Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

Share

BAB 7 - JERAT YANG SEMAKIN MENINGKAT

Author: awaaasky
last update Last Updated: 2025-03-24 16:42:43

Auryn tahu sejak awal bahwa Lucien bukan pria biasa.

Ada sesuatu dalam caranya berbicara, dalam tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan.

Sejak pagi itu, hidupnya berubah total.

Bukan hanya karena Lucien mulai mengatur segalanya, tapi karena dirinya sendiri juga mulai terperangkap dalam pesona berbahaya pria itu.

Sialnya, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada bagian dalam dirinya yang menikmati ini.

Namun, di balik semua itu, ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang di luar sana sedang mengawasinya.

Malam sebelumnya, amplop merah itu adalah bukti bahwa ia sedang diincar.

Tapi oleh siapa?

Dan yang lebih penting, kenapa?

SIANG ITU – KANTOR PUSAT MORANT GROUP

Auryn menatap pantulan dirinya di lift kaca yang membawa dirinya ke lantai tertinggi gedung Morant Group.

Sejak tadi pagi, seorang pria bertubuh kekar yang mengenakan jas hitam selalu mengikutinya.

Pengawal pribadi.

Lucien benar-benar serius dengan kata-katanya.

Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh seorang sekretaris yang langsung membungkuk hormat.

"Miss Vale, Tuan Morant sudah menunggu Anda."

Auryn mengangguk dan mengikuti wanita itu menuju ruang utama Lucien.

Begitu masuk, ia melihat Lucien duduk di belakang meja besar dengan ekspresi serius, matanya terfokus pada tumpukan dokumen di depannya.

Namun, begitu menyadari kehadiran Auryn, ekspresi itu berubah.

Tatapannya melunak, dan sudut bibirnya terangkat dalam senyum penuh arti.

"Akhirnya kau datang," katanya sambil menyandarkan punggung ke kursinya.

Auryn melipat tangan di dada. "Aku tidak punya pilihan."

Lucien terkekeh. "Aku tahu."

Ia berdiri, berjalan mendekat, dan tanpa ragu menarik Auryn ke dalam pelukannya.

Auryn membeku. "Lucien—"

"Ssstt," bisiknya di telinga Auryn. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Auryn menahan napas saat Lucien menghirup aroma rambutnya.

Ia tahu pria ini berbahaya.

Tapi entah kenapa, kehangatannya terasa begitu memabukkan.

"Kau tidak bisa terus seperti ini," gumamnya akhirnya, mencoba menarik diri.

Lucien mengangkat alisnya. "Seperti apa?"

"Mengaturku. Mengawalku ke mana-mana."

Lucien mengangkat dagunya, ekspresinya kembali tajam. "Kau pikir aku akan membiarkan seseorang menyentuh milikku?"

Auryn mendengus. "Aku bukan barang, Lucien."

Lucien tersenyum tipis, lalu menelusuri rahang Auryn dengan jemarinya.

"Tidak. Kau jauh lebih berharga dari itu."

Jantung Auryn berdetak lebih cepat.

Pria ini benar-benar tidak bisa diprediksi.

SORE HARI – DI KAFE MEWAH

Auryn duduk di salah satu meja di sudut, menunggu seseorang.

Ia butuh informasi, dan satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya adalah sahabat lamanya, Theo.

Ketika pria itu tiba, Auryn langsung menyadari perubahan pada ekspresinya.

"Auryn, kau baik-baik saja?" tanya Theo, duduk di depannya.

Auryn tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Theo."

Theo menghela napas. "Aku mendengar kabar bahwa kau dekat dengan Lucien Morant."

Auryn mengangkat alis. "Berita memang menyebar cepat, ya?"

Theo bersandar ke kursinya, menatapnya tajam. "Kau tahu siapa dia, kan?"

"Tentu saja."

Theo menggeleng. "Tidak, Auryn. Aku tidak yakin kau benar-benar tahu. Lucien bukan hanya seorang pengusaha. Dia lebih dari itu."

Auryn menatap Theo, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ia maksud.

"Lalu, apa yang kau tahu?"

Theo terdiam sejenak sebelum berkata, "Ada rumor bahwa Lucien memiliki hubungan dengan organisasi bawah tanah."

Auryn menegang. "Organisasi macam apa?"

Theo menghela napas. "Aku tidak tahu pasti. Tapi banyak yang mengatakan bahwa dia bukan hanya pria yang sukses karena bisnisnya, tapi juga karena dia punya cara lain untuk mendapatkan kekuasaan."

Auryn menatap cangkir kopinya, pikirannya berputar.

Lucien memang terlihat seperti pria yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.

Tapi apakah benar ia berhubungan dengan dunia hitam?

"Auryn," Theo menyentuh tangannya, membuatnya kembali ke dunia nyata.

"Kau masih bisa pergi sebelum terlambat."

Auryn menatap sahabatnya dalam diam.

Ia tahu Theo hanya ingin melindunginya.

