TAKDIRKU ADALAH KAMU
🌹🌹🌹
"SIAPA YANG MELEMPAR BOAL KE ARAH SAHABATKU???" teriak Naira marah matanya mulai berkaca-kaca karena khawatir. Salah satu dari mereka menunjuk Bisma. Naira menatapnya benci namun Bisma tak peduli.
"Hey... bangunlah, hey" Bisma menepuk-nepuk pipi Tasya.
"Bodoh ... Bawa dia ke UKS cepat!" Naira masih memasang wajah panik, bahkan ia tak peduli telah berteriak sejak tadi.
Sementara Andika ada di situ. Dengan segera Bisma mengangkat tubuh Tasya dan membawa ke uks.
"Tasya... Bangunlah, maafkan aku!" Naira menangis hebat di ruangan itu. Bisma jadi nampak bersalah, sementara Andika hanya melihat dengan diam.
"Apa dia sudah sadar" Meli masuk ke ruangan kesehatan itu dan menghampiri Andika dan Bisma. Naira melirik sekilas kemudian kembali menatap Tasya yang belum sadarkan diri.
"Dokter bilang dia shock dan masih mengalami kram pada perutnya!" jawab Bisma.
"Ck... Kau berhentilah menangis" celetuk Bisma kesal kali ini untuk Naira.
Andika yang sedari tadi diam tak bereaksi tiba-tiba mengulurkan sebuah tisu ke arah Naira.
"Berhentilah menangis" ucap Andika dan sekarang giliran Meli yang terdiam. Benci bila Andika dan Bisma memberikan perhatian pada wanita lain.
"Lebih baik kalian ganti baju dulu, biar aku yang menjaganya. Lagian kalian pasti lelah abis latihan, And!" tawar Meli. Tampak mereka berfikir sebentar. Sebelum pada akhirnya mengangguk setuju.
Selepas kepergian dua lelaki tampan tadi, sekarang hanya ada Naira, Meli dan Tasya yang belum sadar dari pingsannya. Mereka terlihat nampak kaku dan sorot mata tak suka dari wajah Meli.
"Dua sahabatku memang baik, kuharap kau tak salah tanggap!?" ucap Meli, Naira menatap gadis itu dengan terkejut.
"Maksudmu...???"
"Aku mengenal Andika dan Bisma adalah tipe orang yang bertanggung jawab jadi kebaikannya itu adalah hal wajar." jelas Meli dengan sinisnya.
"Aku tak mengerti apa maksud perkataanmu itu???" Naira mengkerut kan keningnya.
"Dasar gadis bodoh, yang aku maksud adalah Andika tidak akan punya perasaan pada kalian. Karena Andika dan Bisma itu mempunyai selera tinggi bukan rendahan seperti kalian" sengit Meli.
Dan perkataan Meli itu sangat menyakiti hati Naira. Dengan sinar mata kemarahan yang ditahan Naira membentak gadis itu.
"Pergi dari sini... Atau aku akan menyumpal mulutmu dengan sapatu ini!" Naira segera melepaskan sepatunya.
"Dasar gadis gila..." umpat Meli sambil berjalan meninggalkan ruangan itu.
"Apakah aku serendah itu. Aku juga tak berharap agar Andika mencintaiku, aku sadar siapa diri ini, aku bagai pungguk merindukan bulan" isak Naira dalam tangisnya.
"Nai ..." Panggil seseorang lirih.
Naira cepat menghapus air matanya, melihat Tasya telah sadar.
"Siapa yang menyakitimu, Nai!" Tanya Tasya heran melihat sahabatnya menangis.
"Bodoh!" Sungut Naira sambil memayunkan bibirnya.
Tasya terkekeh.
"Aku tak apa-apa, mengapa kau menangis layaknya aku akan mati saja!"
"Dasar sahabat tak berguna!" Cibir Naira. Lalu mendekati Tasya dan membantunya untuk bangun.
"Kalian memang sahabat yang saling melengkapi!" Tatap seseorang di luar pintu. Pria itu hendak masuk memeriksa keadaan gadis yang dicelakainya tadi. Namun langkahnya terhenti saat melihat kelakuan konyol dua sahabat itu. Pria itu diam-diam tersenyum simpul.
"Mengapa tidak jadi masuk, Bis?!" Tegur Andika saat melihat pria itu hanya berdiri di depan pintu.
"Aah, Kau mengejutkan ku!" Dengus Bisma. Iapun melanjutkan Langkahnya untuk masuk dengan diikuti oleh Andika.
"Bagaimana keadaanmu!" Tanya Bisma tanpa basa-basi lagi.
