“Ibu!!!” teriak Ran di depan pintu rumah.
Seketika, pintu yang tertutup itu terbuka, memunculkan sosok seorang wanita berumur tiga puluh tahun yang wajahnya terlihat letih.
“Ini semua, apa Ran?” tanya wanita itu yang terkejut melihat tas belanjaan tergeletak di tanah.
“Aku akan ceritakan nanti Bu, ayo bantu aku memasukkan barang – barang ini ke dalam, segera sembunyikan sebelum Ayah datang.”
Kemudian, dua perempuan itu saling bekerja sama untuk menyimpan barang di area yang sulit dijangkau. Namun ketika mereka menemukan frozen food, mereka bingung akan diletakkan dimana. Mereka tidak punya lemari pendingin, dan frozen food adalah jenis makanan yang cepat basi jika tidak diletakkan di suhu dingin.
“Sepertinya kita harus menjual ini sebagian Ran, uanngnya kita tabung. Daripada basi disimpan lama – lama. Kalo dititipkan di tetangga, tidak enak,” ujar Ibunya memberi saran.
Ran mengangguk setuju. Apapun yang ibunya ucapkan, Ran akan selalu menurut. Selama ia hidup, ia tidak pernah membantah ibunya. Hidup mereka sudah cukup sulit, jika ibunya dibebankan oleh kenakalan atau ketidak patuhannya, itu akan tambah membebani.
Setelah selesai menata barang – barang itu, Ran bergegas ke kamarnya untuk membersihkan diri dan membawa perlengkapan sekolah serta pakaian pemberian Raka. Seharian ia terpapar polusi dari debu kendaraan yang membuatnya bau dan sangat kotor. Tubuhnya juga terasa gatal dan tidak nyaman. Sedangkan Ibu Ran, tengah sibuk di dapur menyiapkan masakan dengan bahan yang dibawa putri semata wayangnya.
Beberapa menit kemudian, masakan sudah jadi bersamaan dengan Ran yang telah selesai mandi. Bau minyak telon dan aroma beri dari bedak bayi menguap di seluruh ruangan. Bau khas, yang disukai Ran.
Kemudian, Ran dan Ibunya duduk untuk menyantap masakan bersama. Entah sudah berapa lama mereka tidak merasakan malam yang nyaman tanpa kekurangan bahan seperti itu. Setelah dua hari hanya makan umbi – umbian, mereka bisa merasakan nasi yang hangat di meja.
“Ran, ayo cerita, bagaimana kamu mendapatkan itu semua?”
Ran lekas menelan makanan yang dia kunyah, lalu menjawab, “Aku bertemu seorang pria yang begitu baik Bu, dia yang membelikan itu semua. Tadi ketika aku mengamen, aku bertemu dengan dia. Dia mengajakku mengunjungi swalayan yang dulu pernah kita kunjungi. Sebenarnya aku ingin menolak, namun dia bilang aku tidak boleh menolak pemberian orang. Dan hari ini aku hanya mendapat sedikit uang untuk membeli beras, jadi aku terima saja pemberiannya itu.”
Ibu Ran, meraih tangan mungil putrinya dan mengusapnya pelan. “Ran, maafkan Ibu membuatmu berada dalam kesulitan. Membuatmu harus menanggung masalah yang seharusnya ditanggung orang tua. Maaf kamu harus lahir dari rahim dari orang seperti diriku,” katanya terdengar putus asa.
Ran bangkit dari duduknya dan memeluk wanita yang paling ia cintai itu. Ia mengusap punggung Ibunya dengan penuh kasih yang tengah meneteskan air mata. “Ibu, aku sudah dewasa. Kita keluarga, dan sudah menjadi kewajibanku menjaga Ibu, karena sejak dulu Ibu sudah merawatku. Jangan khawatir,” katanya.
Hal yang paling murah hati diciptakan oleh Tuhan adalah kebahagiaan. Rasanya begitu manis, seperti gulali yang menghangatkan hati setiap anak kecil. Sesederhana itu, sampai tidak memerlukan bentuk apapun untuk menciptakan sebuah kebahagiaan. Cukup ada seseorang disisimu yang menanggung beban bersamamu untuk menuju satu tujuan bersama. Ketika lelah saling menguatkan, dan ketika bahagia saling merangkul.
Malam itu, hujan menjadi saksi kebahagiaan Ran dan Ibunya. Musim yang paling Ran sukai, dan momen yang Ran akan sukai berkolaborasi. Dan itu akan menjadi memori tak terlupakan bagi Ran.
