Share

Surat Wasiat Istriku
Surat Wasiat Istriku
Author: Meriatih Fadilah

1. Istri Siri

last update Huling Na-update: 2023-11-15 12:39:02

“Menikahlah dengan suamiku, Lis, aku mohon. Hanya kamu yang bisa mewujudkan mimpiku. Apakah kamu tidak ingin menolong Mbakmu ini?” pintanya dengan wajah memelas.

Gadis itu masih terpaku diam dan tentu saja syok. Dia tidak mengerti apakah ini suatu anugerah atau kesialannya. Tak dipungkiri ketampanan suami Farah bisa membuat hati kaum hawa yang lain meleleh tapi tidak dengan Falisha yang tidak mau terlalu dekat dengan Fathan yang  wajahnya hampir mendekati sempurna itu.

“Lisha Sayang, kamu mau kan, aku juga sudah memberitahukan kepada Mas Fathan dia juga sudah setuju melakukannya dan tinggal dari kamu saja, atau anggap saja ini permintaan terakhirku dan setelah itu aku tidak akan meminta yang lain, aku mohon,” desak Farah yang kini semakin dibanjiri air mata.

Falisha semakin terpojok. Dia tidak bisa melihat Farah menitikkan air mata sedikit pun. Baginya Farah adalah sosok pengganti ibunya yang telah menelantarkan dirinya sewaktu masih kecil.  Farah memungutnya dari jalanan saat melihat gadis kecil itu ketakutan, meringkuk di pojokan karena di tuduh mencuri di sebuah pasar waktu itu.

Berkat Farah, Falisha mampu menjadi gadis yang pintar dan baik, mengenal pendidikan dan tata krama. Dari dasar itulah Falisha tak mau membuat kakaknya sedih meskipun permintaannya itu sangat mengejutkannya

Bagi Farah  ini adalah satu-satunya cara untuk bisa mendapatkan keturunan, meskipun bukan dari rahimnya sendiri.

“Lis, jangan diam saja, atau begini saja kita akan membuat kesepakatan. Mbak akan melakukan apa saja untukmu, bagaimana?”

Falisha melirik. “Apa pun?”

“Iya apa pun yang kamu minta, Lis,” jawab Farah tersenyum.

“Oke, aku lakukan demi Mbak Farah bukan yang lainnya,” celetuk Falisha. Dengan senang hati Farah menyetujui dan memeluk adik angkatnya.

Seminggu kemudian mereka pun melangsungkan akad nikah. Tidak banyak yang hadir dalam acara itu karena sengaja untuk disembunyikan. Hanya beberapa saksi dan Mbok Ijah pembantu setia mereka. Tak ada pesta apa pun. Balutan kebaya putih yang terlihat sederhana tapi tak menutupi kecantikan wajah Falisha yang natural.  Falisha akhirnya bisa merasakan apa itu pernikahan yang tak akan pernah terwujud dengan kekasihnya sendiri. Kini Falisha harus menerima kenyataan kalau sekarang dirinya sudah berstatus kan istri dari seseorang meskipun hanya dengan pernikahan siri.

“Terima kasih,” ucap pria bertubuh tegap itu setelah melakukan hubungan layaknya suami istri.

Falisha  hanya mengurai senyuman mendengar suara berat darinya,  meskipun tubuhnya masih terasa sakit di bagian inti.  Pria tampan itu menjauh dan meninggalkan Falisha yang masih terkulai lemas di ranjang tanpa sehelai benang pun.  Hanya selimut tebal yang Fattan   tutupi  sebelum meninggalkan Falisha untuk menyelimuti dirinya.

Air mata kembali menetes entah apa yang dirasakan wanita yang masih berusia dua puluh satu  tahun itu. Selain tubuh hatinya pun masih belum terobati karena perselingkuhan yang dilakukan oleh sang kekasih.

Kesepakatan itu yang selalu dia pikirkan. Tak ada kata cinta atau kasih sayang layaknya suami istri sungguhan.

“Mas Fattan  bukan milikku seutuhnya, dia milik Mbak Farah, sadar Falisha kamu hanya dituntut untuk melahirkan anak mereka. Aku harus ikhlas kasihan  Mbak Farah menjadi bahan gunjingan di keluarga Mas Fattan. Apalagi jika keluarga besar Mas Fattan tahu sebenarnya kalau ...  ah sudahlah!”

Falisha menghela napas panjang dan berusaha menggerakkan tubuhnya sedikit demi sedikit. Pengalaman pertama kali bercinta dengan lawan jenis membuatnya sedikit trauma meskipun pria tampan itu melakukannya dengan lembut.

