🌹🌹🌹
Setelah menjenguk ayah Andika, Tasya berniat untuk mengunjungi rumah sahabatnya yang telah lama tak ditemuinya itu. Iapun menatap Bisma dan ingin meminta persetujuan dari pria yang belakangan ini sering menghabiskan waktu bersamanya.
"Ada apa kau memandangiku seperti itu! Jangan bilang kau mulai mencintaiku?" ledek Bisma sambil tersenyum lebar.
"Kau terlalu percaya diri!" elak Tasya mengerucutkan bibirnya.
"Bisakah kau mengantarkan aku kerumah sahabatku, Bis!?" sambung Tasya lagi.
"Ke rumah Naira, maksudmu!"
Tasya mengangguk cepat.
Bisma tersenyum mengiyakan sambil berbisik dalam hati.
"Bagaimana aku akan menolakmu, Sya! Kau begitu berarti untukku."
Tasya tersenyum senang. Merekapun segera menuju ke arah rumah Naira. Tapi betapa kecawanya hati mereka saat menemui rumah itu telah kosong tak berpenghuni. Perih rasanya kehilangan seorang sahabat yang dulu begitu dekat dengannya. Air mata kesedihan mulai terlihat mengambang di kelopak mata gadis itu.
"Kemana lagi aku akan mencarinya?" lirih Tasya berusaha menahan kesedihannya.
"Kita pasti akan bertemu dengannya, percayalah!" ucap Bisma menenangkan gadis yang diam-diam dicintainya itu.
Bisma meraih pundak Tasya dan membawa kepelukannya. Tak tahan lagi akan kerinduan pada sahabatnya itu Tasya menangis tersedu-sedu. Bisma membiarkan gadis itu menangis untuk melegakan hatinya.
***
Di ruangan tempat kerjanya, Naira saat ini menangis terisak, betapa gadis itu tersakiti oleh perkataan Meli.
"Mengapa takdir selalu mempermainkan hidupku. Aku sudah berusaha melupakan mereka, tapi mengapa aku dipertemukan kembali pada saat luka ini belum mampu kusembuhkan, Tuhan! Apa takdir hidupku hanya untuk mereka hina." isak Naira tak dapat lagi menutupi kesedihannya. Berulang kali ia berusaha menghindari pertemuan dengan apa yang menyebabkan ia pergi jauh dari kota ini, namun lagi-lagi ia kembali dipertemukan pada kenyataan yang lebih menyakitkan.
"Dan mengapa, rasa cinta ini masih hidup di hatiku, untuknya, Tuhan? Apa tak ada satu saja tiket untukku bahagia di dunia fana ini, Tuhan!" desah Naira masih dalam tangisannya.
Andai waktu mengijinkannya, ingin rasanya dia menghilang dari bumi ini, agar tak ada lagi hinaan yang didapatinya. Namun semua sudah digariskan Tuhan dalam takdirnya.
"Maaf Dok, pasian ruang Vip A meminta ada untuk menemuinya!" ucap seorang perawat yang baru saja masuk ke ruangannya.
"Bukankah itu ruangan Ayah Andika?" batin Naira. Gadis itu berpikir sejenak lalu mengangguk mengiyakan.
***
Tanpa sepengetahuan Sulastri ada sepasang mata mengawasinya dalam pandangan mata tak terpacaya.
"Sulastri .... " kejut pria paruh baya itu.
"Mungkinkah, kau dan anakmu akan memaafkanku bila aku datang menemuimu?" tanya pria itu untuk dirinya sendiri. Pria itu terbayang kembali kenangan dua puluh tahun silam saat ia pergi meninggalkan anak istrinya demi wanita lain.
"Oh ... Tuhan, kesalahanku begitu besar padanya" lirih pria itu.
"Andai aku tak mengikuti nafsu dan egoku, mungkin kita tak akan berpisah! Maafkan semua kesalahanku, Las!" Ia mengelus dadanya yang terasa sesak. Ternyata meninggalkan istri sahnya demi wanita lain adalah kesalahan terbesar yang ia pernah lakukan. Kini nasi sudah menjadi bubur, puluhan tahun telah berlalu dan mungkin kebencian Sulastri telah menumpuk untuknya.
Pria itu perlahan meninggalkan tempat itu. Langkah kakinya begitu berat, bayangan masa lalu seperti sebuah kaset yang terputar ulang. Saat dengan kasarnya ia menepis tubuh Sulastri hingga terjungkal meninggalkan dengan tangisan seorang bayi yang begitu nyaring di telinganya.
"Ah ... Aku tak pantas untuk meminta maaf padanya!"
***
Sepulang dari tempat kerjanya Niara kini melangkahkan kaki untuk pergi ke rumah Tasya sahabat yang begitu dirindukannya.
Naira telah berdiri di depan pintu rumah yang sangat mewah milik Tasya, tapi saat ia akan mengetuk pintu satu suara memanggil namanya dan menubruknya.
"Naira ... kaukah ini?"
Bersambung......
🌹🌹🌹 Dan malam ini Andika benar-benar menepati janjinya. Ia membawa Naira untuk ke rumah Meli guna menjelaskan hubungan mereka. Karena telah berjanji pada dirinya tak akan melepaskan Naira lagi dari hidupnya. Tanpa perjodohan itu Andika memang mencintai Naira sejak dulu. "Kamu yakin, And! Kita akan bisa membuat Meli mengerti." tanya Naira ragu. Ia khawatir pada kemarahan Meli, apa lagi bila ia mengingat ancaman gadis itu padanya beberapa hari lalu. Naira semakin yakin Meli tak akan mungkin bisa menerima hubungannya dengan Andika. "Kita akan berusaha." jawab Andika meyakinkan dan begitu mantap. Merekapun tiba di rumah Meli. Dan gadis itu menatap sinis pada kedua tamunya karena ancamannya tak berpengaruh bagi mereka. "Mau apa kalian menemuiku. Mau bilang kalau kalian tidak bisa dipisahkan, begitu" sungut Meli tak dapat lagi menahan amarahnya. "Mel ... Maafkan kami, aku memang tak bisa mengabulkan permintaanmu karena kamup
🌹🌹🌹 Naira memutuskan untuk melepaskan Andika setelah yakin dan penjelasan ibunya yang membuat ia berpikir. "Percayalah, Nai! Jika kalian memang berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kalian kembali, bagaimanapun caranya!" Sulastri mengelus punggung tangan Naira. Naira semakin terdiam hanyut dalam perasaannya. "Hari sudah siang, kamu kok, belum siap-siap!" celetuk Sulastri lagi. "Aku lagi malas, Bu! Perasaanku lagi tidak baik!" kilah Naira "Jangan karena masalah ini, lalu kamu mengabaikan tugasmu! Ingat kamu digaji bukan untuk bersantai!" "Tapi, Bu!" Sulastri memberikan tatapan tajam. Ia tak ingin anaknya melalaikan tugas dan apa yang akan terjadi jika Naira tak masuk kerja. Yang ada, gadis itu hanya akan melamun sepanjang hari. "Baiklah ...." ucap Naira dengan malas. Gadis itupun segera melangkah ke kamar mandi. "Ibu selalu saja bisa untuk memak
