Share

Pertemuan Part 6

Sekitar pukul delapan, Stela terlihat bermenung di dalam kamarnya. Memikirkan akan hasil persidangan besok, membuatnya menjadi tidak tenang. Namun ucapan Dafin juga membuatnya jadi dilema. Semuanya jadi serba salah, antara keinginan hatinya atau ucapan lelaki itu.

"Hmmm." Gumam gadis itu memandang ke arah jalanan. Kamarnya yang terletak di lantai atas,  membuatnya dengan leluasa memandang ke luar. Rumah dengan gaya minimalis itu sengaja dibuat tingkat dua oleh Stela. 

Rumah yang selalu dia idamkan sejak kecil, sekarang sudah terwujud dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Satu persatu impiannya mulai terwujud, membuat Ibunya bahagia dan segala keinginan wanita yang dicintainya itu selalu dia usahakan.

Memandang layar pipih ditangannya, stela menghela nafas pelan. Gadis itu benar-benar terlihat kuatir. Menyalakan layar ponsel, jemari lentiknya mengeser nomor kontak seseorang, menekan beberapa deretan huruf, dia mengirimkan pesan kepada nomor yang ditujunya tadi.

Ting! Terdengar balasan pesan dari ponselnya. Stela menukar pakaiannya setelah membaca balasan pesan dari si pengirim lalu mengambil kunci mobil di atas meja rias. Berjalan menuruni anak tangga, gadis itu mencari Ibunya.

"Aku keluar sebentar, Bu. Jaga diri baik-baik ya, selama aku pergi." Mencium kening Ibunya.

"Mau kemana udah malam ini?" 

"Keluar bentar kok," jawab Stela manja.

"Pakai masker, jaket, jangan sampai terpapar oleh penyakit. Lebih baik mencegah dari pada mengobati," ujar Ibu panjang lebar membuat gadis itu mengulum senyum.

"Apa aku masih anak kecil, Bu?" 

"Bagi Ibu kamu masih anak kecil kesayangannya Ibu." Mengusap kepala putrinya.

"Aku pergi ya, Bu." Melambaikan tangan lalu berlari ke arah mobilnya. 

Mobil Xenia warna putih melaju pelan membelah jalanan yang mulai sepi karena jam sudah menunjukan pukul sembilan. Tidak berselang lama, Stela memasuki halaman dengan pagar yang mewah yang dibuka oleh satpam. Sebuah rumah mewah yang sangat megah dengan cahaya lampu warna-warni di terasnya. Ditambah dengan keindahan bola-bola lampu di dalam beberapa taman menyinari bunga yang mekar.

Turun dari mobil, dengan anggun Stela berjalan menuju rumah mewah itu. Seperti sudah tahu tamunya akan datang, tuan rumah membukakan pintu lalu menyambut dengan sumringah gadis yang memakai celana jean dan setelan jaket yang berkelas.

"Selamat datang Ibu Hakim termuda, sungguh terkesan sekali bisa menerimamu sebagai tamu di rumah ini," ujar Yohan Hakim senior dari Stela.

"Terima kasih Bapak Yohan, aku juga sangat merasa terhormat bisa bertemu denganmu." Balas Stela menundukan kepala.

"Apa kamu sendiri?" tanya Yohan melihat kearah mobil tamunya.

"Pertemuan ini secara pribadi, Pak," jawab Stela dengan senyuman khasnya.

Membawa Stela keruangan pribadinya, Yohan mengisaratkan pembantunya mengantarkan dua gelas minuman berkelas khas orang kaya. Stela yang melihat hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. 

Untuk pertama kalinya, Stela memasuki ruangan pribadi dari Hakim seniornya itu. Barang-barang mewah yang tidak ternilai harganya, ditambah dengan hiasan guci ternama membuat ruangan itu semakin indah dipandang.

Wangi lembut ruangan  menusuk penciuman Stela, menambah kenyaman ketika berada dalam ruangan itu.

"Wangi khas aroma terapi." Gumam Stela memejamkan matanya menikmati aroma yang berbau bunga melati.

"Pengharum ruangan dengan khas aroma terapi bisa menyejukan pikiran dan membuat otak fres," ucap Yohan memberi penjelasan.

"Tepat sekali, dan sangat cocok untuk orang yang sedang memiliki beban masalah." Sambung Stela dijawab dengan anggukan oleh Yohan.

"Jadi, apa yang membuatmu ingin bertemu denganku?" tanya Yohan ketika mereka duduk berhadapan dibatasi meja yang juga berharga jutaan.

"Aku ingin bertanya soal kasus yang akan Bapak sidang besok. Apa aku boleh melihat berkasnya?" tanya Stela dengan ramah.

"Bukankah kamu sudah tahu peraturan dari kinerja kita? Tidak boleh mencampuri jika itu bukan kasusmu." 

"Aku hanya tidak ingin hukuman tidak jatuh pada yang seharusnya," 

"Itu urusanku Ibu Stela. Jadi, kamu lihat saja besok bagaimana hasil persidangannya," ujar Yohan menaikan salah satu kakinya.

"Apa hukuman tidak akan jatuh pada yang semestinya?" tanya Stela menatap Yohan.

"Hukuman tetap berlaku Bu Stela. Apalagi dengan bukti-bukti yang ada, lalu bagaimana kita menjatuhkan hukuman jika bukti tidak mengarah kepada si pelaku?" 