Falisha tak mengelak bercinta dengan kakak ipar dan suami  yang baru dia nikahi tiga hari yang lalu dan ini pun sudah ketiga kalinya mereka berhubungan tapi Falisha masih saja terasa sakit.

“Kamu akan mendapatkan kebahagiaan Neng, mungkin nanti setelah semua rasa sakit yang kamu alami, suatu hari nanti ada seorang pria yang akan menerima kamu apa adanya. Mungkin juga Tuan Fattan?” goda Mbok Ijah tersenyum saat datang ke kamar Lisha.

“Mas Fattan? Nggak Mbok dia milik Mbak Farah, aku tidak mau menjadi duri dalam rumah tangganya,  apalagi aku di sini hanya membantu mereka untuk mendapatkan seorang anak. Aku tidak mungkin mencintai Mas Fattan. Dan mereka berjanji untuk membantuku membalas dendam kepada orang itu yang berani berselingkuh di belakang ku!” jelasnya sedikit berapi-rapi.

Mbok Ijah tersenyum dan menatap lekat bola mata Lisha. Tangan Mbok Ijah menarik dagu wanita cantik itu. 

“Neng Lisha mulai jatuh cinta dengan Den  Fattan?” tanya Mbok Ijah penasaran.

Falisha terdiam dan kembali berusaha beranjak dari ranjang. Dia tidak memedulikan perkataan Mbok Ijah barusan malah  memilih untuk pergi ke kamar mandi meskipun jalannya masih tertatih-tatih.

***

Rumah besar itu membuat Falisha malah terasa sesak. Apalagi dia harus membaginya dengan Farah, kakak angkatnya yang sudah seperti saudara kandung. Tinggal satu atap dan setiap malam Fattan akan menghabiskan malamnya bersama sang suami dan setelah selesai maka Fattan akan kembali ke kamar istrinya yaitu Farah. Kamar mereka hanya bersebelahan.

Hari-hari  Falisha lalui dengan ikhlas. Falisha menyulap dirinya menjadi ibu rumah tangga yang baik. Melaksanakan kewajiban sebagai istri, membuat masakan yang memang hobi Falisha dari kecil. Baik Fattan dan Farah tidak memperbolehkannya bekerja diluar sebelum Falisha  memang betul-betul hamil dan melahirkan anaknya.

Sampai beranjak dua bulan akhirnya Falisha  dinyatakan hamil. Sepasang suami istri itu pun sangat bahagia. Falisha diperlakukan bak ratu dan di manja, tidak boleh melakukan aktivitas apa pun yang berat menurut mereka berdua. Falisha  sangat bahagia sekaligus sedih karena akhirnya bisa mengandung. Hal yang tidak akan pernah Farah bisa lakukan karena dirinya tidak bisa memberikan keturunan karena rahimnya sudah diangkat akibat kecelakaan tiga tahun yang lalu saat mereka masih menjadi sepasang kekasih. Karena kecelakaan itu juga membuat Farah menjadi lumpuh sehingga harus menggunakan kursi roda.

Farah sangat memperhatikan kesehatan Falisha dan bayi di dalam kandungannya. Apa pun yang Falisha minta selalu dituruti.

“Falisha?” panggil Farah saat melihat sang adik angkat termenung duduk di halaman belakang.

“Mbak Farah? Kenapa keluar? Angin di sini nggak bagus untuk kesehatan Mbak, kita masuk yuk, Falisha sudah mau masuk juga kok,” ajak Falisha mengambil alih kursi roda itu tapi tangan itu segera digenggam oleh Farah.

“Lis, apakah kamu ingat saat aku menemukan kamu duduk di tepi danau sendirian?” tanya Farah pelan.

Falisha mencoba mengingat masa lalunya  bersama Farah. Wajahnya kembali tersenyum saat membayangkan apa yang pernah dikatakan olehnya akhirnya menjadi kenyataan.

“Mbak, aku juga baru sadar kalau yang Mbak katakan sekarang terjadi, apa Mbak Farah  seorang peramal?” selidik Falisha sambil tersenyum.

Farah ikut tersenyum dan menyenderkan kepalanya di tangan Falisha .

“Kamu benar Sayang, waktu itu Mbak pernah bilang kalau kamu akan menikah dengan suami Mbak juga dan ternyata sekarang kita memang mempunyai suami yang sama dan bolehkah Mbak meminta satu lagi dari kamu?” tanya Farah lembut.

“Apa Mbak?” tanya Falisha penasaran.

“Bisakah kamu mencintai Mas Fattan  seperti Mbak? Kamu bisa memulai hidup yang baru bersama Mas Fattan,  lupakan orang yang telah mengkhianati kamu itu, balas dendam itu tidak baik Sayang, apa yang kamu harapkan dari balas dendam, lagian dia juga sudah menikah dengan wanita lain dan kamu pun sudah menikah dengan Mas Fattan, terus apa yang ingin kamu balas, apa kamu akan bahagia? Kenapa kamu tidak membuka hatimu untuk Mas Fattan?”