Tak selang dari kebahagiaan anak dan ibu itu berlangsung, datang sebuah guntur yang berbunyi begitu keras. Guntur itu membawa seorang pria yang tiba – tiba mendobrak pintu rumah mereka dengan wajah penuh amarah.
“Ran dimana kau!” teriak pria itu.
Ran yang mendengar namanya dipanggil oleh sang ayah, lantas berlari menghampiri suara itu. Jika ia tidak bergegas, ayahnya akan lebih marah. Mendengar gertakan itu saja, membuat Ran tergagap dan tidak bisa menolak panggilannya.
Ran menuju ruang tengah yang sekarang berantakan karena diobrak – abrik oleh ayahnya. Itu adalah pemandangan yang tidak lagi mengejutkan. Barak rusak, luka lebam di badan dan bentakan sudah biasa dilakukan oleh pemabuk itu.
“Ada apa Ayah?” tanyanya.
Pria itu menghampiri Ran dengan perlahan, kemudian berdiri tepat di depan gadis itu. Tangan kanannya terangkat membelai pipi tembam Ran. “Anakku yang cantik sudah dewasa,” katanya.
Seketika Ibu Ran yang datang dengan nafas terengah – engah menarik Ran ke belakang tubuhnya. “Ran, kembalilah ke kamarmu.”PLAKK!!
Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Ibu Ran, hingga wanita itu terjatuh di lantai.
“Wanita jalang!! Beraninya kau melawanku,” kata Ayah Ran sembari menginjak punggung Ibu Ran dengan kakinya yang masih beralaskan sepatu.Ran berteriak histeris dan menghampiri ibunya. Namun, belum sempat ia membantu wanita itu berdiri, tangannya kembali ditarik oleh lengan kekar Ayahnya. Kemudian ia diseret menuju ke kamar, ruangan yang biasa menjadi saksi penyiksaan pria itu padannya dan Ibunya.
Ibu Ran lantas bangkit, dan berlari merebut Ran. “Jangan sentuh Ran, pukuli saja aku, jangan sakiti anakmu, aku memiliki sejumlah uang yang bisa kau pakai,” katanya.
Menyadari hal itu, Sudirman lantas menendang perut istrinya, hingga membuat wanita itu terjatuh lagi di lantai.
Hati Ran serasa diremuk melihat Ibunya diperlakukan seperti itu. Ia bahkan tidak membayangkan betapa sakit yang didapat oleh wanita itu.
“Tolong Ayah, jangan sakiti kami, ingatlah kami masih keluargamu,” kata Ran dalam isak tangisnya.
Sudirman tak menggubris ucapan anaknya. Keras kepalanya sudah berada di puncak dan tidak bisa diredakan lagi. Minuman keras yang ia konsumsi telah menjadi iblis, yang mengendalikan dirinya.
Ran mengikuti Ayahnya dengan pasrah. Kadang ketika sedang beribadah, ia bertanya kepada Tuhan kenapa di dunia ini harus ada orang jahat. Padahal, setiap manusia yang baru lahir adalah makhluk suci. Rahim yang menjadi rumahnya sejak dari embrio ke janin, juga dipenuhi doa. Begitu diberkati bagai mentari pagi yang memberi kehidupan pada bumi. Lalu kenapa iblis merasuki jiwa – jiwa suci itu?
Sudirman mengunci pintu dengan penuh amarah. Kemudian ia meleparkan semua barang yang ada di kamar itu dan melontarkan makian pada Ran.
Air mata Ran mengering. Kini ia hanya menatap Ayahnya dengan penuh rasa kasihan. “Kasihan dirimu, sampah!” katanya tiba – tiba.Sudirman menatap Ran dengan tajam, kemudian ia melayangkan pukulannya ke pipi Ran dan membuat gadis itu terjatuh. “Sialan!! Aku akan menjual tubuhmu agar menghasilkan lebih banyak uang,” katanya.