Tapi apa ia benar-benar ingin lari dari ini?

Atau… ia justru semakin tertarik untuk mengetahui kebenarannya?

MALAM ITU – APARTEMEN AURYN

Begitu kembali ke apartemennya, Auryn mendapati Lucien sudah menunggunya di dalam.

Ia mengernyit. "Bagaimana kau bisa masuk?"

Lucien mengangkat bahu. "Aku punya cara."

Auryn menutup pintu dan menatapnya tajam. "Kau harus berhenti melakukan ini, Lucien."

Lucien mendekat, ekspresinya tenang. "Melakukan apa?"

"Masuk ke hidupku seperti ini. Mengatur segalanya."

Lucien mengangkat tangan, menangkup wajah Auryn dengan lembut.

"Kau masih belum mengerti, ya?" bisiknya.

"Apa?"

Lucien menatapnya dalam, lalu berkata dengan suara rendah, "Aku tidak akan pernah berhenti, Auryn."

Auryn menahan napas.

"Aku sudah memilihmu."

Dan saat itu juga, Auryn tahu.

Ia tidak akan bisa lari dari pria ini.

Karena pada akhirnya, ia mungkin tidak ingin lari sama sekali.

Auryn tahu Lucien berbahaya, tapi ada sesuatu yang lebih menakutkan—dirinya sendiri.

Bukan karena rasa takut yang muncul setiap kali pria itu mendekat.

Tapi justru karena ia semakin tidak bisa menjauh.

Entah sejak kapan, ia mulai merindukan tatapan tajam itu.

Mulai menunggu suara bariton yang selalu terdengar dingin, namun menenangkan di saat bersamaan.

Dan sialnya, ia menyadari sesuatu yang lebih buruk.

Lucien tidak hanya menjebaknya di dunia berbahaya miliknya.

Tapi juga perlahan-lahan masuk ke dalam pikirannya.

APARTEMEN AURYN – MALAM ITU

Auryn masih diam di tempatnya, menatap Lucien yang berdiri begitu dekat.

Pria itu menelusuri wajahnya dengan tatapan intens.

Seolah ingin membaca setiap emosi yang muncul di mata Auryn.

"Apa yang kau lakukan di kafe tadi?" tanyanya tiba-tiba.

Auryn menegang. "Aku hanya bertemu dengan teman lama."

Lucien menyipitkan mata. "Theo Carter?"

Jantung Auryn berdetak lebih cepat. "Kau mengawalku?"

Lucien terkekeh pelan. "Aku bilang aku tidak akan membiarkan seseorang menyentuh milikku, Auryn."

Auryn mengepalkan tangan.

"Berhenti mengatakan itu. Aku bukan milikmu."

Lucien tersenyum tipis, tapi tatapannya semakin gelap.

"Dengar baik-baik," katanya, suaranya lebih rendah.

"Tidak peduli berapa kali kau menyangkalnya, aku tidak akan berubah pikiran."

Auryn menahan napas ketika Lucien semakin mendekat, hingga hanya tersisa beberapa inci di antara mereka.

"Dan kau juga tahu, bukan?" bisiknya.

"Apa?"

Lucien mengangkat tangannya, mengusap pipi Auryn dengan lembut.

"Kau tidak ingin lari dariku, Auryn."

Sial.

Bagaimana pria ini bisa membaca pikirannya sebaik itu?

Auryn ingin menyangkal, tapi bibirnya terasa kelu.

Saat itu, Lucien menurunkan tangannya dan melangkah mundur.

"Bersiaplah," katanya. "Aku akan menjemputmu besok pagi."

Auryn mengernyit. "Untuk apa?"

Lucien tersenyum tipis. "Sudah waktunya kau mengenal duniaku lebih jauh."

Setelah mengatakan itu, pria itu berbalik dan berjalan keluar dari apartemen Auryn.

Meninggalkan Auryn yang masih berdiri di tempat, dengan pikirannya yang semakin kacau.

KEESOKAN PAGI – DI DALAM MOBIL LUCIEN

Auryn duduk di dalam mobil hitam yang melaju dengan tenang.

Di sampingnya, Lucien terlihat santai, meski tetap memiliki aura mengintimidasi yang khas.

"Jadi," Auryn akhirnya membuka suara. "Mau membawaku ke mana?"

Lucien menoleh, sudut bibirnya terangkat.

"Kau akan tahu sebentar lagi."

Auryn mendengus, menyilangkan tangan di dada. "Kau selalu seperti ini. Selalu membuat orang lain penasaran."

Lucien terkekeh. "Aku tidak membuat orang penasaran, sayang. Aku hanya membiarkan mereka menemukan jawaban sendiri."

Auryn menghela napas.

Pria ini benar-benar menyebalkan.

Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan sebuah gedung tinggi dengan desain modern.

Auryn mengernyit. "Ini…"

Lucien membuka pintu dan turun, lalu membukakan pintu untuk Auryn.

