Share

TAKDIR CINTA NADIA
TAKDIR CINTA NADIA
Author: Nur Hayati

Ketidak Adilan

Dalam hidup, kita tidak bisa menentukan takdir yang akan kita jalani. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa untuk hidup kita, meski terkadang semua itu tidak seperti yang kita harapkan. Seperti yang dialami oleh Nadia, seorang gadis cantik di desanya. Gadis penurut dan selalu patuh kepada orang tuanya, bahkan perihal jodoh sekalipun. Sifatnya yang polos dan pendiam, membuat dia semakin teraniaya. 

"Hidup mu akan terjamin! Jika kamu menikah dengan Marvel!" ujar Inez memaksa. 

Inez adalah ibu tirinya, sedangkan ibu kandung Nadia sudah lama meninggal. Ayahnya yang bernama Hendra memutuskan menikah lagi, setelah ibunya pergi. 

"Bagaimana mungkin, aku menikah dengan orang yang sama sekali tidak ku kenal?" Nadia mencoba memberikan pengertian kepada ayah dan ibu tirinya. 

"Bagaimanapun... Kamu harus menurut apa kata Ayah, Nadia!" bentak Ayahnya. 

'Percuma, aku menjelaskan semuanya. Ayah juga tidak akan mungkin mendengarkan ku,' pikir Nadia. Nadia sudah tidak tahan dengan perlakuan ayah dan ibu tirinya, hatinya begitu sakit. Bahkan air matanya yang sedari tadi dibendung, kini jatuh perlahan membasahi pipinya. 

Semenjak ayahnya menikahi Inez, ayahnya berubah. Ayah yang begitu menyayangi gadis semata wayangnya, justru tega memaksa. Hanya karena harta, ayahnya rela anaknya menikah dengan laki-laki yang buruk perilakunya. 

Ayahnya sudah gila harta, semenjak istrinya Inez, suka menghabiskan uang ayahnya. Keluarga Nadia adalah keluarga yang begitu harmonis dahulu, namun semenjak ayahnya terpikat oleh Inez, semuanya  berubah. 

Nadia dengan pasrah mengikuti apa yang dikatakan oleh ayahnya, dia berlalu pergi ke kamarnya dan menangis sejadi-jadinya. 

"Kenapa ayah begitu tega kepadaku, begitu juga kepada ibuku." Nadia menangis dengan memegang bantal guling kesayangannya. 

Tidak lama kemudian, Nadia terlelap dalam tidurnya. Batin yang sudah lelah, harus dia istirahatkan.

Jam baru menunjukkan pukul 01.00 dini hari, Nadia terbangun dalam tidurnya. Dia menyempatkan untuk sholat malam dan berdo'a. 

"Ya Allah ya rabb, hamba yakin bahwa Engkau tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan. Hamba yakin, bahwa Engkau sudah menulis semua takdir manusia di bumi ini. Hamba juga yakin, bahwa Engkau juga maha tahu yang terbaik untuk hamba. Maka, berikanlah hamba kekuatan ya Allah, agar hamba bisa melewati semua ini." Tidak terasa air mata Nadia bercucuran kembali, dia sudah tidak kuasa menahan segala rasa. Dia terus teringat akan Almarhumah ibunya, ibu yang begitu dia sayangi. Nadia tidak lupa untuk mendoakan sang ibunda yang mungkin sudah bahagia di alam sana. 

"Jujur aku rindu, Bu," kata Nadia sembari memegang foto ibunya satu-satunya, setelah semua foto yang dia punya sudah tiada, sebab Inez telah membakarnya. 

"Sungguh kejam ibu Inez, Bu." Nadia terus saja memeluk foto ibunya. 

Dia sudah tidak kuat menjalani hari demi hari, semua cita-citanya musnah. Padahal dulu, ketika ibunya masih hidup. Nadia berjanji akan menjadi seorang dokter, Nadia ingin menyembuhkan segala luka. Termasuk penyakit kanker, sebab ibunya yang sudah lama menderita penyakit itu. 

Ayahnya berselingkuh dengan Inez, ketika ibu Nadia sakit-sakitan. Ayahnya juga kerap kali marah kepada ibunya, lantaran ibunya sakit dan tidak bisa menjaga kesehatannya sendiri. 

Ayahnya begitu egois, ayahnya yang hanya memikirkan kesenangannya saja. 

"Andai aku bisa memilih, aku akan memilih bersamamu, Bu." Nadia begitu sedih malam ini. Sehingga tidak terasa, dia kembali terlelap dengan mukenah yang sedari tadi dikenakannya.

Azan subuh berkumandang, Nadia kembali melaksanakan kewajibannya. Dia bersiap-siap mandi, setelah itu dia sholat. Dia juga tidak lupa membaca Al-Quran, seperti hari-hari biasanya. Dirumah peninggalan dari ibunya, Nadia berperan selayaknya pembantu. Nadia yang harus mengurus semuanya, Inez yang berperilaku bagaikan ratu, selalu semena-mena kepadanya. 

