Bab 5: Ketahuan
Namun tanpa sempat Rizky mengecup bibir gadis itu, tiba-tiba lif terbuka. Safiyya lega. Dia segera menolak tubuh Rizky menjauh dari tubuhnya. Tubuh Rizky yang tidak bersedia dengan tindakan pantas Safiyya itu berundur beberapa langkah ke belakang. Tapi apa yang mengejutkan Safiyya, orang yang sedang berdiri di hadapan pintu lif saat itu adalah… VIVIAN! Sahabatnya!
'Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku bakalan mati jika Vivian mengabarkan hal ini kepada Abang Mikail!' batin Safiyya.
Safiyya masih terkaku berdiri di situ. Dia dan Vivian masih berpandangan antara satu sama lain. Masing-masing memasang wajah yang penuh rasa kaget. Rizky memandang kedua gadis itu dengan pandangan bingung tetapi dia tidak berkata apa-apa.
"Oh maaf. Kalian pasti sedang sibuk. Aku tunggu lift yang lain saja." Vivian berbicara sambil tersenyum mengusik. Matanya tepat memandang ke arah Safiyya yang wajahnya sudah semerah buah tomat.
"Tidak, Vivian. Ini bukan seperti yang kau bayangkan," ujar Safiyya dengan kesal.
Safiyya segera mengambil tasnya yang terletak di atas lantai lif.
"Ini semua salah kamu! Dasar lelaki gila!" marah Safiyya saat memandang wajah Rizky.
Sempat Safiyya memijak sepatu sebelah kanan milik Rizky dengan keras sebelum berjalan keluar dari lif.
"Auhh!" teriak Rizky dengan keras. Jelas dia berada dalam kesakitan yang amat sangat.
Safiyya meninggalkan Rizky yang masih mengaduh kesakitan. Belum sempat Rizky ingin menarik lengan Safiyya, pintu lif tertutup rapat. Safiyya mengejar langkah Vivian lalu menarik lengan perempuan itu. Langkah Vivian terhenti. Dia memandang tepat ke dalam mata Safiyya. Vivian yang baru pulih dari rasa terkejut hanya mampu ketawa secara tiba-tiba sehingga air matanya keluar dari pelupuk matanya. Dia memandang wajah Safiyya yang kelihatan serius sebelum memulakan bicara.
"Apa yang kau sudah lakukan, Fiya? Kalau Abang Mika tahu apa yang terjadi, malam ini juga kau perlu berkahwin dengan lelaki tampan itu tadi," kata Vivian sebelum menyeka air mata yang keluar saat dia tertawa.
"Kau jangan bercanda, Vivy. Dia hanya lelaki gila yang cuba menggangguku. Itu saja." Safiyya coba untuk mempertahankan dirinya.
"Oh, begitu. Tapi apa yang aku lihat tidak seperti apa yang kau katakan, Fiya. Kalian sepertinya sedang bersenang-senang. Kalau aku tidak mengganggu kalian tadi, apa kalian bakal berciuman?" tanya Vivian sebelum tertawa.
"Tidak, Vivy. Kau harus percaya dengan kata-kataku. Aku sama sekali tidak bersenang-senang dengan lelaki itu. Namanya saja aku tidak tahu," bantah Safiyya.
"Iya. Aku percaya. Tapi apa yang aku lihat, lelaki itu coba menggodamu. Menurutku dia seperti lelaki yang mencoba menggoda perempuan untuk dijadikan one night stand. Kau harus berhati-hati, Fiya. Kau mengerti maksudku, kan?" Vivian mengerdipkan mata sebelah kanannya sebelum tersenyum.
Akhirnya setelah mereka berbual sambil berjalan, mereka tiba di hadapan kamar Safiyya. Safiyya segera meleretkan kad akses di pintu kamarnya.
"Aku mengerti. Sudahlah, Vivy. Aku penat untuk memikirkan hal tadi. Aku ingin tidur. Besok pagi, kita harus ke persidangan. Oh ya, kamarmu di mana? Kau datang ke sini bersama Robert, kan?" tanya Safiyya menukar topik perbualan.