Mata Falisha membulat sempurna antara terkejut dan dilema dengan harinya sendiri.

“A—apa yang Mbak Farah katakan? Bukankah kita sudah menyepakati semuanya? Dan kenapa Mbak Farah mengubah keputusan lagi, dan jika Mas Fattan tahu dia akan marah. Lagian aku dan Mas Fattan tidak saling mencintai hubungan kami hanya untuk bisa mendapatkan anak dan setelah itu aku akan pergi ke kehidupan kalian!”

“Kamu tidak mencintai Mas Fattan?” tanya Farah menatap lembut adiknya.

“Dan Mbak Farah rela membagi cinta dengan wanita lain?” tanya balik Falisha membalas tatapan sendu Farah.

“Aku rela karena waktuku tidak banyak dan aku memilihmu sebagai penggantiku nanti,” sahut Farah tersenyum kecil.

“Ngomong apa sih Mbak? Sudah ah mulai dingin, Ayuk kita masuk!” Falisha kembali mendorong kursi rodanya sampai ke kamar.

Mereka tidak tahu kalau perbincangan mereka ternyata didengar oleh Fattan yang tidak sengaja melewati halaman belakang.

“Aku hanya melakukan atas permintaan Farah, aku harus menghilangkan rasa itu,” gumam Fattan dalam hati sambil mengepalkan tangannya.

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
icher
keren kak Thor
goodnovel comment avatar
Safiiaa
keren Thor
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Surat Wasiat Istriku    92. Lelah

    “Mbok di mana Mas Fattan?” tanya Farah pelan.“Belum pulang Bu,” jawab Mbok Ijah singkat. Farah melirik ke jam dingin yang terpajang cantik di dalam kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, membuat Farah sedikit khawatir. Namun, sesaat kemudian kekhawatiran itu berangsur sirna dikala dia mengingat kalau ada wanita lain yang biasa menemaninya. “Apa yang Bu Farah pikirkan?” Mbok Ijah menemani Farah di dalam kamar.“Mas Fattan pasti dengan Syakira. Mbok apakah Mas Fattan mencintai Syakira, sepertinya mereka saling mencintai? Apakah Syakira adalah cinta pertama Mas Fattan?” tanya Farah mulai bimbang. “Enggak Bu, mereka hanya teman masa kecil. Dulu Syakira pergi dari kehidupan Den Fattan saat mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Ayah Syakira ditugaskan di Semarang saat Syakira berusia sembilan tahun dan Den Fattan berusia dua belas tahun. Setelah itu mereka tidak pernah saling menghubungi atau bertukar kabar. Kalau sekarang Mbok enggak tahu juga apakah Den Fatta

  • Surat Wasiat Istriku    91. Kecewa

    “Jika kamu mencintainya kenapa kamu dulu pergi meninggalkannya? Kenapa Syakira? Kenapa kamu malah pergi dari kehidupan Mas Fattan dan kenapa kembali disaat Mas Fattan sudah menikah denganku?” Farah menghujaninya begitu banyak pertanyaan yang dari dulu ingin sekali dia tanyakan kepada Syakira.Syakira terdiam sesaat sambil menatap sendu wanita di hadapannya dan kemudian kembali tersenyum sebelum berbicara. “Aku kembali bukan karena ingin merebut Mas Fattan dari kamu, Mbak. Aku kembali karena langkah kakiku yang menuntunku sampai ke sini. Apakah ini yang bisa dibilang sebuah takdir? Bahkan berkat kerja kerasku selama ini akhirnya kembali ke sini dan bertemu Mas Fattan. Aku hanya ingin menjadi temanmu, Mbak dan berbagi apa saja jika Mbak mau. Aku juga bisa menjadi teman curhat dan menjadi pendengar yang baik,” jelasnya.“Kata-katamu sungguh manis dan cukup mengesankan. Apa yang kamu inginkan Syakira? Kehidupanku atau cinta suamiku?” tanya Farah pelan. “Hanya Mbak Farah yang tahu jaw