"Itulah gunanya kita mencari tahu kebenarannya, dan membuat keadilan untuk mereka yang bersalah dan yang tidak. Kita tidak bisa hanya mengandalkan bukti yang ada," ujar Stelah penuh keyakinan.

"Itulah perbedaan kita, dan tidak akan pernah bisa bersatu. Ibarat minyak dan air, mereka akan selalu terpisah," jawab Yohan mematahkan semangat Stela.

Sepertinya pertemuannya dengan Hakim Yo tidak membuahkan hasil. Aturan tertulis yang harus disandangnya membuat gadis itu tidak bisa banyak bicara. Dengan berat hati akhirnya Stela pamit undur diri untuk pulang kerumah.

"Ibu hakim," seru Yohan ketika dia sudah di ambang pintu.

"Ya,"

"Urusi saja apa yang menjadi urusanmu. Maka hidupkan akan sukse dan terhindar dari masalah." Menundukan kepala, Yohan menyuruh pembantunya menutup pintu.

"Ya, aku tidak akan mencampuri urusan orang, jika itu tidak mengangguku." Balas Stela menuju mobilnya.

Gadis itu terlihat kesal dengan hasil pertemuaanya malam ini. Seharusnya dia bisa lebih tegas lagi, agar semua berjalan baik-baik saja. Bukan malah dia kehabisan kata-kata ketika berhadapan dengan Yohan tadi.

Menyalakan mesin motor, gadis itu meninggalkan rumah mewah bagaikan istana di dalamnya. Selama di perjalanan Stela masih tidak habis pikir kenapa dia bisa kehabisan kata-kata. Apa karena peraturan tertulis yang telah dia sepakati  disaat pengambilan sumpah.

"Aah, tidak seharusnya seperti ini," ucap Stela memukuli stir mobil. Dengan kecepatan tinggi Stela menuju kerumahnya. 

Memasuki garasi Stela mematikan mesin mobil lalu membuka pintu masuk kerumah. Lampu depan sudah mati, menandakan Ibunya sudah tidur. Berjalan dengan lesu, Stela menapaki satu persatu anak tangga.

Gadis itu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang empuk ketika sudah memasuki kamarnya. Pertemuannya dengan Yohan membuat gadis itu kecewa dengan sikap seniornya itu. Memang apa yang diucapkan oleh Yohan benar adanya. Hanya saja, kenapa pria sudah berumur itu tidak paham apa maksudnya.

Mencoba memejamkan mata, pikiran gadis itu berkelana pada persidangan besok. Segala pikiran berkecamuk dikepala gadis itu. Hingga akhirnya dia terlelap dan melupakan sejenak masalah yang terjadi.

"Sayaang, kamu belum bangun?" tanya Bu Arum memanggil Stela dari luar kamar. Sudah jam 9, tidak biasanya putrinya itu bangun siang.

"Stelaa, bangun sayang." Diiringi dengan gedoran pintu.

"Huuum, huaaaaam." Stela membuka pintu dengan tampilan yang masih berantakan dan rambut yang acak-acakan, tetapi tidak menghilangkan garis kecantikannya.

"Baru bangun?" Seketika tubuh gadis itu seperti tersengat listrik mendengar suara bariton yang sangat dia hapal. 

"Loh, kok kamu di sini, ngapain?" tanya Stela salah tingkah dan mencoba merapikan rambutnya. Beruntung gadis itu tertidur dengan memakai pakaian yang dibawanya waktu bertemu dengan Yohan.

"Sana mandi, aku tunggu!" perintah Dafin yang dari tadi menunggu atasaanya itu bangun. Lalu kembali kebawah di mana dia biasa menunggu.

"Bangun tidur aja dia sangat cantik," ucap Dafin pelan. 

Berbeda dengan dikantor, Dafin sedikit lebih tegas dari Stela. Sedangkan Bu Arum hanya senyum-senyum jahil memandang kearah putrinya

.

"ibuuuuu." Gadis itu memelas.

"Siapa suruh bangun telat hum." Ibu Arum pun berlalu meninggalkan Stela.

Stela sangat malu sekali ketika Dafin melihatnya dalam keadaan seperti tadi. Bergegas membersihkan diri dia pun memilih baju santai rumahan. Setelah kejadian semalam dia malas untuk ikut dalam acara persidangan. Melihat wajah Yohan saja sudah membuatnya sangat muak.

Memakai bedak seadanya, dan sedikit polesan lipstik yang tipis. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan rambut tergerai.

"Ternyata aku manis juga." Gumamnya tersenyum.

Tidak lupa menyemprotkan farfum kesukaannya, dia pergi menemui Dafin. 

Laki-laki itu mengernyit heran melihat pakaian Stela.

"Kamu nggak pergi?" tanyanya ketika Stela sudah duduk di hadapannya.

"Tidak, aku mau di rumah aja, temenin Ibu."

"Kenapa kamu tidak mendengarkan ucapanku?" Stela tersentak mendengar pertanyaan Dafin.

"Maksudmu apaa?" Stela kembali bertanya berpura-pura tidak tahu.

"Ikut denganku!" Perintah Dafin meraih lengan Stela lalu membawanya menuju mobil. Entah kemana Dafin membawa gadis itu, yang jelas aura kemarahan terlihat dari wajahnya yang tampan.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status