Share

Pertikaian Part 7

Sweet Revenge

Dalam keheningan mereka terdiam dengan pikiran masing-masing. Di sebuah danau yang sangat indah dipandang, dengan cahaya matahari pagi yang memantul dengan indahnya menimbulkan warna pelangi.

Sebuah mobil X-Pander terparkir di tepi danau. Stela hanya terdiam duduk di sebelah laki-laki yang berpakaian jas hitam dan celana dasar. Memandang layar pipih ditangannya, Dafin berdecak lalu mengusap kasar wajahnya.

Sedangkan gadis di sampingnya terlihat biasa saja, seolah-olah tidak ada kejadian. Memandang Stela, Dafin mengatupkan rahangnya seperti menahan emosi. 

"Kenapa kamu tidak mendengarkan perkataanku?" tanya Dafin pelan.

Gadis itu hanya diam membisu menghadap kedepan. Entah pemandangan di luar sana membius Stela, atau memang gadis itu enggan menjawab pertanyaan dari Dafin.

Melihat Stela hanya diam, Dafin seperti payah menahan emosinya. Kenapa perempuan yang dikenalnya ini sangat keras kepala. Jika saja dia sama-sama laki-laki mungkin Dafin sudah melayangkan satu pukulan padanya.

"Kamu tahu kan, kalau Hakim Yo itu orang yang kuat dan memiliki banyak dukungan. Lalu kenapa kamu masih menemuinya?"

"Karena aku ingin keadilan," jawab Stela datar.

"Keadilan seperti apa? Apa kamu tidak terpikirkan kalau keluargamu yang akan kena sasaran dari kemarahannya, hum!" ujar Dafin heran melihat tingkah Stela. Ya, laki-laki itu dapat informasi dari mata-matanya yang selalu mengawasi Stela, tanpa pengetahuan gadis itu.

Dia tidak mau terjadi sesuatu di saat dia tidak bersama atasannya. Banyak kemungkinan orang yang dendam kepadanya lalu melakukan tindakan kekerasan seperti yang sudah-sudah karena keputusan yang di ambil oleh Stela. Dafin tidak mau itu terjadi.

Lalu malam tadi suruhannya itu mengabari kalau Stela menuju kediaman Hakim Yo. Ingin sekali laki-laki itu menyusuri kemana Stela, hanya saja dia sungkan karena hari sudah malam.

Ting, terdengar bunyi notifikasi dari ponsel laki-laki itu. Matanya membaca deretan pesan yang tertera di layar pipih beberapa inci berlatar gambar pemandangan. 

"Kenapa kamu tidak mendengarkan ucapankanku, apa aku sudah tidak penting lagi? Sekarang lihat, apa yang telah terjadi. Semuanya akan tetap sesuai keinginannya," ujar Dafin menyodorkan ponselnya pada Stela.

Stela meraih ponsel Dafin dan membaca deretan huruf. Matanya memicing dengan kerutan kening di dahi. 

"Lihat kan, apa yang terjadi. Jadi ngapain kamu susah payah kerumahnya."

"Terkadang kita harus memenangkan diri kita sendiri dulu, baru bisa memahami orang lain," ucap gadis itu memandang jendela mobil. 

"Aku harap kejadian ini tidak terulang lagi." Dafin menyalakan mesin dan memutar mobilnya keluar dari perkarangan danau. 

Mengemudikan mobilnya pelan, Dafin sekali-kali menatap perempuan di sampingnya. Masih tetap bungkam, Stela seperti enggan untuk berbicara. Terkadang dia memejamkan matanya, seperti memikirkan sesuatu.

Ingin sekali rasanya Dafin mengusap kepala Stela lalu membawanya kedalam pelukan. Namun, itu semua hanya angan-angan laki-laki itu. Mana mungkin dia berani mendekap gadis pujaannya, yang ada mereka pasti bakalan tidak bertegur sapa selama seminggu.

Menghentikan mobilnya di pinggir jalan, Dafin keluar meninggalkan Stela yang masih diam membisu. Entah apa yang merasuki perempuan itu, sehingga tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Tidak beberapa lama, Dafin datang membawa dua buah eskrim coklat kesukaan Stela. Menyodorkan kepadanya, dengan tanpa rasa bersalah Stela mengambil pemberian dari laki-laki itu.

Menikmati jajanan dingin itu, Dafin masih memarkirkan mobilnya. Stela yang sedangk menikmati eskrim rasa coklat tidak peduli mau Dafin mau memarkirkan mobilnya atau tidak. Gadis itu tengah sibuk dengan makanannya.

Seperti anak kecil, Stela tidak berheni menjilati es yang meleleh sampai ke jarinya. Dafin yang melihat itu, seketika tersenyum dan mengambil tisu yang selalu tersedia di dalam mobilnya.

"Nggak usah kayak anak kecil, kalau habis nanti kita beli lagi." Menghapus lelehan coklat di tangan Stela.

