Sementara di tempat lain. Dua orang pria tampan sedang berjalan di tengah lautan manusia di bandara. Mereka sedang menuju sebuah gate pesawat yang akan membawanya terbang untuk melakukan perintah sang kakek. Keduanya sangat tampan dengan kacamata hitam yang bertengger di atas hidung bangirnya.“Kenapa orang tua itu menyuruhmu melakukan pekerjaan tidak penting ini? Sepertinya dia tahu akhir-akhir ini kau kebanyakan bermain-main.” Komentar Jonathan, asisten pribadi Adrian itu sudah biasa mengatakan apapun yang ingin diucapkan dan Adrian tidak masalah dengan itu. Jonathan bukanlah pegawai biasa. Dia istimewa dan direkrut langsung oleh Adrian. Hubungan mereka terjalin sudah lima tahun lamanya, jadi mereka tidak sekedar atasan dan juga bawahan. Jonatan adalah pria yang sangat bisa diandalkan. Dia bisa melakukan apa saja untuk Adrian ‘APA SAJA’, dan pria itu selalu puas dengan pekerjaanya.“Bagaimana keadaannya, apa dia sudah bangun?” tanya Adrian, dia mengabaikan komentar Jonatan sebelumny
“Kak …? Ka Adrian?” Suara manjanya sedikit hilang dan berganti dengan kekesalan. Naissa mencebikan bibirnya.Jonathan yang ada di sebelah Adrian melirik kemudian menggelengkan kepala. “Akh, Ya. Ada apa?” tanya Adrian. Sejak tadi entah kenapa Adrian terus-terusan memikirkan Lalita. Membuatnya sedikit hilang fokus. ‘Apa yang sedang dilakukannya sekarang?’.“Jadi, sejak tadi kamu tidak mendengarkanku?” ucapnya dengan wajah yang berubah sendu.Naissa merupakan cucu angkat kakeknya yang sangat dimanjakan. Dia cucu perempuan satu-satunya dari mendiang sahabat kakeknya yang sangat berjasa selama masa hidupnya. Kini Naissa bisa menjadi salah satu artis terkenal pun tidak luput dari campur tangan gerald Respati dan juga Adrian sebagai kaki tangannya.“Maaf, ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku. Kamu siap-siap saja dulu.” Adrian menurunkan tangan Naissa yang masih bergelayut di lengannya. “Aku akan bertemu salah satu klien dulu. Salah satu orang ku akan menemanimu. Kita akan bertemu l
“Rupanya kau masih ingat untuk pulang,” sindir Greyson kakeknya. “Untung saja aku masih memiliki cucu perempuan ini yang selalu menemani hari-hari tuaku.” Kake Grey merentangkan tangannya.Naissa berhambur kepelukan kakeknya. “Kakek jangan galak-galak, nanti kak Adrian tidak mau datang kesini lagi,” ucapnya dengan manja.“Kedua cucu laki-lakiku selalu sibuk, mereka tidak pernah memiliki waktu untuk berkumpul dengan kakek tua ini.” Greyson menghela napas. Salahnya yang selalu keras pada Adrian dan banyak menuntut ini dan itu. Ada sedikit rasa sedih di hatinya karena hubungan diantara mereka hanyalah melulu tentang bisnis. Ada jarak tak kasat mata diantara mereka. Keduanya memiliki karakter yang mirip, sama-sama pria yang keras dan sulit menunjukan kasih sayang satu sama lain.“Makan malam sudah siap, bagaimana kalau kita lanjut acara kangen-kangenan ini di meja makan saja?” Seorang wanita setengah baya menginterupsi mereka. Tampilannya terlihat lebih muda dibandingkan dengan usianya. D
Jemari lentik Naissa bermain diatas dada Adrian, membentuk pola benang kusut. Sedangkan pandangan matanya mengunci pada mata Adrian.Bibir gadis itu merekah, dia tersenyum kegirangan karena rencananya berhasil. Namun sedetik kemudian ekspresinya berubah."Berhenti!" perintah Adrian penuh dengan penekanan. Matanya terpejam, dadanya naik turun. Dia mencoba menormalkan kembali nafasnya yang kian memburu. Naissa menulikan pendengarannya. "Tidak boleh. Tidak boleh gagal," gumamnya sambil menggelengkan kepala. Bukannya berhenti, gerakan tangannya malah semakin cepat. Dengan gesit dia buru-buru membuka kancing kemeja Adrian."Aku bilang, Hentikan!" Adrian menggenggam pergelangan tangan Naissa kemudian menjauhkan dari tubuhnya."Kenapa … kenapa kak Adrian menolakku?" bisik Naissa lemah sambil menunduk. Kedua telapak tangannya mengepal dengan kuat.Karena tidak urung mendapat jawaban, wajahnya mendongak menatap Adrian dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa di matamu aku lebih buruk daripada perem
