🌹🌹🌹
Siang itu Naira beraktifitas seperti biasa.
"Maaf Tuan aku terlambat!" ucap Naira pada pemilik kedai itu.
Tuan Brata tersenyum. Ia tau bahwa Naira terlambat pasti merawat Ibunya lebih dulu.
"Tidak apa, Nai! Lakukan tugasmu banyak tamu di luar sana!" sahut bapak pemilik kedai.
Naira mengangguk. Lalu segera ke tempat ganti untuk mengganti pakaiannya.
"Ke meja nomor empat, Nai!" perintah Ibu Brata.
"Iya, Ibu!" angguk Naira lalu mengantar pesanan ke meja yang ditunjuk oleh Ibu kedai tersebut.
Dan betapa terkejut nya saat sampai di meja itu. Dadanya berdebar tak karuan. Hampir saja pesanan yang dibawa hampir jatuh.
"Kamu..." tunjuk pria di meja tersebut.
Naira tersenyum kikuk.
"Kamu mengikuti kami ya," celetuk Bisma sahabat baik dari Andika.
"Atau jangan-jangan kau fens gelap kami?" geram Andika.
"Maaf aku tak seperti itu, aku di sini bekerja?" sahut Naira pelan. Lalu beralih meninggalkan meja tersebut.
"Tunggu..." Andika menarik tangan Naira.
"Ada apa...???" Naira kikuk semakin berdebar saja hatinya. Meski Andika begitu jutek dan acuh padanya namun, gadis itu tetap memendam cinta padanya.
"Sejak kapan kamu bekerja di sini??"
"Apa aku harus menjawabnya," Naira kikuk, Andika hanya tersenyum. Naira pun berlalu meninggalkan meja tersebut.
***
Masih terlalu pagi para siswa siswi pelajar berlalu lalang di halaman sekolah dengan seragam yang ditentukan. Sejak tadi Naira tersenyum manis dik kursinya. Melihat itu Tasya sedikit takut karena tak seperti biasanya.
"Hey ... Kau kenapa???" lalu duduk di hadapan Naira dengan raut wajah penasaran.
"Aku mengalami kejadian indah kemarin ... Sungguh aku tak bisa tidur dibuatnya"
Seketika Tasya mengubah posisi duduk lebih serius, sepertinya ini kabar baik.
"Apa yang terjadi... Katakan padaku" paksa Tasya ingin tahu.
"Kau mungkin tak percaya, bahwa kemarin Andika datang di kedai pak Brata!"
"Apaaa ... Benarkah???" Tasya langsung menutup mulutnya yang tak terkontrol itu. Seluruh siswa di kelas menatap mereka dengan wajah sinis tak senang sambil berbisik-bisik.
"Issshhh bodohnya ... Mengapa mulutmu besar sekali."
"Maaf, aku hanya tak percaya saja!" kekeh Tasya.
"Aku tak memaksamu percaya!" Naira menjulurkan lidahnya.
"Ah, sepertinya kau mulai ngambek!" Ledek Tasya dengan mimik menyebalkan.
Naira memberi tatapan kemarahan. Namun yang terlihat di mata sahabatnya ia menjadi semakin cantik.
"Kau membuatku terpana, Nai!"
"Taaa ... Syaaa!" Suara Naira menggelegar. Kembali semua mata menatap kedua gadis itu dengan tatapan mematikan. Naira segera menutup mulutnya, sedang Tasya tertawa melihat sikap kikuk sahabatnya.
"Itu mulut dikondisikan dong!" Cibir Tasya dan segera saja mendapat cubitan dari Naira
"Aduuuh ... Kau nakal, Nai!" Jerit Tasya lagi-lagi membuat banyak mata memandang.
"Kalian anggap ini ruangan nenek moyang mu, Ya! Bicara sewajarnya! Jangan mengganggu kenyamanan yang lainnya!" Tegur salah satu dari mareka.
"Maaf!" Seru Naira dan Tasya bersamaan.
