Bab 15: Hampir ditabrak
Rizky berjalan pantas memasuki Gedung Asemka. Matanya meliar mencari kelibat dan keberadaan Safiyya. Sudah sepuluh menit Rizky mencari gadis itu tetapi dia tetap gagal untuk menemukan Safiyya. Butir peluh mula menghiasi dahi Rizky. Dengan kasar, dia mengesat peluh di dahinya sebelum butiran peluh itu menetes jatuh.
"Ke mana sih gadis itu pergi? Apa jangan-jangan ada perkara buruk sudah terjadi padanya? Ya Allah, lindungilah gadis aneh itu dari bahaya. Biarpun aku tidak suka sama sikapnya yang gila itu tapi kalau sampai terjadi apa-apa padanya, aku bisa dibunuh sama Papa. Aku masih mau hidup, Tuhan." ucap Rizky dengan nada memelas.
Rizky mula berkacak pinggang. Pikirannya buntu dan dia sudah habis pikir di mana lagi dia perlu mencari keberadaan Nona Safiyya itu. Tiba-tiba hidungnya menangkap bau parfum yang sangat dia kenal. Bau parfum itu semakin lama semakin kuat dan saat itu juga, matanya menang
Bab 16: Kembali bertemu Vivian❤️Di tempat parkir mobil, Vivian terus menghampiri Safiyya dan meninggalkan Robert. Rizky pula menghampiri Robert untuk mengobrol dengan lelaki itu."Fiya! Tadi kau ke mana aja? Aku pikir kau berada di belakangku. Tiba-tiba kau hilang. Malah, Rizky juga turut menghilang. Apa jangan-jangan kalian mau berjalan-jalan berdua lalu meninggalkan aku sama Robert? Jujur padaku. Kalian berkencan secara rahasia, kan?" tuduh Vivian dengan nada mengusik."Kau yang meninggalkan aku, Vivy. Aku sepatutnya sadar bahwa pasangan suami istri seperti kau dan Robert perlukan privasi. Jadi, aku tidak perlu mengikuti kalian berlibur di sini. Lebih baik aku berehat di kamar hotel aja." balas Safiyya.Gadis itu masih merajuk dengan sikap Vivian terhadapnya. Vivian memeluk sisi tubuh Safiyya."Aku mohon maaf, ya Fiya. Tadi aku terlalu bersemangat sekali saat berbelanja di
Bab 17: Masjid IstiqlalMereka sudah tiba di China Town Market. Vivian dan Robert sudah melangkah turun dari mini van tetapi Safiyya masih tetap duduk membatu di kursi penumpang di sebelah Rizky. Kelakuan aneh Safiyya itu mengundang rasa ingin tahu dalam diri Rizky. Namun, lelaki itu tidak mahu jika Robert menganggap pertanyaannya itu nanti sebagai satu cara untuk mendekati Safiyya sehingga memberi harapan palsu kepada gadis itu. Jadi, lelaki itu berkeputusan untuk bertanya dengan nada paling dingin yang boleh dia ucapkan."Kamu kenapa? Apa kamu tidak mau turun?" tanya Rizky dengan nada dingin tanpa melihat wajah Safiyya.Kedinginan dalam nada suara Rizky membuat Safiyya menatap Rizky dengan tatapan aneh. Dia keliru dengan perilaku Rizky yang sering berubah-rubah. Safiyya merasa lelaki itu sengaja memandang ke depan untuk mengelakkan mereka bertemu pandang seolah-olah jijik untuk menatap wajah Safiyya. Safiyya mend
Bab 18: NekatHani Alisya sedang berbaring dalam posisi meringkuk di atas kasur. Tubuhnya terlindung dalam selimut tebal. Dia mengubah posisi tidurnya menjadi posisi telentang. Matanya terbuka luas merenung siling kamar. Kepalanya sudah tidak pening lagi. Pikirannya sudah jernih dan emosinya lebih stabil dibanding semalam. Dia melihat ke dalam selimut. Hatinya lega setelah dia melihat tubuhnya berbalut pajamas (baju tidur). Dia segera bangun dari pembaringan dan turun dari kasur menuju ke pintu kamar. Belum sempat dia mahu menyentuh tombol pintu, pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Orang itu tidak lain adalah Arvin Rafael, pemilik cintanya.Hani hanya berdiri tegak di situ saat matanya menangkap sosok tubuh Arvin, satu-satunya lelaki yang dia cintai. Hani hanya membiarkan saja ketika lelaki itu mendatanginya lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Entah mengapa, hatinya merasa sebak secara mendadak saat ini. Air mata yang berkumpul di pelupuk mat