“Selamat siang, selamat datang di toko kami,” sapa Lalita dengan antusias kepada sepasang pengunjung yang baru saja masuk ke dalam tokonya. Dia senang karena pengunjung wanita yang baru datang itu merupakan salah satu pelanggan VIP di tokonya. Pelanggan wanita itu berjalan melenggang dengan dagu yang terangkat sambil mengedarkan pandangannya mengamati sekitar. Namun, ekspresinya berbeda dengan pria yang ada di sebelahnya. Entah kenapa sedari tadi pria itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis yang sejak tadi berbicara antusias sambil menunjukan barang ini dan itu. Hingga akhirnya pandangan mereka bertemu. Mata dengan tatapan setajam elang itu bertemu dengan doe eyes milik Lalita. Hanya sepersekian detik pendangan mereka terkunci sebelum akhirnya Lalita terkesiap. Mata bulatnya mengerjap-ngerjap, sedikit salah tingkah setelah beradu pandang dengan pria yang ada di depannya. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Mari, Kak Celin.” Lalita kemudian mengarahka
Deretan wanita cantik bertubuh tinggi semampai, dengan body yang aduhai kini sedang berdiri berjajar. Mereka hanya memakai pakaian dalam super seksi. Mereka juga berlenggak-lenggok dengan percaya dirinya. “Kayanya gue juga kalau punya body kaya mereka-mereka gitu, bakalan PD abis meski dilihat jutaan mata cuma pake kancut doank,” ucap teman Lalita dengan pandangan penuh kekaguman dan iri dengki. “Duuh, buka dikit, jos,” gumam temannya satu lagi sambil tetap fokus memelototi pemandangan indah di depannya. Air liur di mulutnya bahkan hampir saja akan menetes ketika menyaksikan model-model cantik itu. “Dasar mesum!” Lalita menoyor kepala Randy. “Hati-hati tuh, bola mata lo bentar lagi jatoh,” sindirnya lagi. “Please deh, jangan kebanyakan ngimpi, mereka pake begituan dibayar ratusan juta. Nah, elo. Kalo pake gituan, gue jamin bakalan di kira cewek stress yang frustasi karena susah jodoh.” Lalita menyampirkan tangannya di pundak Icha sambil sebelah tangannya lagi menunjuk salah satu m
“Gue nggak salah alamat kan, ya?” gumam Lalita sambil melihat kembali alamat yang tadi di kirim oleh nomor adiknya. Dia belum masuk parkiran, saat ini dia hanya menepikan motornya di pinggiran trotoar depan club Holyshit.Lalita kemudian menelpon kembali nomor adiknya dan untungnya langsung tersambung tanpa harus menunggu lama.“Saya sudah di depan, kalian di mana?” tanya Lalita.“Adik kamu ada di dalam. Langsung masuk saja, orang kami akan menunggumu di pintu masuk.” Setelah mengatakan itu, sambungan telepon pun langsung ditutup.Mulut Lalita masih terbuka karena akan mengatakan sesuatu tapi buru-buru di urungkannya setelah tahu sambungan teleponnya sudah terputus. Dia hanya bisa memandangi ponselnya dengan kesal sambil sedikit mencebikan bibir merah alaminya.“Buset deh, padahal kan gue belum selesai ngomong. Lagian kenapa mesti ke dalem sih,” rutuk Lalita.Lalita kemudian menyalakan kembali motornya dan masuk ke area parkir. Dia sempat kebingungan karena tidak ada satupun motor yan
“Aku tidak akan lapor polisi jika kalian mau bertanggung jawab dan mau membayar ganti rugi. Terutama dia,” tunjuk Adrian pada Lucky yang kini langsung bersembunyi di balik punggung Lalita.“Dia yang membawa motor itu dan menabrak mobilku,” lanjutnya lagi.Lalita syok, pantas saja mereka bisa menabrak. Setahunya, adik laki-lakinya itu belum lancar membawa motor. Kenapa bisa adiknya berani berkendara di jalan raya begitu. Lalita langsung berbalik dan menatap sengit pada adiknya.“Tadi aku di suruh bawa motor Ilham karena dia habis minum. Tapi aku beneran nggak sengaja melakukan semuanya,” cicit Lucky begitu mendapatkan tatapan intimidasi dari kakaknya.“Kamu—” Lalita kehabisan kata-kata. Dia meremat tangannya sendiri karena gemas sekaligus kesal pada adik satu-satunya itu.“Aku tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja jika kamu tidak bersedia membayar uang ganti rugi,” ucap Adrian yang kini sudah berada di sebelah Lalita.Lalita menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatin