Share

BAB 3 - Rasa Yang Tak Asing

Aksa berbelok ke koridor menuju tempat fasilitas sekolah berada. Seperti perpustakaan, lab komputer, lab sains, green house, dan UKS. Tempat populer yang selalu ramai dikunjungi kebanyakan murid disana. Selain dekat dengan kantin sekolah, area itu banyak ditumbuhi pepohonan rindang dan sebuah taman kecil yang terdapat beragam jenis bunga di wilayah tropis, hingga menghadirkan suasana sejuk.

Ran berjalan mengekor di belakang Aksa, sembari mengamati bunga-bunga itu. Meskipun bukan pertama kali ia melihatnya, pesona yang dikeluarkan oleh bunga-bunga itu tidak pernah membuat bosan. Terlebih lagi ia juga seorang penikmat bunga.

Kondisi UKS sekolah kosong, dan tidak ada guru piket yang biasanya menjaga ketika jam pelajaran berlangsung.

Ketika Ran melangkah masuk ke dalam UKS, langsung tercium bau karbol yang menyengat penciumannya. Karbol sendiri adalah pembersih non detergen yang mengandung disenfektan. Cairan ini hampir mirip dengan sabun pembersih lantai, namun karbol memiliki kegunaan lebih banyak terutama mencegah perkembangbiakan kuman.

Biasanya cairan ini digunakan untuk membersihkan dapur, kamar mandi atau kandang hewan peliharaan. Karbol sendiri juga digunakan di rumah sakit. Itu sebabnya rumah sakit memiliki bau yang khas.

Ran memperhatikan setiap sudut ruangan dan perabotan yang ada di dalam UKS dengan kagum. Ia sendiri memang jarang ke UKS. Pertama kalinya saat masa orientasi siswa pada pengenalan lingkungan sekolah. Setelahnya ia hanya lewat di depan UKS ketika akan menuju kantin sekolah, bersama teman-temannya.

Sekalipun sekolah Ran bukan termasuk sekolah bergengsi, fasilitas yang tersedia cukup lengkap. Penataan ruangannya juga rapi dan indah karena terdapat kerjinan tangan murid yang dipajang di sana, sebagai bentuk penghargaan.

Tiga ranjang UKS diletakkan di sebelah kanan ruangan yang dibatasi oleh gorden penutup pada setiap bed. Meja periksa diletakkan tak jauh dari bed UKS. Di sebelah meja periksa ada timbangan dan stature meter atau pengukur tinggi badan. Di depan bed UKS terdapat lemari tempat menyimpan obat - obatan.

Obat – obatan itu sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu obat luka luar dan untuk diminum. Tiga tandu ditumpuk rapi, di sebelah lemari tak jauh dari pintu untuk memudahkan saat keadaan darurat terjadi. Dari semua fasilitas itu, fasilitas yang paling disukai oleh para anggota PMR adalah adanya AC di sudut ruangan. Mengingat Indonesia negara beriklim tropis dengan suhu panas, AC sangat membantu untuk menciptakan suasana nyaman dalam ruangan karena udaranya yang sejuk.

Aksa meletakkan buku dan tumpukan soal yang ia bawa di meja UKS. “Cari tempat duduk yang nyaman,” ujarnya pada Ran.

Ran berjalan menghampiri bed yang paling dekat dengan meja UKS. Ia duduk dengan hati – hati, karena lututnya akan sakit jika ditekuk. Kedua matanya mengikuti tubuh Aksa yang sedang memilih obat. Dalam hati ia merasa bersyukur karena tidak diberi hukuman oleh guru itu, melainkan mendapat pertolongan untuk lukanya.

Dengan gugup, Ran membuang pandangan ke segala arah seolah tidak terjadi apa – apa, ketika Aksa berjalan kearahnya.

Aksa meletakan nampan di sebelah Ran, sembari menarik kursi ke dekat bed yang muridnya itu duduki.

Ran hampir berteriak ketika merasakan cairan alkohol yang guru itu tuangkan pada lukanya.

“Wanita tidak boleh meninggalkan bekas luka ditubuhnya. Jika ada luka, kamu harus rawat dengan baik,” ujar Aksa sembari mengobati luka Ran dengan telaten dan hati – hati.