Bab 19: Peristiwa Yang Memalukan.Safiyya masuk ke dalam toilet wanita. Saat dia membuka celana dalamnya, dia melihat sesuatu yang membuatkan matanya terbuntang luas.'Ya Tuhan, aku datang 'bulan' (menstruasi atau haid). Aduh, aku terlupa untuk membawa pembalut. Bagaimana nih? Aku tidak boleh keluar dari sini. Celana aku juga sudah kotor dengan kesan darah.' batin Safiyya.Jika ditanya apa perasaan Safiyya kala itu, sudah pasti rasa takut, cemas dan gelisah bercampur menjadi satu perasaan. Akal pikirannya sudah menemukan jalan buntu. Ya, Safiyya tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan pada siapa dia harus meminta pertolongan. Lebih malang lagi, tiada orang yang masuk ke dalam toilet ketika itu."Oh iya. Aku harus menelepon Vivy sekarang dan bertanya kepadanya apa dia ada membawa pembalut dalam tas yang dia tinggalkan di dalam mini van." kata Safiyya dengan perlahan.S
Bab 20: Lelaki yang berbudi."Oke. Aku mengerti. Aku tahu aku salah sama kamu. Dari kata-katamu barusan aku bisa menebak bahwa kamu sudah lama menyimpan kemarahan terhadap perilaku aku. Jadi, aku mohon maaf kepadamu. Kamu bisa saja melunasi hutang bicara kasar terhadapku. Tapi, aku mohon kepadamu Rizky. Selesai sholat Zuhur, tolong ambilkan tas Vivian dan hantar kepadaku. Aku menunggumu di sini. Aku tutup panggilan ini dulu." ujar Safiyya."Aku…"Belum sempat Rizky menghabiskan kata-katanya, Safiyya telah menamatkan perbualan mereka dengan mematikan panggilan telepon."Gadis ini selalu bersikap aneh dan persis seperti anak-anak yang suka merajuk. Sebelum dia memberitahu Papa atau Vivy soal ini, lebih baik aku pergi menolongnya." kata Rizky sebelum menuju ke tempat parkir mobil.Setelah Rizky berjalan dengan cepat dan sesekali dia berlari, akhirnya dia sampai di tempat p
Bab 21: GosipSementara menunggu Rizky selesai sholat Zuhur berjamaah, Safiyya bersandar di pintu kursi penumpang mini van sambil berbicara dengan Vivian lewat panggilan telepon."Hari ini adalah hari yang sangat memalukan bagi aku, Vivy. Aku terpaksa meminta bantuan Rizky untuk mengambil tas kau yang ada dalam mobil. Jujur saja, aku tidak mau meminta bantuannya tapi aku sudah tidak kuat untuk terus berlama-lama di dalam toilet." ujar Safiyya dengan perasaan malu."Tidak mengapalah, Fiya. Kau cuma rasa malu pada hari ini saja. Lagipun, Rizky itu cuma mau menolongmu. Biarpun aku tidak menyangka bahwa dia akan membantumu seperti itu, tapi dia sudah membuktikan hal yang sebaliknya." ucap Vivian sebelum mengeluh perlahan."Vivy, sebenarnya tas kelabu ini memang milikmu? Tadi, kau bilang tasmu berwarna hitam. Tapi, Rizky memberi tas kelabu kepadaku. Apa aku yang salah mendengar ucapanmu
Bab 22: Pertunangan yang terlerai. 💔Rizky sedang fokus memandang ke arah jalan sementara Safiyya asyik melihat pemandangan lewat jendela minivan. Sedikit pun dia tidak memandang ke arah Rizky dan Rizky juga lebih tenang tanpa ada gangguan kata-kata sinis dari Safiyya.Biarpun kenyataan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan pemikiran Rizky. Karena lelaki itulah yang sering menyakiti hati Safiyya melalui bicara mahupun perbuatan. Tiba-tiba ponsel milik Rizky berdering keras. Dengan tenang, dia menjawab panggilan telepon itu menggunakan AirPods."Halo, Hani. Ada apa, Sayang?" tanya Rizky dengan nada lembut."Riz. Malam ini kamu ada kerja gak? Jika gak ada, aku mau ketemu sama kamu. Ada hal penting yang harus kita bicarakan berdua," kata Hani dengan tenang."Malam ini aku ada waktu. Jadi, aku bisa ketemu sama kamu. Jika kamu tidak keberatan, kita bisa ketemu di restoran
Bab 23: Mabuk dalam kedukaan.Rizky sedang duduk di bar sambil meneguk minuman keras yang sudah pasti mengandungi alkohol dan bisa memabukkan si peminum. Namun, Rizky tidak peduli. Dia mahu melupakan segala masalah dan menenangkan badai kegalauan yang melanda dirinya.Rentak musik dan bunyi bising di klub malam itu sedikit pun tidak menganggu ketenangan Rizky. Lagi pula, dia sudah tidak berpijak di bumi nyata saat itu karena dia telah hanyut dalam lautan kesedihan yang menguasai diri dan akal sehatnya.Rizky meraih ponselnya dari poket seluar. Dia mencari nomor Robert dan tanpa sadar, dia terus menekan butang memanggil (call). Beberapa detik kemudian, panggilannya dijawab Robert."Halo, Bro. Kenapa kau telepon malam-malam begini? Berisik, tahu! Yah sudah, aku mau tidur. Besok saja kita ngobrol," marah Robert.Hati Robert diserang perasaan sebal karen