  • Surat Wasiat Istriku    90. Kejujuran Syakira

    Fahri pun mengangkat ponsel itu dengan sedikit malas. “Halo, Pi? Ada apa?”“Fahr? Di mana mami? Kenapa kamu yang angkat telepon mami? Apa mami baik-baik saja?” “Kenapa Papi mencari mami? Untuk sekarang mami enggak bisa diganggu. Papi urus saja pekerjaan penting Papi itu!” “Fahri! Halo ...halo!” Terdengar suara Fahri memutuskan sambungan telepon itu. Kecewa dan marah itu yang dirasakan olehnya. Tak lama kudian ponsel Farah kembali berbunyi. Takut membangunkan Farah sehingga Fahri langsung mematikan ponsel itu. “Untuk apa Papi mengetahui keadaan mami? Papi lebih sayang dengan pekerjaan tante pirang itu,” gerutu dalam hati sambil menatap lekat wajah Farah yang semakin tirus dan pucat. Fahri mengecup kening Farah. Seharusnya bukan anak kecil itu yang menunggu di rumah sakit, tapi anak kecil itu memohon kepada pihak rumah sakit untuk bisa tidur dengan Farah dalam satu ruangan. Ingin menemaninya dalam tidur. Fahri begitu menyayangi Farah dan tak ingin berpisah sedetik pun apalagi

  • Surat Wasiat Istriku    89. Kebencian Fahri

    “Mami kenapa Mbok?” tanya Fahri semakin cemas.Farah masih mengatur napasnya perlahan-lahan. Dia berusaha untuk bisa meredam sakit hatinya saat melihat penampakan di sana.Mbok Ijah terlihat panik. Begitu juga dengan Mang Ujang yang langsung ingin menggendong Farah untuk masuk ke dalam mobil kembali. Namun, entah kenapa pandangan wanita paruh baya itu ternyata melihat sang majikan pria yang sedang bahagia bersama wanita lain yang tidak lain adalah Syakira.“Den Fattan?” Mbok Ijah terdiam sesaat. Fahri pun menengok dan mendengarkan ucapan Mbok Ijah. Apalagi pandangan Mbok Ijah tertuju ke satu arah. Fahri mengikuti arah pandangan wanita paru baya itu. Dan benar saja papinya sedang bersama dengan wanita lain. Tentu saja membuat hati Fahri begitu sakit, marah melihat mereka begitu dekat seperti yang dia lihat saat di ruangan papinya sendiri.“Pa—Papi ada di sini juga? Bukannya papi bilang kalau ada urusan mendadak di kantor tapi kenapa ada di sini bersama Tante itu?” kesalnya dan ingin

  • Surat Wasiat Istriku    88. Hampir Pingsan

    Hari-hari pun berlalu seperti biasa. Farah pun sudah terbiasa dengan kedatangan Syakira ke rumahnya. Entah itu tentang pekerjaan atau hanya sekedar bertamu. Syakira berusaha untuk menjadi teman dekat Farah dan membuatnya merasa nyaman . Namun, tidak dengan Fahri yang mulai risih dengan kedatangan Syakira. Anak kecil itu tidak terlalu suka jika Syakira sering datang ke rumahnya. Bahkan di hari libur pun Syakira tidak absen untuk bisa jadi di tengah keluarga mereka. Seperti saat ini Fahri yang sudah sedikit melupakan tentang masalah mainan robot itu, kini sedikit terobati saat Fattan berniat untuk mengajak mereka ke pantai. Fahri sangat bahagia karena susah lama mereka tidak pergi berlibur bersama-sama.Dengan penuh semangat Fahri menyiapkan semua keperluan nya sendiri. Mulai dari baju ganti sampai makanan atau camilan untuk di sana. Anak kecil itu begitu Mandiri dia bisa menyiapkan segala kebutuhannya sendiri karena Fahri berpikir untuk tidak merepotkan ibunya yang sering sakit-sak

  • Surat Wasiat Istriku    87. Kedatangan Syakira Meresahkan

    Sudah tiga hari Farah masih terbaring di rumah sakit. Tubuhnya begitu lemas. Panas dingin kembali menyelimuti dirinya. Meskipun sudah mendapatkan kenangan yang maksimal tapi tubuh kurus itu semakin lemah. Matanya terlihat cekung dengan bibir sedikit pecah. Wajah pucat seperti mayat hidup. Farah menahan rasa sakit semuanya sendiri karena tidak ingin menjadi beban suaminya lagi sehingga dia pun menyembunyikan penyakitnya sendiri. Farah kembali mengingat masa lalu yang begitu romantis disaat Farah masih terlihat segar dan cantik. Fattan begitu memuji kecantikan dan sangat mencintai Farah. Bahkan dia teka menentang keluarga besarnya untuk bisa menikah dengan wanita yang miskin.Keluarga Fattan tidak menyukai pilihan Fattan tapi tidak bisa menolak pilihan Fattan karena begitu menyayangi Fattan. Mereka berdua pun menyembunyikan rahasia besar kalau Farah tidak akan bisa mempunyai anak dari rahimnya karena rahim Farah sudah diangkat karena rusak akibat kecelakaan sebelum mereka menikah.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status