"Aku baru saja tiba di hotel ini jam 8 malam. Dan ajaibnya aku dapat menempah kamar di sebelah kamarmu dengan bantuan Mikail. Aku senang sekali! Tadi aku pergi ke kamarmu tapi kau tidak ada. Jadi aku ingin mencarimu di lobi hotel tapi akhirnya aku menemukan dirimu sedang bersenang-senang dengan lelaki tampan itu. Benar-benar pemandangan yang romantis," usik Vivian.
"Maaf, Vivy. Tadi aku sengaja berjalan di lobi hotel. Ambil angin malam sambil menelepon Umi karena aku bosan di kamar. Dan seperkara lagi, aku memohon padamu, sahabatku yang tercinta. Kau simpan saja usikanmu itu besok pagi. Aku benar-benar lelah. Aku masuk kamar dulu. Kirim salam aku buat Robert ya." kata Safiyya.
Sebelum Safiyya menutup pintu kamarnya, Vivian berbisik di balik pintu kamar itu.
"Kau harus segera bernikah, sahabat. Baru kau akan merasai nikmat berumah tangga sepertiku. Da da..." Vivian segera meleretkan kad akses di pintu kamarnya. Sempat dia mengerdipkan kelopak mata kirinya ke arah Safiyya sebelum melangkah masuk ke kamarnya.
Safiyya mengeluh perlahan sebelum menutup pintu kamarnya dengan berhati-hati. Dia benar-benar lelah untuk melayan bicara gila sahabatnya itu. Dan dia juga benar-benar jijik dengan kelakuan biadap lelaki misterius itu yang tanpa malu memeluk dirinya. Dia mahu mandi dan ingin melemaskan tubuhnya sebentar dalam jakuzi. Semoga 'sentuhan' lelaki itu akan hilang dari tubuhnya dan otaknya.
***
Rizky menuju ke mobil mewahnya dengan langkah kaki terincut-incut. Kaki kanannya masih sakit akibat perbuatan Safiyya yang memijak kaki kanannya saat di lif tadi. Buku lima tangan kanannya yang terluka tidak lagi meneteskan darah. Namun, masih kelihatan bercak darah yang sudah kering di tangannya itu.
Saat Rizky masuk ke dalam perut mobil dan menghidupkan enjin, ponselnya berdering. Dengan rasa malas, dia menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat siapa pemanggilnya.
"Ya. Siapa ini?" tanya Rizky dengan nada kesal.
"Bicaramu sama Papa kasar sekali, Riz. Apa kamu ada masalah? Apa terjadi masalah mengenai persidangan besok?" tanya Papa Rizky, Tuan Syahputra Wijaya bertalu-talu.
Rizky memejamkan matanya seketika sebelum berbicara. Sejujurnya, dia malas untuk berdebat dengan Papanya saat itu. Apatah lagi kalau menyangkut soal kerja.
"Maaf, Pa. Aku tidak bermaksud untuk berkasar sama Papa. Aku cuma kesal dengan temanku. Udah janjian sama aku untuk ketemu tapi akhirnya tidak jadi datang. Makanya aku kesal. Soal persidangan besok, semua persiapan sudah selesai, Pa. Papa jangan khawatir," jelas Rizky.
"Kamu harus ingat, Rizky. Harga diri Papa bergantung pada prestasi persidangan besok. Papa tidak mau ada perkara yang akan menghalang kelancaran persidangan itu nanti. Kalau kamu mau Papa menyerahkan perusahaan Papa kepadamu, kamu harus memastikan persidangan besok berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan," kata Tuan Syahputra Wijaya dengan nada berkuasa.
"Papa jangan khawatir. Rizky sudah memastikan segala persiapan untuk persidangan besok pagi lengkap dan Rizky berani jamin, Pa. Para tetamu yang hadir pasti kagum dengan persidangan itu nanti. Papa harus percaya sama Rizky. Rizky kan anak Papa."
Hati Rizky merasa sakit dengan sikap Papanya yang seolah-olah tidak mempercayai kemampuan dirinya dalam menguruskan hal kecil seperti ini. Apatah lagi kalau urusan besar yang melibatkan masa depan perusahaan.