🌹🌹🌹Meli diam saja saat diantar pulang Andika. Wajah sinisnya benar-benar terpancar dan kebenciannya semakin nampak.Andika hanya mampu mendesah pelan. Ingin ia menjelaskan bahwa dia dan Naira telah dijodohkan, tapi pria itu takut Meli akan bertambah marah padanya, hingga menghukum dirinya sendiri lagi."Ayolah Mel ... Jangan seperti anak kecil!" bujuk Andika mencairkan suasana yang begitu hening."Kau mengingkari janjimu, And. Aku benci kamu ... Sangat membencimu! Bila kau tak bisa menjauhi Naira. Jangan halangi aku untuk berbuat kejam pada wanita itu." ancam Meli berapi-api dengan bibir yang dilantunkan.Andika menarik nafas dalam, ia benci dengan keegoisan gadis di depannya ini. Pria itu bingung harus bagaimana lagi untuk menjelaskan semuanya. Meli tak pernah sedikitpun mau mengerti, perhatiannya selama ini disalah artikan oleh gadis itu. Andika hanya melindungi Meli sebagai adik perempuannya saja namun Meli beranggapan lain. Andai wakt
🌹🌹🌹 Di tempat Andika nampak terlihat banyak tamu berlalu lalang. Setelah keluar dari rumah sakit seminggu lalu ayah Andika terlihat semakin sehat. Selain untuk memperingati hari lahir ayah Andika juga untuk mengucap syukur atas kesembuhan pria itu. "Andika ...." panggil ayahnya dan pria itu segera mendekati ayahnya. "Tidakkah kau mengundang Naira! Ayah merindukannya." ucap ayah Andika Andika terdiam, Andika lupa untuk mengundang gadis itu, ia bingung sedang saat ini ia masih dalam ancaman Meli. Ia harus bisa memberi alasan yang membuat ayahnya yakin. "Dia akan datang, Ayah. Percayalah!" sahut Andika sekenanya takut ayahnya merasa tersakiti karena keteledoran Andika tidak mengundang Naira. Ayah Andika mengangguk dan membiarkan Andika kembali menyapa tamu-tamu yang hadir. "Selamat malam, Paman! Selamat ulang tahun." sapa satu suara yang membuat Husen menoleh ke arah sumber suara itu. "Bisma ... Syuk
🌹🌹🌹Naira belum sanggup untuk menghadapi kenyataan ini dimana ayahnya adalah ayah Meli juga. Ia belum mampu menata hatinya yang kini benar-benar retak. Ingin menyalahkan takdir tapi semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa, dan itu sudah digariskan untuknya."Aku harus kuat, aku pasti bisa! Aku sudah terbiasa dengan hal yang semacam ini!" ucap Naira memberi semangat pada dirinya. "Ini jadwalku untuk memeriksa ayah! Aku harus menemuinya, dan semoga kesehatannya lebih membaik lagi." tambah Naira lagi dan iapun segera keluar untuk memeriksa ayahnya.Gawai Naira berdering melihat nama siapa yang tertera membuat gadis itu tersenyum."Ya hallo""....""Malam ini?" kening Naira berkerut mendengar ajakan sang penelfon."...""Aku tak bisa berjanji, Sya! Tapi aku akan usahakan untuk datang." Naira segera menutup telfonnya. Dan masuk ke ruangan ayahnya."Selamat sore, Tuan! Bagaimana keadaan tu
🌹🌹🌹Meli yang mendapat kabar tentang ayahnya yang sempat pingsan di jalan dan kini di rawat di rumah sakit ini langsung panik dan segera ingin mencari keberadaan ayahnya yang di rawat."Aku akan mengantarmu, jangan terburu-buru seperti itu, nanti selang infusnya lepas dari tanganmu." cetus Andika. Pria ini selalu setia mendampingi Meli dari seminggu yang lalu. Namun keadaan Meli bekum pulih benar dan masih mengharuskan gadis ini untuk di rawat lebih lanjut.Meli menatap Andika dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Pria ini benar-benar menuruti permintaannya untuk tidak mendekati Naira lagi. Gadis itu bangga dengan keberhasilannya ini."Apa aku tidak merepotkanmu, And!" tanyanya dengan nada manja.Andika hanya menggeleng dan segera menuntun Meli untuk ke ruangan ayahnya berada. Dengan bergelayut mesra di lengan pria itu Meli mengikuti langkah Andika."Aku yakin kamu tak akan tega meninggalkan aku!" kekeh Meli da