"Aku baik-baik saja!" Jawab Tasya dengan gugup.
"Baik-baik saja, kepalamu itu! Orang sampai pingsan kok, baik-baik saja!" Gerutu Naira melihat sahabatnya yang salah tingkah di depan Bisma.
Tasya memberikan tatapan mautnya.
"Syukurlah! Aku minta maaf, Ya!" Tandas Bisma dan mendapat anggukan cepat dari Tasya.
Merekapun saling terdiam. Perasaan Tasya sungguh tak dapat dilukiskan betapa bahagianya dapat berbicara panjang lebar dengan laki-laki yang selama ini menjadi pujaan hatinya.
Naira diam-diam memperhatikan tingkah Tasya. Gadis ini tau bagaimana perasaan Tasya saat itu.
"Dasar Tasya!" Geleng Naira.
🌹🌹🌹🌹Bel waktu pulang pun berdenting. Naira yang di ruang Uks telah bersiap mengantar Tasya untuk pulang."Kamu bisa jalan sendiri, kan?!" tanya Naira pada sahabatnya itu.Tasya mengangguk diiringi senyum manisnya."Kenapa kamu begitu bodoh sih. Sampai mau mengorbankan dirimu untukku," kata Naira sambil memakaikan sepatu di kaki Tasya."Aku menyayangimu, Tolol!" runtuk Tasya sambil menjitak kepala Naira."Ya ampun sadisnya dirimu ini!" sungut Naira mengelus kepalanya yang dijitak oleh sahabatnya."Ayo, aku akan mengantar kalian pulang!" ucap Bisma yang baru saja muncul di depan pintu.Naira dan Tasya menatap sejenak lalu berjalan ke arah Bisma."Mari kubantu!" usul Bisma membantu memapah Tasya. Merekapun tiba dimana mobil Bisma terparkir."Tunggu.... Aku melupakan se
🌹🌹🌹🌹Sepulang dari tempat kerja, Naira ingin menenangkan hati lebih dulu. Perasaan tak karuan begitu menjadi beban. Sepanjang sore ini yang ada dalam pikirannya hanya ingatan tentang Andika dan Meli. Beribu cara dia coba untuk menghapus ingatan itu, tapi masih saja terlintas. Tatapan Andika yang begitu lembut membuatnya cemburu dan sakit. Berulang kali ia menyadarkan diri bahwa cintanya hanyalah pungguk yang merindukan bulan. Namun semakin kuat ia coba melupakan tapi semakin kuat pula perasaan cinta itu."Apa hidupku seburuk ini! Mengapa banyak orang selalu memandangku sebelah mata, apa aku sehina itu." keluhnya. Ia tak menyesali takdir hidupnya ia hanya ingin satu tiket bahagia saja. Apa keinginan itu terlalu berat untuknya."Hikz ... Hikz" isak tangisnya semakin terdengar. Gadis itu tak lagi mampu menahan cobaan hidupnya. Tapi ia harus bertahan demi Ibunya."Aku harus tetap semangat untuk
🌹🌹🌹Bisma tersenyum, lalu pergi meninggalkan Tasya yang berdiri mematung melihatnya."Woy ...." Panggil Naira saat melihat sahabatnya hanya diam tanpa mengikuti langka kakinya."Awas Kecoak ...!" Seru Naira. Al hasil Tasya segera melompat dan berlari menghampirinya."Ah, Nai! Kau membuat hayalanku buyar seketika!" Sungut Tasya memanyunkan bibirnya."Hayalan tentang pangeran Buaya, Ya!" Ejek Naira merasa lucu.Tasya menceritakan pertemuannya dengan Bisma dan perjalanan mereka kemarin. Pancaran bahagia tak luput dari amatan Naira. Dalam hati gadis itu merasa lucu. Cinta sahabatnya begitu nampak."Sekalipun, Aku mencintainya aku tak segila dirimu!" Celetuk Naira."Ah, kapan lagi aku dapat kesempatan seperti itu, Nai! Ini kesempatan langka, dan mungkin tak akan pernah terjadi lagi!" Ungkap Tasya masih dengan
🌹🌹🌹Entah angin apa yang membawa Meli tiba-tiba sudah berada tepat di depan meja Naira.Wajah sinisnya begitu nampak, kebencian begitu tergambar jelas."Buang jauh-jauh mimpimu untuk merayu Andika! Pria itu tak akan mungkin jatuh cinta padamu! Dasar gadis tak tahu malu!" Ucapnya tanpa basa-basi lagi.Naira terkejut mendengar apa yang diucapkan Meli. Namun gadis ini berusaha tenang. Andai saat ini Tasya di sampingnya mungkin gadis itulah yang lebih dulu melawan Meli."Apa maksudmu, Mel?""Jangan pura-pura bodoh, Nai! Semua orang tahu bahwa kamu adalah salah satu pengagum rahasia Andika! Yang tiada henti menerornya dengan surat-surat cinta tiap pagi!" Cemoh Meli dan membuat suasana ruangan kelas menjadi riuh."Dasar tak tahu malu!""Dimana harga dirimu, Nai!""