'Papa sering menganggap aku masih tidak layak untuk mengemudi empayar Wijaya Groups dan Wijaya Properties. Biarpun aku sudah mengorbankan masa rehat dan liburku bersama Hani, Papa masih berpikir aku tidak serius bekerja. Argh, aku benar-benar kesal dengan semua ini!' Batin Rizky berteriak tanda protes. Namun hanya dirinya saja yang mendengar rasa tidak puas hati itu.
"Karena itu Papa mau kamu terus menunjukkan kebolehan dan kemampuan kamu pada Papa. Papa tidak mau karyawan dan pesaing kita berpikir Papa menyerahkan perusahaan ini kepada kamu hanya karena kamu itu anak Papa," jelas Tuan Syahputra Wijaya lagi. Nada suaranya masih kedengaran tegas.
"Baik, Pa. Pa, aku ada kerja yang harus aku selesaikan. Kita ketemu di persidangan besok pagi saja, Pa. Soalnya aku terus pulang ke rumahku malam ini. Kirim salam buat Bunda. Assalamualaikum."
"Yah udah. Nanti Papa kabarkan pada Bundamu. Waalaikumsalam."
Setelah mendengar Papanya menjawab salamnya, Rizky segera menutup panggilan telepon itu. Dia melabuhkan kepalanya di setir mobil.
"Aku bisa gila jika terus seperti ini. Papa tidak pernah mengakui kemampuanku dan gadis aneh itu terus mengganggu pikiranku. Di tambah sikap Hani yang semakin lama semakin mudah merajuk dan sering meminta perhatianku. Bunda pula sering memaksaku untuk mempercepatkan tanggal nikah," gumam Rizky dengan nada suara putus asa.
"Gimana mau nikah, Bunda. Kerjaku nggak pernah habis. Besok ada persidangan. Usai persidangan, aku harus menjadi tour guide VIP. Kenapa sih Papa selalu membuat keputusan tanpa persetujuan aku? Apa aku tidak berhak menentukan sama ada aku mau atau tidak untuk menjadi tour guide itu?" kata Rizky dengan sebal.
Rizky menyandarkan tubuhnya di tempat duduk mobil. Dia memejamkan mata seketika dan menarik nafas panjang untuk menenangkan badai perasaan galau yang menghempas tembok hatinya kala itu.
"Baik. Aku akan ikut semua arahan Papa untuk pastikan posisi pewaris perusahaan Wijaya Group dan Wijaya Properties menjadi milikku seutuhnya. Yah udah. Aku harus pulang sebe lum aku jadi gila di sini," ujar Rizky sebelum menyetir mobilnya menuju rumahnya.
Bab 92: Setelah Tiga Tahun Berlalu"Kau yakin mau bertemu Rizky?" Vivian bertanya pada Safiyya yang sedang sibuk menyisir rambut dua putra kembarnya yaitu Amir Syahputra dan Aariz Syahputra. Kedua nama tersebut diberi oleh bapa mertuanya. Alasan terbesar Tuan Syahputra Wijaya ketika memberikan nama tersebut adalah beliau mau cucu-cucunya itu yang akan mewarisi perusahaan Wijaya Groups dan Wijaya Properties. "Bukan aku yang mau. Dia yang hendak bertemu denganku setelah dia tahu papanya akan menyerahkan dua perusahaan kepada Amir dan Aariz," jelas Safiyya, tenang. "Terus kenapa kau mau?" Desak Vivian, tak puas hati. "Vi. Aku harus bertemu dengannya. Lagian, dia sudah berjanji untuk bercerai denganku dan menyerahkan hak asuh anak-anak jika aku bersetuju menyerahkan dua perusahaan tersebut kepadanya.""Lelaki itu betul-betul gila! Dia sanggup menceraikanmu demi harta," cemooh Vivian. "Aku tak peduli tentang harta itu, Vi. Lagian semua itu memang milik keluarganya Rizky. Almarhum ayah