Kalimat yang baru saja Aksa ucapan menghangatkan hati Ran. Mendengar kalimat itu, membuatnya teringat pada Venus. Seorang anak laki – laki yang pernah menjadi sahabatnya tatkala ia masih tinggal di panti asuhan.

Ran tidak punya teman selain Venus, karena dulu ketika ia pertama kali masuk panti asuhan kepribadiannya sangat buruk. Anak temperamental, penyendiri dan murung. Venus merupakan satu – satunya anak yang berani mengajaknya bicara. Venus juga telah mengembalikan senyumnya. Senyuman yang telah lama hilang akibat trauma atas tragedi yang menimpa keluarganya delapan tahun lalu. Venus juga yang mengajarinya tentang rasa syukur, hingga bias lebih

Mengingat tentang Venus, tiba – tiba rasa sesak menggerogoti hati Ran. Air mata mulai turun membasahi pipinya tanpa sempat ia kontrol. Venus menghilang tanpa kabar, semenjak diadopsi. Surat terakhir yang ia dapatkan, terjadi lima tahun lalu sebelum ia bertemu dengan Nenek Mariyati.

Aksa mendongakkan kepala menatap Ran ketika mendengar isak tangis gadis  itu. “Ran ada apa? Apakah begitu sakit?” ujarnya dengan khawatir.

Ran menggelengkan kepala, lalu menutup wajahnya. Tangisnya semakin menjadi, ketika Aksa menegurnya. Antara rasa malu dan sedih, campur aduk menjadi satu.

Aksa kebingungan bagaimana harus merespon keadaan itu.

“Ran jika memang ada yang mengganggu dirimu, kamu bisa bercerita. Atau perlu saya panggilkan guru BK wanita agar kamu lebih nyaman?” kata Aksa dengan lembut.

Ran menggeleng, lalu berkata, “Ji-jika sa-saya sudah menangis, sa-saya susah berhenti. Saya mohon maaf."

Aksa bangkit dari duduknya sembari membereskan obat – obatan, dan membuang kapas bekas darah Ran ke tempat sampah. Setelah mengembalikan obat-obatan itu kembali, ia menuju ke almari penyimpanan makanan dan minuman. Lantas ia mengambil sebotol air mineral dan berjalan kembali ke tempat Ran berada.

“Kalau begitu, ini minum dulu,” ujar Aksa sembari menyodorkan botol dengan tutup yang sudah ia buka.

“Terimakasih Pak,” jawab Ran sembari menerima botol itu dan meminum airnya, berharap tangisnya berhenti.

“Kenapa kamu menangis?” tanya Aksa kemudian.

Ran terdiam sembari mengusap air matanya. Ia menyesal telah menangis barusan, karena jika ditanya alasannya ia tidak bisa menjelaskan itu. Jika bercerita, secara tidak langsung ia akan menceritakan masalah pribadinya. Ia bukan tipe orang yang dengan mudah berbagi masalah pribadi pada orang lain. Bahkan kepada sahabatnya sekalipun. Sampai detik ini hanya Nenek Mariyati dan Venus yang tahu setengah dari kisahnya.

Ran menggendong tas ranselnya kembali sembari turun dari ranjang UKS.

“Saya mohon maaf atas kejadian barusan. Namun saya tidak bisa menjelaskan apa –apa. Terimakasih sudah membantu saya hari ini. Saya mohon agar bapak tidak mengingat kejadian barusan. Sekali lagi maaf, saya sudah merepotkan bapak,” kata Ran, membuka suara setelah berdiam selama beberapa detik.

“Baiklah, jika kamu sudah merasa baikan tolong bawa soal – soal yang tadi saya bawa ke kelas kamu. Bagikanlah pada teman kelas, kumpulkanlah sore ini sepulang sekolah. Kamu bertanggung jawab atas tugas itu. Saya tunggu di ruang guru. Pagi ini saya tidak mengajar karena ada keperluan, jadi tolong kendalikan kondisi kelas.”

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Ran terangkat membentuk bulan sabit. Ia sangat senang karena jam pertama ini tidak akan ada pelajaran. Setidaknya ia bisa menghabiskan waktu kosong itu untuk mengembalikan suasana hati.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ayu
Bisa ngerasain rasa sedihnya Ran:(
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status