LOGINTiara terjebak dalam perseteruan rumah tangga atasannya, tanpa ia ketahui. Secara mendadak, Daniel, sang atasan, melamar Tiara di tengah proses perceraian yang masih berlangsung, dan hal itu memancing amarah Puspita, mantan istri Daniel yang sebelumnya memiliki hubungan baik dengan Tiara. Akankah Tiara dapat terbebas dari jerat Daniel, yang terus mengejarnya? Dapatkah ia memperbaiki hubungannya dengan Puspita? Yuk,ikuti kisah mereka!
View MoreTiara menatap nanar buket bunga yang ia terima ketiga kalinya hari ini. Buket bunga mawar berwarna merah ikut memenuhi meja kerjanya, setelah sebelumnya datang buket bunga anggrek bulan dan bunga lily. Bukan rasa bahagia yang ia rasakan, melainkan rasa geram dan kesal.
Kata-kata yang tertulis di kartu ucapan begitu singkat tapi membuat Tiara malu. “Menikahlah denganku.”
Ya. Tiara menjadi wanita idaman lain, atasannya sendiri. Daniel White, CEO Andromeda Grup. Pria berusia tiga puluh tahun, berdarah campuran itu jatuh cinta pada asisten pribadinya sendiri. Rasa yang menurut Tiara salah sasaran, karena Daniel masih menyandang status sebagai suami dari seorang Puspita Anggraina, seorang desainer terkenal.
Tiara tidak tahu, jika Daniel sudah menjatuhkan talak pada Puspita dua bulan yang lalu dan mendaftarkan gugatan cerainya ke pengadilan, setelah usahanya untuk mempertahankan rumah tangganya, tidak berhasil.
Rasa cinta Daniel menguap bersama dengan kesabarannya atas sikap dan sifat Puspita yang cenderung menyepelekan Daniel. Wanita itu lebih mementingkan hubungannya dengan teman-teman sosialita dan rekan bisnisnya ketimbang Daniel, suaminya sendiri.
Kesabaran yang dimilikinya selama ini sudah habis. Pria itu mencoba mencari pengganti Puspita. Namun ternyata, dari sekian banyak gadis yang dikenal, yang berhasil menyita perhatiannya adalah asisten pribadinya sendiri, yang mulai bekerja padanya tiga tahun lalu.
Kini, Daniel memutuskan untuk menyatakan perasaannya pada Tiara secara terang-terangan, dengan melamar gadis itu untuk menjadi istrinya. Sebuah ajakan yang begitu tiba-tiba, membuat Tiara terkejut setengah mati. Lamaran yang membuat Tiara mengalami dilema, antara tetap bekerja di perusahaan itu atau mengajukan surat pengunduran diri secepatnya.
“Wah. Cantik sekali bunga-bunganya, Mbak Tiara. Pasti pria itu sangat mencintai Mbak Tiara,” ujar Anto, kepala personalia, yang siang itu menenteng map untuk diserahkan kepada Daniel. Pria itu menatap penuh takjub buket-buket bunga yang memenuhi meja asisten pribadi atasannya.
Tiara hanya memutar bola matanya. “Andai dia tahu identitas pengirimnya, pasti bibir tebalnya tidak akan berhenti berbicara,”rutuk Tiara dalam hati.
Anto, meletakkan map itu di hadapan Tiara. Namun dengan sigap, Tiara menyodorkan map itu kembali.
“Loh? Ada apa, Mbak Tiara? Ada yang salah dengan mapnya?” Anto terlihat bingung dengan tindakan Tiara barusan.
“Tidak ada apa-apa, Pak. Pak Anto silakan ajukan sendiri map ini. Mungkin Pak Daniel ingin menanyakan sesuatu terkait dengan dokumen di dalamnya.” Tiara malas menghadap Daniel, jadi ia memilih untuk menghindar sementara waktu.
“Betulkah? Baiklah kalau begitu. Pak Daniel tidak sedang sibuk’kan?” Anto kembali menerima map berwarna kuning dari tangan Tiara, dengan ragu.
“Tidak. Pak Daniel tidak sedang mengerjakan apa-apa. Cukup ketuk tiga kali, lalu tekan ke bawah kenop pintu, kemudian dorong masuk pintunya.” Tiara tersenyum di sela-sela rasa kesalnya terhadap Daniel.
Anto tertawa. “Kalau itu saya sudah tahu, Mbak Tiara.” Pria berusia awal empat puluh itu, lantas mendekat melakukan semua yang dikatakan Tiara hingga akhirnya masuk ke dalam ruangan pemimpin tertinggi grup Andromeda.
Kernyitan di alis Daniel terlihat jelas melihat yang masuk ke ruangannya bukan Tiara. “Tiara tidak ada di mejanya?” Suaranya sangat tidak bersahabat.