***Ran tertawa hingga suaranya menggema di ruangan itu. “Pria tidak becus, hanya bisa memeras dan kasar pada wanita,” balasnya. Kalimat barusan berhasil mendorong amarah Sudirman lebih jauh. Sehingga Sudirman mendorong Ran hingga terbentur dinding, dan melucuti pakaian putri semata wayangnya itu. “Kau akan tau rasanya, nikmatilah... sayang sekali jika tubuhmu tidak kunikmati lebih dulu sebelum diberikan pada para saudagar itu,” kata Sudirman. Kepercayaan diri yang tadi Ran bangun, menjadi porak – poranda atas perlakuan Sudirman barusan. Ia tahu apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya, karena ia pernah membaca kisah seorang anak yang dilecehkan oleh Ayah kandung sendiri. Ia bahkan tidak menyangka, dirinya akan mengalami hal serupa. Mungkin makian dan pukulan dari pria itu masih bisa ia terima. Namun, tindakan barusan telah melukai bagian terakhir dan paling berharga baginya. Tubuh Ran membeku, ketika angin yang masuk dari jendela kamar itu membelai s
Setelah membuat dirinya sendiri dan Pak Aksa jatuh dari tangga, Ran menatap guru itu dengan penuh sesal. "Maafkan saya," ujarnya. "Tidak masalah Ran, ayo berdiri," balas Pak Aksa sembari membantu Ran untuk bangkit. Kalimat barusan tidak membuatnya lega, dan semakin merasa bersalah. Perasaan itu disusul kembali dengan tangisannya yang semakin menjadi - jadi. "Aku ingin mati saja, aku gak berguna, kenapa aku harus lahir? Kenapa aku harus hidup? Aku selalu menyusahkan orang lain," teriak Ran seketika dengan meledak - ledak. Tanpa banyak kata, Aksa lantas menarik Ran dalam pelukannya. Namun Ran langsung mendorong Aksa, menolak pelukan itu. Ran berlari di ujung ruangan dan berjongkok sembari memukul - mukul kepalanya sendiri dengan keras. Ia meneriakan bahwa dirinya ingin mati secara berulang - ulang. Aksa menyusul Ran dan berjongkok tepat di depan gadis itu. Dengan lembut ia meraih dua tangan Ran yang menyakiti kepalanya send
Kinan berjalan ke depan cermin sebelah lemari pakaiannya. Ia diam menatap pantulan wajahnya, dengan tatapan kosong. Wajah cantiknya telah dipoles oleh sentuhan make up dari tangan profesional. Rambut sebahunya disulap menjadi sanggulan modern, berhiaskan sirkam rambut dengan permata yang menyilaukan. Ia mengenakan knee length a line dress berwarna biru donker, dengan renda di sekitar dada. Sepatu hak setinggi 5 cm berwarna silver kecoklatan terpasang manis di kakinya. "Apakah ada yang kurang Nona?" ujar penata rias Kinan yang kini berdiri di sebelahnya. Kinan tersenyum tipis sembari menggeleng. Terdengar suara decitan pintu terbuka, diiringi langkah kaki seseorang yang hentakan haknya menggema di kamar Kinan. “Kamu cantik sekali Kinan, Ben akan menyukaimu,” kata wanita itu. Seorang pria yang berjalan di sebelah wanita itu mendekati Kinan, dan berkata, "Putri Ayah sudah besar, kamu cantik sekali." "Terimakasih, Ayah juga sangat menawan
Sunny turun dari motornya dengan terburu - buru tanpa melepaskan helm yang ia kenakan. Kemudian ia melangkahkan kakinya masuk ke sebuah restoran ayam goreng yang cukup terkenal di kalangan anak muda. Selain harganya yang worth it bagi kantong pelajar dan mahasiswa, cita rasa ayamnya beraneka ragam. Terbukti seluruh tempat duduk penuh dengan pembeli. Bahkan di depan kasir ada deretan panjang pengunjung yang mengantri untuk memesan. Restoran itu buka dari pukul sepuluh pagi hingga sembilan malam. Seorang pria, menyambut Sunny dengan senyuman ramah. Pria itu mengenakan seragam dan sebuah topi berlogo restoran tersebut. Tak lupa, sebuah tag nama menempel manis di dada sebelah kanan pria itu, yang bertuliskan Rendi. "Mbak ojol kita udah sampai nih? Mau ambil orderan?" tanya Rendi "Iya, seperti biasa." Kemudian Rendi meraih dua paperbag yang berisi pesanan dari customer Sunny, dan memberikannya pada gadis itu. "Pembayaran lewat e-wallet ya