🌹🌹🌹🌹Saat itu di sebuah butik seorang gadis dengan cekatan merapikan penempatan barang-barang yang dianggap indah di matanya.Gadis itu nampak terlalu serius hingga tak menyadari seseorang telah di sampingnya."Maaf Nona, apakah di sini disediakan jas kantor yang berbahankan katun sutra?" tanya seorang pria tampan berkaca mata.Wanita itu mengangkat wajahnya melihat kearah suara yang mengganggu dan Hatinya tiba-tiba berdebar saat tahu yang berdiri di depannya itu."Bisma ...." kejutnya."Anda mengenalku?" tanya pria yang bernama Bisma itu.Gadis itu mengangguk."Dimana kau mengenalku?" tanya Bisma lagi. Ia begitu penasaran di mana wanita cantik ini mengenalnya."Kamu tidak mengingatku?" gadis itu balik bertanya. Bisma menggelengkan kepalanya. Wajah gadis itu nampak kecewa."Aku teman seSMA mu waktu dulu!" jelas Tasya pelan sambil memanyunkan bibirnya."Tunggu ... Sepertinya aku mulai
TAKDIRKU ADALAH KAMU🌹🌹🌹🌹Siang itu Naira mengajak Ibunya melihat rumah yang baru di beli dari gaji pertamanya."Terima kasih, Nai!" ucapnya berlinangan air mata."Maafkan aku, Bu! Belum bisa membahagiakan mu, aku hanya bisa memberikan rumah ini untukmu!" Naira memeluk ibunya. Wanita itu mengelus rambut anaknya dengan penuh kasih sayang. "Ibu, masuklah! Aku harus berangkat kerja, maaf tidak bisa membantumu membereskan rumah ini!" ucap Naira sambil mencium pipi Sulastri dan Gadis itupun beranjak pergi meninggalkan ibunya.Pagi ini ia harus ke kantor tempat barunya bekerja. Setelah beberapa bulan mengabdi di Puskesmas Kecamatan kini dia ditugaskan untuk mengabdi di rumah sakit Umum Raha.Dengan kepandaian serta keuletannya kini telah membuktikan bahwa dirinya benar-benar mampu melawan kerasnya
🌹🌹🌹Saat ini Naira sedang memeriksa keadaan Ayah Andika. Dan kebetulan saat ini dalam ruangan itu tidak banyak yang menemani."Sudah dimakan buburnya, Tuan?" tanya Naira lembut."Belum, Dok!" jawab Ayah Andika.Naira lalu duduk di samping pria paruh baya itu."Kenapa tidak dimakan, Tuan, nanti Tuan akan lama sembuhnya!" jelas Naira pelan."Baiklah dok, sudah memperhatikan saya!"Naira mengangguk, lalu berpamitan untuk melihat pasien yang lain lagi."Dokter muda, tunggu! Siapa namamu?" panggil Husen mencegah kepergian dokter muda itu.Naira tersenyum lalu balik ke tempat pembaringan ayah Andika."Naira, Tuan! Nama saya Naira!" sahutnya Lembut."Nama yang cantik, maukah kau menjadi menantuku?!" Husen sudah terpikat pada kelembutan sikap Naira hingga b
🌹🌹🌹Setelah menjenguk ayah Andika, Tasya berniat untuk mengunjungi rumah sahabatnya yang telah lama tak ditemuinya itu. Iapun menatap Bisma dan ingin meminta persetujuan dari pria yang belakangan ini sering menghabiskan waktu bersamanya."Ada apa kau memandangiku seperti itu! Jangan bilang kau mulai mencintaiku?" ledek Bisma sambil tersenyum lebar."Kau terlalu percaya diri!" elak Tasya mengerucutkan bibirnya."Bisakah kau mengantarkan aku kerumah sahabatku, Bis!?" sambung Tasya lagi."Ke rumah Naira, maksudmu!"Tasya mengangguk cepat.Bisma tersenyum mengiyakan sambil berbisik dalam hati."Bagaimana aku akan menolakmu, Sya! Kau begitu berarti untukku."Tasya tersenyum senang. Merekapun segera menuju ke arah rumah Naira. Tapi betapa kecawanya hati mereka saat menemui rum