Suara Daniel yang penuh intimidasi membuat Anto seketika gugup. “A-Ada, P-Pak. Tapi, Mbak Tiara menyuruh saya menyerahkan dokumen ini langsung kepada Pak Daniel.”
Mendengar itu, mood Daniel langsung berubah. Ia tahu alasan mengapa Tiara menyuruh Anto untuk mengajukan sendiri proposalnya. Itu karena buket-buket bunga kirimannya.
Dugaannya ternyata meleset. Ia mengira Tiara akan sangat senang menerima buket-buket bunga darinya, karena ia selalu melihat ekspresi heboh Tiara ketika ia memesan buket bunga untuk Puspita setiap perayaan hari jadi mereka. Namun kenyataannya, Tiara justru tidak bahagia menerima buket-buket bunga darinya.
“Dasar gadis aneh! Apakah dia tidak suka bunga kirimanku? Bukankah para wanita menyukai bunga?” gumam Daniel pada dirinya sendiri.
Daniel membuka map kuning dengan kasar. Lima lembar kertas penuh ketikan yang berada di dalam map itu nyaris sobek, membuat Anto menahan napasnya. Bayangan ia harus mengetik ulang lembaran-lembaran itu, membuatnya harus menahan diri untuk tidak berteriak meluapkan rasa kesalnya.
“Penerimaan karyawan baru?”
“Betul, Pak Daniel. Ada empat posisi yang dibuka.” Anto menjelaskan dengan menundukkan kepalanya. Wajah tampan sang atasan sangat mengerikan siang ini.
“Hmm.”
Anto tercenung mendengar gumaman tidak jelas Daniel. ‘Apakah ada yang salah dengan proposalnya?’
“Apakah kamu melihat ada yang berbeda di meja asistenku?” Daniel bertanya tanpa mengangkat kepalanya. Ia tetap menatap lembaran di depannya meski dengan rasa malas.
“Emmmm-…” Anto ragu untuk menjawab. ‘Apakah yang dimaksud atasannya itu tiga buket bunga dengan rangkaian bunga berbeda?’ Tanya Anto pada dirinya sendiri.
“Memang ada barang lain yang membuat sesak mejanya?” Daniel seakan tahu ucapan apa yang Anto ucapkan pada dirinya sendiri. Ia semakin kesal karena tidak segera mendapat jawaban atas pertanyaannya.
“I-Iya, Pak. Buket bunga. Ada tiga buket bunga di sana. Tapi sepertinya, Mbak Tiara tidak menyukai bunga-bunga itu.” Anto menjawab dengan sangat jujur.
“Tidak menyukai? Maksudmu dengan tidak menyukai?” Daniel menyipitkan kedua matanya. Betulkah gadis itu menolak buket-buket kirmannya?
“Hmmm-Mak-Maksud saya, Mbak Tiara hanya diam menatap bunga-bunga tak berdosa itu, Pak.”
Daniel membuang napasnya dengan kasar. “Segera kembali ke ruanganmu!”
“Baik, Pak. Terima kasih.” Dengan langkah cepat, Anto meninggalkan ruangan Daniel. Ia gerah berada lama-lama di ruangan itu. Ketika tangannya hendak menekan kenop pintu, perintah Daniel membuatnya cepat-cepat menarik daun pintu berwarna hitam itu, melangkah dengan gesit ke meja Tiara.
“Mbak Tiara, ditunggu Pak Daniel di dalam.”
Tiara sontak mengangkat wajahnya, mengalihkan perhatiannya dari layar berukuran enam inchi di tangan kanan. “Ya?”
“Pak Daniel ingin berbicara dengan Mbak Tiara.” Anto dengan sedikit berbisik menyampaikan perintah Daniel pada Tiara.
“Dengan saya?” Rasa malas kembali datang.
Anto mengangguk, lalu meninggalkan Tiara begitu saja. “Sepertinya suasana hati pak bos sedang tidak baik-baik saja, Mbak Tiara,” seru Anto yang terdengar sayup-sayup di telinga Tiara.
Tiara bergeming di kursinya. Ia tidak langsung berdiri menyambut perintah itu. Tiara justru sibuk dengan pikirannya sendiri. ‘Apa yang akan aku katakan jika pak bos menanyakan bunga-bunga itu?’
“Sampai kapan kamu akan mengabaikan perintahku? Ada hal yang harus kamu kerjakan segera! Jangan buang-buang waktu hanya untuk memikirkan hal yang tidak ada gunanya!”
Tiara berjingkat kaget. Suara interkom hanya terdengar di lantai tujuh, tempat kantor Daniel berada. Mau tidak mau, Tiara bangkit dari kursinya. Ia berjalan pelan menuju ruang Daniel. Perasaan kesal dan malas untuk bertemu sang atasan, membuat Tiara memperlambat langkahnya.
“Tiara! Apakah kamu sengaja mengajakku untuk bermain-main? Aku tidak punya cukup waktu untuk meladenimu!”