Bab 91: HamilMikail melihat arloji di pergelangan tangannya beberapa kali. Sebentar lagi, pesawat dari negeri tetangga akan tiba di KLIA. "Bro." Satu tangan menepuk lembut bahu Mikail. Mikail lantas menoleh ke belakang. Matanya membulat. "Kau buat apa dekat sini?" tanya Mikail dengan nada sebal. "Aku datang nak berjumpa dengan Safiyya lah," sahut Tengku Zafril enteng. Laki-laki itu tidak peduli dengan tatapan jengkel yang ditunjukkan Mikail secara terbuka. "Zaf, dah banyak kali kita berbincang tentang hal ini. Kau tak boleh berjumpa dengan adik aku buat sementara waktu. Apalagi Safiyya—""Bang Mika!" Mikail terdiam ketika dia melihat Safiyya berlari ke arah mereka. Tengku Zafril pula hanya tersenyum tipis di saat Safiyya meluru ke dalam dekapan Mikail. "Hai, Zaf." Vivian menyapa Tengku Zafril seraya tersenyum ramah. Di belakang wanita itu ada dua bagasi berukuran sederhana besar. "Oh, hai Vi. Sikitnya barang kau," seloroh Tengku Zafril. "Itu semua tak penting. Boleh kita ber
Bab 90: TerusirBRAKK!Tubuh Safiyya menegang sewaktu dia mendengar bunyi pintu kamar tidur dibanting dengan keras. Dia baru saja selesai berdoa setelah menunaikan salat Isya. Rizky langsung melabuhkan tubuh di atas ranjang. Matanya tajam merenung langit-langit kamar. Dadanya turun naik saat menarik dan membuang nafas.Selepas melipat dan meletakkan mukena di lemari, Safiyya berjalan mendekati ranjang lalu duduk di samping Rizky yang masih berbaring. Wajah suaminya terlihat gusar dan urat lehernya bahkan terlihat jelas. "Ada apa kamu ke mari, Riz?" Perlahan Safiyya membuka bicara. Rizky bangkit dari pembaringan. "Kenapa? Kamu tak suka melihatku datang? Apa kamu menyembunyikan laki-laki lain di sini?"Tuduhan tak masuk akal yang dilemparkan Rizky berhasil merobek hati Safiyya. "Aku bukan seperti kamu yang tak bisa menjaga hati, Riz. Langsung saja ke intinya. Tak usah bertele-tele."Rizky mendesah berat. "Hani keguguran.""Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Terus kondisi Hani se
Bab 89: Mengemis Restu Bunda"Keluar. Aku jijik melihat wajahmu," cerca Vivian seraya melempar bantal ke arah Roby. Jemarinya memegang erat selimut yang membungkus tubuhnya. "Duh, Sayang. Ternyata kamu masih galak seperti dulu." Roby terkekeh senang. "KELUAR!" Roby masih bergeming. Bibirnya mengukir senyuman mengejek. "Apa kamu lupa isi perjanjian kita? Kamu akan memuaskan dahaga batinku selama satu jam jika aku berhasil membujuk Tante Rafedah untuk membeberkan rahasia pernikahan siri Rizky dan Hani kepada Bunda Yasmin. Wanita tua itu bersetuju dan semuanya berjalan mulus. Kamu harus ingat, Vi. Aku sudah berhabis banyak uang semata-mata untuk membantumu." Nada suaranya terdengar dingin. Mata Vivian mendelik. "Membantuku? Yang benar saja. Kau sendiri tahu kalau aku melakukan ini demi Safiyya. Dia dalam kesusahan gara-gara ulah Rizky yang tak mau bercerai secara baik-baik. Fiya juga tak bisa mengurus gugatan cerai karena Mikail sialan itu tidak mau keluarga mereka dan keluarga Wij
Bab 88: Amarah Bunda YasminTiga bulan kemudian. Safiyya merenung mata Adit dengan tatapan tak percaya. "Apa benar—" Bicara Safiyya terhenti. Wanita itu menghembus nafas pelan. Dia masih tak percaya dengan kabar yang baru saja dia dengar. Sementara itu, raut wajah Adit terlihat datar biarpun hati laki-laki itu diterpa rasa bersalah yang teramat sangat. Mau tak mau, dia terpaksa memberitahu kabar ini pada Safiyya sebelum wanita itu pergi ke pengadilan agama untuk memproses gugatan cerai."Benar, Fiya. Hani sedang hamil anak Rizky. Kandungannya sudah masuk tiga minggu."Safiyya bergeming. Lelucon apakah ini? Kenapa dia harus mendengar berita ini di saat hatinya sudah mantap dan dirinya sudah kuat untuk menggugat cerai dari Rizky? Safiyya tertawa kecil tetiba. Sesungguhnya dia mentertawakan nasibnya yang malang. Seketika, dia merasa cemburu dengan kebahagiaan keluarga kecil Rizky dan Hani. Tidak! Dia tidak boleh lemah apalagi merasa iri dengan kebahagiaan orang lain. Dia harus terima
Bab 87: Istri Kedua Rizky IqbalHani menyentak tangannya dari genggaman jemari Rizky ketika mereka sudah berada di tempat parkir rumah sakit. Raut wajahnya terlihat bengis."Kenapa kamu maksa aku keluar? Aku belum selesai bicara dengan wanita munafik itu, Rizky!""Cukup, Hani. Aku tidak suka kamu marah-marah seperti ini. Aku memaksamu keluar karena aku tidak mau kalian terus-terusan bertengkar. Kamu sendiri lihat bagaimana kondisi Safiyya barusan. Kepalanya terluka! Kalau kesehatannya memburuk gara-gara kamu, papa dan bunda tidak akan pernah mau menerima kamu sebagai istriku. Aku tidak ingin hal itu terjadi," terang Rizky bersungguh-sungguh."Terus, bagaimana bisa kamu dan Safiyya berciuman? Apa kamu kembali suka padanya? Sadar, Rizky! Orang yang kamu cinta dan sayang itu hanyalah aku. AKU!" Hani membentak keras."Ciuman itu hanya sandiwara Safiyya semata-
Bab 86: Kotak Ingatan Yang TerbukaVivian sedang duduk di atas kursi lipat dengan santai sambil melihat dua jasad tanpa roh terbakar di hadapannya.Api telah memakan sekujur badan dua pria malang yaitu Black Ring dan Blue Ring. Asap mengepul ke udara lalu ditiup angin. Vivian sama sekali tidak khawatir karena kawasan terpencil ini terletak jauh dari tempat tinggal penduduk. Jadi, tidak ada siapa pun yang akan memergokinya."Bagaimana bisa kalian menjadi pembunuh yang idiot? Benar-benar menjengkelkan. Blue Ring, seharusnya kau berusaha sebaik mungkin untuk melukai Safiyya agar permainan ini makin menyenangkan. Setelah itu, aku bisa menghancurkan Sarah. Malangnya, kau hanya psikopat bodoh yang dibutakan kesenangan sesaat. Yah, kau pantas mati dengan cara memalukan
Bab 85: Blue RingSetelah mendengar kabar duka tentang kematian Arvin Rafael dari Jasmine, Safiyya langsung bergegas mengajak Adit mencari tiket penerbangan ke Surabaya. Berkat bantuan Tuan Syahputra Wijaya, Safiyya dan Adit berhasil mendapatkan tiket pesawat.Tiba di bandara, seorang sopir pribadi menjemput mereka dan membawa mereka ke permakaman.Safiyya yang duduk di kursi mobil bagian penumpang berkali-kali menyeka air matanya menggunakan saputangan berwarna merah muda. Sejujurnya, amat sukar untuk dia menerima kabar kematian Arvin yang menurutnya sangat tiba-tiba."Relakan Arvin, Fiya. Dia telah berpulang ke alam baka. Rahasia rezeki dan ajal seseorang hanya Allah saja yang Maha Mengetahui. Ak
Bab 84: Berpulang ke Alam BakaMobil Arvin membelah jalan raya dengan kelajuan maksimal. Angin malam menerobos masuk jendela mobil yang sengaja dibiarkan tidak tertutup.Pria berwajah tampan itu berkali-kali mengesat air matanya tetapi cairan bening itu semakin buas menodai pipi.Dia memijit kasar pelipisnya ketika merasa kepalanya berdenyut sakit."ARGHHH! Dasar pelacur kotor! Hani, kau tunggu saja pembalasan Tuhan. Baik di dunia dan di akhirat kelak kau tidak akan pernah merasa bahagia!"Seakan belum puas melontarkan amarah, Arvin lantas memukul setir mobilnya kuat-kuat.