Jam istirahat pertama dimulai, hari ini adalah jadwal anak basket melakukan jadwal rutin mereka. Kapten tunggal di sekolah itu adalah Andika yang beranggotakan Bisma dan teman-temannya. Tasya memaksa Naira untuk melihat latihan itu, tentu saja Naira tak menolak. Karena memang di sana ada pujaan hatinya. Mereka tampak bersemangat menuju tempat latihan. Dan sesampainya di sana Tasya menarik Naira untuk melihat dari pinggir lapangan bersama anak-anak fansclub panatik pujaan hatinya.
"Aaahh Bisma ... Dia sangat sexy sekali" ucap Tasya dengan wajah berbinar Naira melihatnya jijik.
Tak lama pandangan mata Naira terbentur pada sesuatu yang membuatnya begitu sesak. Di ujung sana Meli sedang mengelap mesra keringat di wajah Andika.
Dan Andika tersenyum bahagia sekali sepertinya. Ia tak menyadari permainan dimulai dan ada bola melayang kearahnya, hingga
"Naira awaaaas...."
"Braakk"
"Tasyaa..." teriak Naira mendapati sahabatnya jatuh tersungkur, sebab bola itu mengenai perutnya. Tasya yang mendorong Naira hingga menyebabkan dirinya terhantam bola. Seluruh pemain berlari menghampiri mereka.
"SIAPA YANG MELEMPAR BOLA KE ARAH SAHABATKU???" teriak Naira marah matanya mulai berkaca-kaca.
Bersambung......
🌹🌹🌹 Dan malam ini Andika benar-benar menepati janjinya. Ia membawa Naira untuk ke rumah Meli guna menjelaskan hubungan mereka. Karena telah berjanji pada dirinya tak akan melepaskan Naira lagi dari hidupnya. Tanpa perjodohan itu Andika memang mencintai Naira sejak dulu. "Kamu yakin, And! Kita akan bisa membuat Meli mengerti." tanya Naira ragu. Ia khawatir pada kemarahan Meli, apa lagi bila ia mengingat ancaman gadis itu padanya beberapa hari lalu. Naira semakin yakin Meli tak akan mungkin bisa menerima hubungannya dengan Andika. "Kita akan berusaha." jawab Andika meyakinkan dan begitu mantap. Merekapun tiba di rumah Meli. Dan gadis itu menatap sinis pada kedua tamunya karena ancamannya tak berpengaruh bagi mereka. "Mau apa kalian menemuiku. Mau bilang kalau kalian tidak bisa dipisahkan, begitu" sungut Meli tak dapat lagi menahan amarahnya. "Mel ... Maafkan kami, aku memang tak bisa mengabulkan permintaanmu karena kamup
🌹🌹🌹 Naira memutuskan untuk melepaskan Andika setelah yakin dan penjelasan ibunya yang membuat ia berpikir. "Percayalah, Nai! Jika kalian memang berjodoh, Tuhan akan mempertemukan kalian kembali, bagaimanapun caranya!" Sulastri mengelus punggung tangan Naira. Naira semakin terdiam hanyut dalam perasaannya. "Hari sudah siang, kamu kok, belum siap-siap!" celetuk Sulastri lagi. "Aku lagi malas, Bu! Perasaanku lagi tidak baik!" kilah Naira "Jangan karena masalah ini, lalu kamu mengabaikan tugasmu! Ingat kamu digaji bukan untuk bersantai!" "Tapi, Bu!" Sulastri memberikan tatapan tajam. Ia tak ingin anaknya melalaikan tugas dan apa yang akan terjadi jika Naira tak masuk kerja. Yang ada, gadis itu hanya akan melamun sepanjang hari. "Baiklah ...." ucap Naira dengan malas. Gadis itupun segera melangkah ke kamar mandi. "Ibu selalu saja bisa untuk memak