Pemandangan yang sangat menyakitkan. Puspita tidak dapat melakukan apa-apa. Provokasi yang ia lakukan tidak berhasil memancing Tiara. Tiara justru mendapat dukungan dari Daniel yang tiba-tiba hadir diantara mereka."Sudah waktunya meninggalkan tempat ini. Ayo, kita pergi!" Daniel menarik tangan Tiara menjauh dari Puspita. Mereka meninggalkan Puspita yang masih syok dengan perlakuan mesra Daniel terhadap Tiara.Meski ada sedikit rasa bersalah di hati Tiara, tapi ia berusaha mengabaikannya. Sudah waktunya ia bersikap tegas terhadap siapa pun yang berusaha mengatur hidupnya, tidak terkecuali Daniel jika pria itu sudah melewati batasan yang ia buat.Mobil hitam Daniel meluncur meninggalkan tempat acara, menuju rumah kontrakan Tiara. Malam yang belum begitu larut, membuat Daniel merasa enggan meninggalkan Tiara sendirian di rumah. Ia masih ingin menghabiskan waktu dengan asisten pribadinya itu."Kamu sudah mengantuk?" Daniel menatap Tiara yang tengah memandang jalanan dari jendela samping.
"Bagaimana jika nanti malam kita langsung menikah?"Netra Tiara langsung membesar begitu Daniel menyelesaikan kalimatnya. Pria di depannya itu makin melantur saja bicaranya. Tiara berpikir cepat. Ia harus segera melakukan sesuatu agar bicara Daniel tidak semakin melantur."Pak?!""Ehm?" Ekspresi wajah Daniel berubah menjadi begitu lembut. Ekspresi teraneh yang pernah dilihat Tiara selama ia bekerja sebagai asisten pribadi Daniel."Bapak bicara sembarangan lagi, saya akan turun di sini dan pulang ke rumah saya!" ancam Tiara sambil mengambil ancang-ancang membuka pintu mobil."Aku tidak bicara sembarangan. Aku serius. Aku semakin tidak sabar untuk segera menikahimu."Tiara mendengus kesal. Ancamannya menguap begitu saja. Sama sekali tidak mengubah apa pun. Daniel masih dengan ajakannya mempercepat pernikahan mereka, hingga mobil yang dikemudian Budi berhenti di drop-off area."Kita di sini terus atau masuk ke dalam?" tanya Tiara melihat Daniel yang masih belum sadar jika mereka telah ti
Budi mengantar Monika dan Tiara ke apartemen Daniel. Mobil berwarma hitam itu melesat meninggalkan gedung Andromeda lebih awal dari seharusnya. "Kamu, apa yang kamu rasakan sekarang? Apakah kamu deg-degan, Tiara?" Monika menatap hangat Tiara yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Gadis itu sibuk memikirkan semua yang diucapkan Daniel. "Eh-Eng ... Apa?" Tiara terkejut. Ia tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti ini dari Monika. "Tampaknya kamu sedang banyak pikiran.""Ehmmm. Maaf.""Sepertinya kamu butuh yang segar-segar." Monika melirik mini market yang ada di deretan ruko, yang terletak tepat di samping lampu merah. Ia bersiap meminta Budi untuk menepikan mobil, tapi urung ia lakukan ketika sosok Puspita keluar dari mini market yang hendak ia tuju. Untung saja Monika belum memberi instruksi kepada Budi sehingga Tiara tetap tenang. Melihat jarak apartemen Daniel sudah dekat, Monika memutuskan untuk membeli minuman dan beberapa cemilan di supermarket yang ada di lantai
"Apakah itu berarti lamaranku diterima?"Tiara menggeleng. "Tidak. Saya tidak pantas."Daniel mendengus. Ia menghembuskan napas dengan kasar. "Berarti, apa yang aku lakukan tadi belum bisa meyakinkan dirimu jika kamu sangat pantas untuk bersanding denganku?"Tiara bergeming. Daniel melepas dasinya. Ia membuka tiga kancing atas kemejanya dan menggulung lengan kemejanya hingga siku. "Baik. Sepertinya, kamu memang menginginkan bukti yang lebih nyata. Dan, jangan pernah salahkan aku, Tiara. Kamu yang meminta. Aku hanya memenuhi permintaanmu."Daniel mengikis jaraknya dengan Tiara. Ia menangkup pipi Tiara, lalu melabuhkan kecupan kasar ke bibir Tiara. Ia melampiaskan kekesalannya karena Tiara masih menolak niat baiknya."Hmmmph!" Tiara meronta. Ia memukul dada Daniel berulang kali dengan keras, meminta pria itu melepaskan bibirnya dan segera menjauh darinya."Bukankah ini yang kamu inginkah? Kamu ingin pembuktian jika kamu sangat pantas untuk menjadi istriku, bukan?" Daniel mulai bertind






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews