Share

Ingin Menyerah

🌹🌹🌹

Bisma tersenyum, lalu pergi meninggalkan Tasya yang berdiri mematung melihatnya. 

"Woy ...." Panggil Naira saat melihat sahabatnya hanya diam tanpa mengikuti langka kakinya.

"Awas Kecoak ...!" Seru Naira. Al hasil Tasya segera melompat dan berlari menghampirinya. 

"Ah, Nai! Kau membuat hayalanku buyar seketika!" Sungut Tasya memanyunkan bibirnya.

"Hayalan tentang pangeran Buaya, Ya!" Ejek Naira merasa lucu.

Tasya menceritakan pertemuannya dengan Bisma dan perjalanan mereka kemarin. Pancaran bahagia tak luput dari amatan Naira. Dalam hati gadis itu merasa lucu. Cinta sahabatnya begitu nampak. 

"Sekalipun, Aku mencintainya aku tak segila dirimu!" Celetuk Naira.

"Ah, kapan lagi aku dapat kesempatan seperti itu, Nai! Ini kesempatan langka, dan mungkin tak akan pernah terjadi lagi!"  Ungkap Tasya masih dengan kebahagiaannya.

Naira tak menyahuti, matanya terbentur pada dua sosok yang jalan bergandengan dengan mesra. Membuat hati dan perasaannya semakin hancur, pupus sudah impian untuk berjuang mendapatkan perhatian pria itu. Namun cintanya tak juga sirna. Membuat hatinya semakin tersakiti.

Tasya mengikuti arah pandangan mata Naira, perlahan gadis itu menggenggam erat tangan sahabatnya. Ia tahu perasaan Naira begitu besar untuk Andika karena mereka berdua mengagumi dua sosok sahabat itu. Apa yang di rasakan oleh Naira dapat terasakan olehnya juga. Mereka adalah satu.

"Selama janur kuning belum melengkung, kita masih punya harapan dan bermimpi, Nai!" Ucap Tasya memberi semangat.

"Mengapa kau selemah ini, bukannya kita telah telah berprinsip! Siapapun pacarnya tetap akulah jodoh terbaik untuknya!" Pungkas Tasya dan segera mendapat cibiran dari Naira.

"Sanggupkah ....?" Putus Naira merasa patah semangat. 

"Ah, cintamu ternyata sedangkal itu!" Ejek Tasya.

"Pletaak ...!" Naira menjitak keras kepala sahabatnya itu.

"Aduuuh ...! Sakit tahu! Kamu pikir kepalaku ini mainan untukmu!" Jerit Tasya sambil mengelus bekas jitakan Naira. 

Merekapun akhirnya tertawa bersama. Banyak pasang mata memandang tak suka. Namun mereka tiada peduli.

****

Sedang di sudut lain,  Seorang pria merasa risih dengan perlakuan sahabatnya. 

"Mel, jauhkan sedikit tubuhmu!" Ucap Andika pelan takut menyinggung perasaan Meli.

"Ingat janjimu padaku, And!" Sungut Meli kesal dengan sikap Andika yang ogah-ogahan.

"Selama janur kuning belum melengkung, kita masih punya harapan dan bermimpi, Nai!" Ucap Tasya memberi semangat.

"Mengapa kau selemah ini, bukannya kita telah telah berprinsip! Siapapun pacarnya tetap akulah jodoh terbaik untuknya!" Pungkas Tasya dan segera mendapat cibiran dari Naira.

"Sanggupkah ....?" Putus Naira merasa patah semangat. 

"Ah, cintamu ternyata sedangkal itu!" Ejek Tasya.

"Pletaak ...!" Naira menjitak keras kepala sahabatnya itu.

"Aduuuh ...! Sakit tahu! Kamu pikir kepalaku ini mainan untukmu!" Jerit Tasya sambil mengelus bekas jitakan Naira. 

Merekapun akhirnya tertawa bersama. Banyak pasang mata memandang tak suka. Namun mereka tiada peduli.

****

Sedang di sudut lain,  Seorang pria merasa risih dengan perlakuan sahabatnya. 

"Mel, jauhkan sedikit tubuhmu!" Ucap Andika pelan takut menyinggung perasaan Meli.

"Ingat janjimu padaku, And!" Sungut Meli kesal dengan sikap Andika yang ogah-ogahan.

Andika menggaruk kepala yang tak gatal. Gadis di sampingnya ini sungguh menguji kesabaran saja. 

"Wah, ada yang kaya perangko, Nih! Apa kalian berdua pacaran?!" Celetuk satu suara menyelidik

Andika menggaruk kepala yang tak gatal. Gadis di sampingnya ini sungguh menguji kesabaran saja. 

"Wah, ada yang kaya perangko, Nih! Apa kalian berdua pacaran?!" Celetuk satu suara menyelidik.

Andika memberikan tatapan tajam, sedang Meli makin mempererat pegangan di lengan pria itu. 

"Menurutmu bagaimana, Bis?" Meli balik bertanya pada Bisma.

Pria itu hanya tersenyum kecil. Dalam hatinya sungguh sakit, selama ini dia yang selalu menunjukkan perasaan namun tak pernah ada respon. Kini di hadapannya Meli begitu mesra pada sahabatnya. 

"Kalau menurutku biasa saja!" Cibir Bisma. 

Meli cemberut mendengar cibiran Bisma. 

Kedua pria itu tertawa. Merekapun kembali ke kelas karena bel pelajaran sudah berbunyi

Andika memberikan tatapan tajam, sedang Meli makin mempererat pegangan di lengan pria itu. 

"Menurutmu bagaimana, Bis?" Meli balik bertanya pada Bisma.

Pria itu hanya tersenyum kecil. Dalam hatinya sungguh sakit, selama ini dia yang selalu menunjukkan perasaan namun tak pernah ada respon. Kini di hadapannya Meli begitu mesra pada sahabatnya. 

"Kalau menurutku biasa saja!" Cibir Bisma. 

Meli cemberut mendengar cibiran Bisma. 

Kedua pria itu tertawa. Merekapun kembali ke kelas karena bel pelajaran sudah berbunyi

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status