Share

Chapter 4

Setelah melihat-lihat ke gedung yang akan dijadikan tempat pernikahan, Kenzo mengantar Laura pulang ke rumahnya. 

"Mau mampir, dulu?" tanya Laura pada Kenzo. 

"Nggak deh, salam buat orang tua lo yah!" jawab Kenzo yang diiyakan oleh Laura. 

Laura masuk ke dalam rumah 2 lantai tersebut. Tempat tinggal Laura ini adalah kompleks dan suasananya sangat tentram. 

"Ehh, kamu abis fitting baju pengantin? Di mana? " tanya ibu Laura yang sedang duduk di ruang televisi. 

Laira mendekati ibunya lalu duduk di samping ibunya. "Aku bikin di butik kau sendiri bu, tadi udah minta tolong sama Riri," jawab Laura. 

"Emang kalo bikin sekarang waktunya cukup?" tanya ibu Laura lagi. 

"InsyaAllah, pasti cukup kok," Laura mengambil kue cokelat buatan ibunya yang di berada di atas piring. 

Ibu Laura menghempaskan tangan Laura. "Cuci tangan dulu, kamu kan abis dari luar!" peringat ibu Laura yang mendapat cengiran dari Laura. 

***

Keesokan harinya, Laura sangat bosan karena orang tuanya melarangnya untuk keluar rumah dan Laura harus diam di dalam kamarnya. 

Saat Laura sedang melamun dan bingung mau apa, tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarnya. 

"BANG DIRGA!!" teriak Laura spontan memeluk abangnya tersayang itu. 

"Bisa nggak sih, nggak usah teriak-teriak? Nanti kalo kuping abang budek, gimana?!" omel Dirga. 

Laura memeluk erat abangnya untuk melepaskan semua kerinduannya, dia meneteskan air matanya. 

"Abang jahat banget sih, udah punya keluarga baru Laura malah dilupain!" Laura melepaskan pelukannya. 

Dirga mencubit pipi adiknya gemas. "Adik siapa sih, cengeng banget sih?! Ditinggal satu tahun aja nangis!" ejek Dirga. Meskipun Laura sudah berumur 22 tahun, tapi bagi Dirga Laura tetaplah adik kecilnya. 

Laura memegangi pipinya sakit karena dicubit oleh kakaknya. 

"Dia nggak, ikut?" tanya Laura sambil melirik kelur. 

"Katanya dia-" 

"Hii everybody! Ini ada apa? Kok, aku nggak diajak?!" teriak Raisa--istri Dirga. 

"Kak Raisa!!" pekik Laura kegirangan lalu langsung memeluk kakak iparnya itu. Merekapun berpelukan seperti teletabis, mereka sangat akrab karena Raisa orangnya sangat friendly. 

"Udah-udah dramanya! Ayok kita ke depan," titah Dirga. 

"Nggak bisa apa lu bang, liat adik lu bahagia dulu bentar?!" ucap Laura sewot. Mereka bertiga pun pergi ke ruang tempat berkumpul keluarga. 

Laura menghampiri keponakannya yang di gendong oleh ibunya. Lalu Laura mengambil alih ponakannya itu. 

"Ya ampun imut banget kayak Laura," ujar Laura sambil mencium seluruh muka bayi tersebut. 

"Heh anak gue jangan dicium-cium, nanti bau!" tegur Dirga kemudian mengambil anaknya dari gendongan Laura. 

"Ya elah bang pelit banget sih, lo!" ketus Laura. 

"Udah-udah jangan ribut, mending kita makan siang, ibu udah masak makanan kesukaan kalian hari ini!" lerai ibu Laura. 

"Ayoklah, Laura juga laper!" ucap Laura sambil bangun dari duduknya. Merekapun makan siang bersama dengan penuh canda dan kebahagiaan. Setelah selsai makan, Laura masih duduk di meja makan sambil memakan buah apel. 

"Dek, lo besok mau nikah kok malah santai-santai sih? Luluruan atau maskeran kek sana!" tegur Dirga yang baru saja membereskan barang-barangnya. 

"Iyah dek, kok kamu nggak luluran atau apa gitu buat persiapan?" tanya Raisa yang berada di samping Dirga dan tak lupa dengan bayinya yang digendong. 

"Tenang kakak-kakak sekalian, besok hari masih lama, masih ada banyak waktu!" jawab Laura dengan santainya. 

"Terserah lo deh dek! Ayok sayang kita ke ruang keluarga aja," ajak Dirga pada Raisa. 

"Sana pergi! Jangan mesra-mersaan di depan gue!" usir Laura. Dirga dan Raisa pun pergi ke ruang keluarga. 

Lima belas menit kemudian, Laura masih setia duduk dan hanya diam di meja makan. Tiba-tiba Raisa menyuruhnya ke ruang tamu.

"Dek, ayok ke ruang tamu!" titah Raisa. 

"Ada apa emangnya?" bukannya menurut Laura malah bertanya. 

"Udah ayok cepetan!" 

"Iyah-iyah." Laura dan Raisa pun berjalan ke ruang tamu, saat di ruang tamu Raisa terkejut karena yang datang adalah sepupu perempuannya. 

"Diana?" gumam Laura saat melihat Diana yang sedang duduk di sofa ruang tamu. 

"Hai Laura, apa kabar?" tanya Diana sembari tersenyum. 

"Alhamdulillah baik," jawab Laura. 

"Alhamdulillah kalo begitu. Gue ke sini cuma mau ngasih kado dan ngucapin selamat karena lo besok mau nikah, besok kayaknya gue nggak bisa datang," ujar Diana. 

Laura membatin, 'Lagian kalo lo datang nanti bisa menimbulkan masalah yang merepotkan lagi' 

"Iyah nggak apa-apa kok, oh iyah lo mau dibuatin minum, apa?" tanya Laura. 

"Nggak usah, gue sebentar doang kok," jawab Diana kemudian menghampiri Laura dan memberikan sebuah kotak kado yang ukurannya tidak terlalu besar. 

"Ini buat lo, dibukanya jangan sekarang yah," bisik Diana lalu tersenyum. Laura merasa senyum Diana agak aneh tapi Laura mencoba untuk tetap positif thinking. 

"Ehh? Makasih sampe repot-repot ngasih kado," ucap Laura sambil tersenyum. 

"Kalo gitu gue pulang dulu, salam buat orang tua lo," pamit Diana. 

"Kak Dirga, Kak Raisa! Diana pulang dulu yah," pamit Diana pada Dirga dan Raisa yang sedang bermain dengan bayinya. 

"Kok bentar amat? Nggak mau minum, dulu?" tanya Raisa ramah. 

"Nggak deh kak, Diana masih banyak kerjaan soalnya," jawab Diana. 

"Yaudah hati-hati yah, salam buat keluarga di sana," ujar Raisa yang di angguki Diana. Diana pun pergi dari rumah tersebut, Laura juga masuk ke kamarnya untuk menyimpan kado tersebut. 

***

Sore hari tepatnya setelah maghrib, Laura terlihat sangat gelisah. Bagaimana tidak? Gaun pernikahannya belum sampai ke tangannya, Riri juga susah untuk di hubungi. 

"Laura diem!" bentak Dirga membuat Laura yang tadinya mundur mandir depan televisi kini mematung di tempat. 

"Kenapa dari tadi nggak bisa diem?" tanya Dirga. 

"Gaun pengantinnya belum datang kak, aku telponin Riri tapi nggak di angkat," jawab Laura. 

"Ya udah tunggu aja, Riri mungkin lagi sibuk." Dirga berusaha untuk menenangkan adiknya itu. 

Laura dan Dirga hanya berdua di ruang televisi itu karena Raisa dan anaknya tidur sedangkan ayah dan ibu mereka sedang bersantai di teras, mungkin juga mengobrol dengan tetangga komplek

"Assalamu'alaikum, yuhu orang cakep datang nih!" teriak dua perempuan yang memasuki ruang televisi itu. 

"Riri, Rere? Akhirnya kalian dateng juga!" Akhirnya rasa gelisah Laura hilang saat orang yang di tunggu-tunggu datang. 

"Nih gaun pesanan kakak, silahkan di cek!" Riri memberikan kotak kaca yang berisi Gaun pengantin. 

"Ribet amat pake kotak kaca segala!" kata Laura kemudian membuka Kotak kaca itu lalu mengambil gaunnya. 

"Wahh bagus banget!" ucap Laura dengan mata yang berbinar. 

"Cobain dong Ra!" pinta Rere. 

"Oke, tapi ini belum di cuci, yah?" tanya Laura. 

"Belum kak, tapi kita bikin gaun ini dengan tangan yang sangat bersih sampe cuci tangan tiap menit," jawab Riri.

"Ya udah gue coba dulu. Kalian di sini aja!" perintah Laura. 

Laura pun mencoba gaun pengantin tersebut di dalam kamarnya. 

Setelah memakainya Laura melihat dirinya di cermin dan dia sangat suka dengan gaun tersebut. Meskipun dulu gaun itu dia bayangkan dipakai untuk pernikahannya dengan Rendy namun semua itu hanyalah khayalan dimasa lalu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status