'Pagi juga sudah hampir, akankah tidak ada keajaiban untuk ku. Agar Marvel tidak jadi menikahi ku.' Nadia bergumam sembari memasak di dapur. 

"Nadia... cepat! Aku sudah lapar, lama sekali sih!" teriak Inez dari ruang makan. 

Nadia terus saja melamun, hingga teriakan ke tiga kalinya, Nadia tersadar. 

"Iya, Bu. Sebentar lagi matang," jawab Nadia dengan buru-buru memasak. 

"Ini sarapannya, Bu." Nadia meletakkan nampan dan masakannya di atas meja. 

Belum sempat Nadia kembali ke dapur, tiba-tiba masakannya di lempar begitu saja. 

"Tiarrr...." Suara piring pecah. 

"Masakan apa ini, kamu mau membunuhku!?" Inez naik pitam. 

"Ti-da-k, Bu." Nadia gugup. 

"Coba kamu cicipi, biar kamu juga tahu rasanya seperti apa!" Inez mendorong Nadia ke lantai, tepat di posisi piring yang  berserakan. Perlahan tangan Nadia tergores, kali ini jari jemarinya yang indah itu telah penuh dengan sayatan luka dari belahan piring yang pecah. 

"Ada apa ini?" tanya Ayahnya ketika melihat adegan yang tidak baik itu. 

"Ini lo yah, anakmu ingin meracuniku," ucap Inez, Inez yang memang suka membesar-besarkan masalah. 

"Tidak, Ayah. Aku tidak bermaksud seperti itu," ucap Nadia menjelaskan. Akan tetapi, usaha Nadia sia-sia. Tetap saja, ayahnya lebih membela Inez. 

"Kamu ini, anak yang tidak tahu di untung. Kamu harusnya bersyukur, ibu Inez telah baik hati menggantikan ibumu yang penyakitan itu."

Mendengar kata-kata yang begitu kasar dari ayahnya, Nadia kembali menangis tersedu-sedu. 

'Ayah memang sudah berubah. Aku tidak menyangka, kalau ayah akan seperti ini.' Tetesan air mata Nadia kali ini menunjukkan, bahwa begitu dalam sakit hati yang dia rasakan. Dia hanya bisa terdiam dan menikmati rasa yang ada. 

Setelah adegan menyedihkan itu terjadi, akhirnya jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. 

_Tok tok tok_ 

Ada suara ketuk pintu. 

Inez yang membuka pintu, ternyata Marvel datang. Dari tatapan wajah Marvel, dia sudah tidak sabar ingin menikahi Nadia. 

"Jadi kan, aku menikah dengan Nadia," kata Marvel. 

"Jelas jadi," ucap Inez tampak bersemangat. 

Ruang tamu sudah dihias sebagus mungkin, tampak bunga-bunga warna putih disetiap tembok. Meja sudah berjejer rapi dan penghulu juga segera menyusul untuk datang ke lokasi, semua itu sudah direncanakan dan diatur oleh Inez sedari pagi sebelum jam 07.00. Pesta pernikahan kecil-kecilan ini memang sengaja Inez persembahkan kepada Nadia, selain mengirit biaya, pernikahan ini juga dapat diselesaikan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Padahal, uang dari Marvel begitu banyak untuk mempersiapkan pesta itu. Namun, karena keserakahan Inez membuat dia melakukan hal ini. Para tamu undangan juga tidak banyak, hanya tetangga terdekat saja. Tidak lupa juga dihadiri ayah dan ibu tirinya sebagai wali dari Nadia. Tiga puluh menit berlalu, akhirnya Nadia menikahi seorang duda beranak satu itu. 

Marvel tidak hanya laki-laki yang kasar dan penuh dengan ambisi kepadanya. Namun, Marvel juga laki-laki yang suka memukul Nadia semenjak awal berkenalan dengannya. 

'Bagaimana dengan ku nanti, sebelum menikah saja. Marvel begitu kasar kepada ku.' Nadia berpikir begitu panjang. 

    Kali ini, Nadia semakin tertekan. Nadia yang selalu mencoba untuk tegar, dia yang mencoba untuk tidak menceritakan kesedihannya kepada siapapun. Nadia yang selalu di tindas oleh orang-orang di sekitarnya, mencoba untuk terlihat ceria dan baik-baik saja. 

Mungkin karena begitu banyak luka yang dia terima, sehingga dia begitu mahir dalam berpura-pura. 

Nadia yang masih saja mencari cara, agar dia bisa terlepas dengan segala kesulitan yang di hadapinya. 

Nadia yang juga masih bersikeras untuk mencoba bangkit dan meraih cita-cita yang sudah dia rencanakan ketika ibunya masih ada.

Nadia yang begitu kuat menjalani badai kehidupan yang dia sendiri tidak mengerti, apa yang akan terjadi padanya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status