"Astaga gadis ini." Sambungnya menghapus bibir Stela yang kena oleh eskrim.

Stela yang mendapatkan perlakuan seperti itu, langsung terdiam dan merasakan sesuatu di hatinya. Memandang Dafin tanpa berkedip, gadis itu seperti terhipnotis oleh perhatian Dafin.

Dafin yang melihat Stela menatapnya, membuat laki-laki itu sedikit terpancing kelelakiannya. Ingin sekali dia mencium bibir tipis yang dipolesi lips merah mudah yang sangat menggoda.

"Lain kali dengarkan ucapanku ya, jangan keras kepala," ucap Dafin mencairkan suasana dengan mengusap kepala Stela.

"Ish, apaan sih kamu," decak Stela merapikan rambutnya. Pipinya memerah, gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah jendela mobil. Dafin hanya mengulum senyum melihat tingkah atasannya.

"Kalau kamu ngomong kan manis," ujar Dafin kembali mengemudikan mobilnya.

"Kalau kamu masih bahas itu. Aku bakalan mogok bicara." Gadis itu bersidekap, yang di balas senyuman oleh Dafin.

Setelah mengantar Stela pulang, Dafin pergi menuju kantor. Dia akan melihat berkas-berkas yang akan di tangani Stela.

Sepertinya tidak ada kasus yang akan di sidang oleh Stela. Laki-laki itu menyimpan semua berkas dan beranjak menuju pulang. 

"Dafin." Panggil seorang wanita dengan senyuman yang sangat manis sekali.

"Selvi?" tanya Dafin tidak percaya dengan penglihatannya.

Gadis manis yang memakai rok selutut itu berlari kecil ke arah Dafin, lalu memeluknya dengan erat sekali, "kangeeeeeen," ucapnya penuh sayang.

Dafin yang mendapat pelukan mendadak diam terpaku antara melepaskan pelukan atau membalasnya. Matanya menyusuri setiap ruangan, agar tidak ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini.

"Kapan kamu pulang?" tanyanya datar ketika mereka sudah berada dalam mobil.

"Baru tadi pagi, aku cari kerumah kamunya nggak ada. Aku susul deh ke sini," jawabnya dengan manja.

"Lain kali jangan main peluk di depan umum, malu di liatin orang."

"Ih, kamu kenapa gitu sih. Biarin orang tahu, kan aku sayang sama kamu," balas Selvi tidak terima.

Dafin hanya berdecak malas melihat kelakuan Selvi sepupunya. Seharusnya dia senang, kedatangan anak dari pamannya yang sudah membesarkannya sampai bisa memiliki karier seperti sekarang. Hanya saja laki-laki itu tidak suka dengan sikap manja dan centil dari Selvi. Meskipun dia tahu, sepupunya itu suka padanya.

Membawa Selvi jalan-jalan, Dafin lebih sibuk dengan ponselnya. Tidak seperti pergi dengan Stela yang selalu mendapat perhatian lebih darinya. Laki-laki itu lebih banyak diam tanpa menghiraukan gadis yang merengek manja padanya.

"Kamu itu kenapa sih, dari tadi diam terus? Nggak senang ya dengan kehadiran aku!" Gerutu Selvi bersidekap.

"Ayo pulang, aku itu capek pulang kerja malah kamu ajak jalan-jalan." Membawa semua barang belanja Selvi, Dafin menuju ke arah mobil. Sedangkan gadis itu menghentakan kaki. Pasalnya, pemuda yang di sukainya itu tidak pernah bersikap lembut sedikitpun padanya.

Sepanjang perjalanan gadis imut dengan poni di depan itu masih mengomeli Dafin. Dari A sampai Z di keluarkan. Namun tidak pernah di anggap serius oleh laki-laki itu.

"Masuk!" perintah Dafin pada Selvi. Menatap Dafin sewot, Selvi tetap menurutinya.

"Jangan banyak tingkah, nanti aku mau kerumah RW buat memberitahu kalau sepupuku yang bawelnya melebihi burung murai ini tinggal denganku. Biar kita nggak di anggap kumpul kebo," ujar Dafin.

"Iyaaa." Dafin hanya menggeleng melihat kelakuan sepupunya itu.

Pautan umur mereka hanya setahun, banyak yang mengira kalau mereka sepasang kekasih. Maka dari itu, Dafin lebih baik melapor terlebih dahulu agar nanti tidak ada yang salah paham.

Setelah melapor, Dafin kembali ke rumah. Sudah hampir jam sepuluh, membuat laki-laki itu sering mengual dan ingin merebahkan badannya dan bermimpi indah dengan Stela, gadis pujaannya. Namun sayang semua itu hanya angan-angan ketika Dafin membuka pintu rumahnya.

Rahang pemuda itu mengeras, lalu berkata menahan emosi, "astaga gadiis ituuuu."

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status