maksud. Jadi, tidak akan ada kalimat penjelas yang mengikutinya setelah ini," lanjut Daniel.Batin Tiara sontak berteriak. Tangannya mengepal. Emosi yang beberapa hari ini tidak muncul, kini kembali menggelegak. Ia membuang napasnya dengan kasar."Kalau begitu - ...." Tiara menatap Daniel dengan dingin. "Jika kamu hendak menyinggung lagi soal pengunduran diri, maka aku tidak akan mendengarkannya. Opsi itu tidak pernah ada dalam kamusku." Daniel memotong k

  • Suddenly Marry With The CEO   57. Sang Penyelamat

    Tiara diam seribu bahasa tatkala kedua orang tuanya mengantarkan kepergiannya sore itu. Lambaian tangan perpisahan dari Yanti dan Lukman, diabaikannya, sebagai bentuk protes atas pengusiran dirinya dari rumah masa kecilnya."Ibu akan sangat bahagia jika kamu bersedia mendengarkan perkataan ibu dan ayah. Ini bukan untuk kami, tapi ini semua akan kembali kepada dirimu sendiri. Hal yang besar tidak akan dapat diperoleh tanpa pengorbanan dan usaha yang besar pula. Jagalah diri baik-baik. Ibu dan ayah menitipkan kamu pada Daniel dan David. Mereka akan menjagamu."Kalimat pengantar tidur yang diucapkan Yanti, disaksikan dan didengarkan oleh dua sepupu yang bagi Tiara sangat menyebalkan itu, telah menjadi keputusan mutlak untuknya.Tiara kembali ke kota A, bersama Daniel dan David. Ia akan kembali bekerja di posisinya semula. Tidak ada yang dapat mengganti posisi Tiara, karena posisi itu dibuka oleh Daniel hanya untuk Tiara.Keesokan harinyaTiara datang bersama Daniel yang menjemputnya set

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status