Aksa membulatkan matanya, ketika mendapati Ran yang muncul di balik pintu rumahnya. Pakaian yang ia berikan pada gadis itu, wujud aslinya telah berubah. Kaos hitam berlengan panjang, menjadi lengan pendek dengan model crop top. Celana training panjang menutup mata kaki, menjadi di atas mata kaki.Ran menutup pintu rumah gurunya itu sesuai intruksi. Kemudian ia berjalan dengan langkah panjang, menghampiri gurunya.“Emm bajunya tadi sangat besar di badan saya Pak, jadi saya ubah sesuai style saya, karena saya merasa tidak pede mengenakannya. Saya akan ganti harga bajunya, apakah tidak masalah?”“Cantik,” balas Aksa singkat, lalu masuk ke dalam mobil.Ran bengong di tempatnya, dan menatap ke satu arah yang sama.Kemudian Aksa menurunkan kaca mobilnya dan berkata, “Ayo masuk.”Dengan gugup Ran berlari menuju pintu mobil yang berada di seberang, lalu masuk ke dalam. Ketika ia memposisikan diri duduk di kursi mo
“Syukurlah tidak ada luka serius pada tubuh Sunny. Hasil rontgen pada bagian tulang rusuk Sunny juga bagus, tidak ada yang patah. Rasa nyeri di perutnya terjadi akibat dinding perut yang tadi terbentur, dan luka pada kaki juga tangan bisa diobati dengan obat luar secara rutin setiap dua kali sehari,” jelas dokter pada Ran dan Aksa. Ran hanya diam menatap Sunny sembari menggenggam tangan mungil gadis itu dengan air mata yang masih mengalir. Sambungan telepon yang Ran terima tadi adalah kabar dari saksi tempat Sunny mengalami kecelakaan. Ia dan Pak Aksa langsung bergegas menuju TKP setelah mendapatkan kabar itu. Mereka sampai tepat waktu ketika ambulance dan polisi datang untuk menyelidiki. Ternyata dari cctv salah satu toko yang ada di jalan itu menunjukkan Sunny dikejar oleh dua orang bermotor, kemudian terjadi keributan antara mereka. Salah satu motor terlihat menyenggol motor yang Sunny kendarai, hingga Sunny terjatuh dan tidak sadarkan diri. "Baik, terimak
Dokter Indra, dokter yang tadi merawat Sunny, dengan gugup memimpin Aksa dan polisi tadi menuju ke ruangannya.Di sepanjang koridor rumah sakit itu, beberapa perawat dan pasien yang lewat menatap penuh dengan kesinisan. Keributan beberapa waktu lalu membuat pasien di IGD panik dan ketakutan. Satpam saja tidak berani melerai, karena mengetahui siapa yang saat itu sedang dihadapinya.Sesampainya di ruangan yang dituju, dokter Indra membukakkan pintu untuk Aksa dan polisi itu."Maaf hanya ini tempatnya Tuan," kata dokter Inda kepada Aksa."Tidak masalah, ini hanya sebentar," jawab Aksa, kemudian bergegas masuk dengan sangat siap atas segala opininya.Sebelum Aksa mencapai tengah ruangan, langkah kakinya seketika terhenti. Ia disambut oleh seorang pria bersetelan jas rapi, yang sedang duduk di kursi tamu dengan menyilangkan kakinya. Pria itu menatapnya dengan senyuman angkuh dan meremehkan."Kemari duduklah Aksa," ujar pria itu.Aks
"Makasih Pak untuk tumpangannya," kata Ran pada sopir yang dikirim Aksa untuknya dan Sunny."Sama - sama, mari saya bantu," balas sopir itu sembari membantu Sunny keluar dari mobil.Sunny dan sopir itu berjalan menuju rumah Sunny. Sedangkan Ran mengikuti di belakang sembari membawa helm dan tas yang Sunny bawa. Motor Sunny sedang dibawa ke kantor polisi untuk penyelidikan.Nenek Mariyati yang sudah dikabari sejak di jalan tadi tetap kaget melihat keadaan Sunny yang sedikit pincang dengan perban di kepala. Wanita paruh baya itu lantas menghampiri Sunny dan membantu pak sopir untuk membawa gadis itu ke dalam rumah.Sunny memilih menginap di rumah Ran sampai ia pulih. Jika ia pulang dalam keadaan itu, akan menambah kekhawatiran Ibunya yang sudah memiliki banyak beban. Dan beruntung Ibunya memperbolehkan untuk menginap di rumah Ran, tanpa meminta penjelasan detail, sekalipun itu kali pertama ia menginap di luar.Dengan terburu - buru Ran membukakan pin