🌹🌹🌹Meli diam saja saat diantar pulang Andika. Wajah sinisnya benar-benar terpancar dan kebenciannya semakin nampak.Andika hanya mampu mendesah pelan. Ingin ia menjelaskan bahwa dia dan Naira telah dijodohkan, tapi pria itu takut Meli akan bertambah marah padanya, hingga menghukum dirinya sendiri lagi."Ayolah Mel ... Jangan seperti anak kecil!" bujuk Andika mencairkan suasana yang begitu hening."Kau mengingkari janjimu, And. Aku benci kamu ... Sangat membencimu! Bila kau tak bisa menjauhi Naira. Jangan halangi aku untuk berbuat kejam pada wanita itu." ancam Meli berapi-api dengan bibir yang dilantunkan.Andika menarik nafas dalam, ia benci dengan keegoisan gadis di depannya ini. Pria itu bingung harus bagaimana lagi untuk menjelaskan semuanya. Meli tak pernah sedikitpun mau mengerti, perhatiannya selama ini disalah artikan oleh gadis itu. Andika hanya melindungi Meli sebagai adik perempuannya saja namun Meli beranggapan lain. Andai wakt
🌹🌹🌹 Di tempat Andika nampak terlihat banyak tamu berlalu lalang. Setelah keluar dari rumah sakit seminggu lalu ayah Andika terlihat semakin sehat. Selain untuk memperingati hari lahir ayah Andika juga untuk mengucap syukur atas kesembuhan pria itu. "Andika ...." panggil ayahnya dan pria itu segera mendekati ayahnya. "Tidakkah kau mengundang Naira! Ayah merindukannya." ucap ayah Andika Andika terdiam, Andika lupa untuk mengundang gadis itu, ia bingung sedang saat ini ia masih dalam ancaman Meli. Ia harus bisa memberi alasan yang membuat ayahnya yakin. "Dia akan datang, Ayah. Percayalah!" sahut Andika sekenanya takut ayahnya merasa tersakiti karena keteledoran Andika tidak mengundang Naira. Ayah Andika mengangguk dan membiarkan Andika kembali menyapa tamu-tamu yang hadir. "Selamat malam, Paman! Selamat ulang tahun." sapa satu suara yang membuat Husen menoleh ke arah sumber suara itu. "Bisma ... Syuk
🌹🌹🌹Naira belum sanggup untuk menghadapi kenyataan ini dimana ayahnya adalah ayah Meli juga. Ia belum mampu menata hatinya yang kini benar-benar retak. Ingin menyalahkan takdir tapi semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa, dan itu sudah digariskan untuknya."Aku harus kuat, aku pasti bisa! Aku sudah terbiasa dengan hal yang semacam ini!" ucap Naira memberi semangat pada dirinya. "Ini jadwalku untuk memeriksa ayah! Aku harus menemuinya, dan semoga kesehatannya lebih membaik lagi." tambah Naira lagi dan iapun segera keluar untuk memeriksa ayahnya.Gawai Naira berdering melihat nama siapa yang tertera membuat gadis itu tersenyum."Ya hallo""....""Malam ini?" kening Naira berkerut mendengar ajakan sang penelfon."...""Aku tak bisa berjanji, Sya! Tapi aku akan usahakan untuk datang." Naira segera menutup telfonnya. Dan masuk ke ruangan ayahnya."Selamat sore, Tuan! Bagaimana keadaan tu
🌹🌹🌹Meli yang mendapat kabar tentang ayahnya yang sempat pingsan di jalan dan kini di rawat di rumah sakit ini langsung panik dan segera ingin mencari keberadaan ayahnya yang di rawat."Aku akan mengantarmu, jangan terburu-buru seperti itu, nanti selang infusnya lepas dari tanganmu." cetus Andika. Pria ini selalu setia mendampingi Meli dari seminggu yang lalu. Namun keadaan Meli bekum pulih benar dan masih mengharuskan gadis ini untuk di rawat lebih lanjut.Meli menatap Andika dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Pria ini benar-benar menuruti permintaannya untuk tidak mendekati Naira lagi. Gadis itu bangga dengan keberhasilannya ini."Apa aku tidak merepotkanmu, And!" tanyanya dengan nada manja.Andika hanya menggeleng dan segera menuntun Meli untuk ke ruangan ayahnya berada. Dengan bergelayut mesra di lengan pria itu Meli mengikuti langkah Andika."Aku yakin kamu tak akan tega meninggalkan aku!" kekeh Meli da