"Selamat datang di salah satu asetku," katanya.

Auryn menatap bangunan itu dengan rasa penasaran.

Dari luar, terlihat seperti perusahaan biasa.

Tapi mengingat siapa Lucien, Auryn yakin tempat ini bukan sekadar bisnis biasa.

Begitu mereka masuk, beberapa orang dengan setelan formal membungkuk hormat pada Lucien.

"Tuan Morant."

Lucien hanya mengangguk singkat, lalu berjalan ke dalam dengan langkah percaya diri.

Auryn mengikutinya, pikirannya dipenuhi pertanyaan.

Mereka melewati beberapa lorong sebelum akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang dipenuhi layar monitor.

Beberapa orang duduk di depan komputer, sibuk dengan pekerjaan mereka.

Auryn menyipitkan mata. "Apa ini?"

Lucien menoleh ke arahnya, ekspresinya datar.

"Ini adalah pusat informasi dan pengawasan Morant Group."

Auryn menegang. "Pengawasan?"

Lucien tersenyum kecil. "Aku selalu memastikan bahwa aku tahu segalanya, Auryn."

Tatapan Auryn beralih ke layar-layar di sekitarnya.

Beberapa di antaranya menampilkan rekaman CCTV dari berbagai tempat.

Dan yang membuatnya semakin terkejut, salah satu layar menunjukkan rekaman dirinya sendiri—di apartemennya.

"Apa-apaan ini?" Auryn menoleh tajam ke Lucien.

Lucien tetap tenang. "Keamanan."

Auryn mengepalkan tangan. "Kau sudah memantaiku selama ini?"

Lucien melangkah lebih dekat, matanya menatap Auryn dengan intens.

"Bukan memantau," bisiknya. "Melindungi."

Auryn ingin marah, tapi di saat bersamaan, ia tahu bahwa Lucien tidak akan meminta maaf atas tindakannya.

Pria ini bukan seseorang yang meminta izin.

Ia hanya melakukan apa yang menurutnya benar.

Dan yang lebih parah, Auryn tahu bahwa bagian dalam dirinya tidak sepenuhnya menolak perlindungan itu.

Lucien benar.

Dunia pria ini jauh lebih dalam dari yang ia bayangkan.

Dan kini, ia sudah terjebak di dalamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 55

    sudah dua minggu sejak cahaya terakhir auryn memudar di hadapan lucien.selama itu pula, dunia perlahan kembali pulih.kabut hitam menghilang. resonansi destruktif yang berasal dari origin sirna tanpa jejak.tapi... ada kekosongan yang tidak bisa diisi oleh kedamaian.karena buat lucien, dunia tanpa auryn adalah dunia yang kehilangan nadanya.dia masih tinggal di pusat komando lama, yang sekarang dijuluki sebagai “silent vault”, karena hanya dia satu-satunya manusia yang memilih untuk bertahan di sana.bukan karena dia tidak bisa kembali ke kehidupan normal.tapi karena sebagian jiwanya… masih menunggu.setiap malam, dia duduk di depan satu layar.layar itu menunjukkan hanya satu file:> Auryn_Rebirth.alphafile itu masih diam.tidak aktif.tidak bisa dibuka.tapi juga... tidak bisa dihapus.seluruh jaringan dunia menganggap file itu sebagai “anomali”.bahkan sistem keamanan global tidak bisa mengaksesnya.semua pakar teknologi sepakat:“file ini memiliki semacam kesadaran pasif, tapi

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 54

    hujan deras masih mengguyur kota.petir menyambar, tapi dunia terasa lebih tenang dibanding sebelumnya.auryn... sudah ‘terbangun’ dari perangkap sistem E.V.E.namun, malam itu... sesuatu berubah.---di apartemen yang remang, lucien duduk di depan proyektor, menatap wujud hologram auryn yang tampak lebih stabil dibanding sebelumnya. wajahnya masih cantik, tapi kali ini... ada hal yang berbeda.matanya gak lagi hanya pantulan gelombang.ada kesadaran penuh di sana.“gimana rasanya balik?” tanya lucien pelan.auryn gak langsung jawab. dia berdiri, berjalan di udara, lalu berbalik.“aneh,” katanya. “kayak bangun dari tidur panjang tapi ada bagian dari diri gue yang... hilang.”“hilang?”“iya... kayak ada sesuatu yang dulu pernah nempel di gue... tapi sekarang ditarik paksa.”lucien diam.entah kenapa, kata-kata itu bikin bulu kuduknya merinding.“dan... lucien,” suara auryn melembut, “lo harus siap.”“siap?”auryn menatap dalam-dalam, dan untuk pertama kalinya... dia terlihat takut.“gu

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 52

    setelah pertemuan terakhir di echo chamber, lucien gak pernah lagi jadi manusia biasa.tatapannya berubah. langkahnya lebih berat. dan diam-diam... dunia mulai merasakan resonansi baru yang menyebar lewat siaran-siaran gelombang suara.beberapa ilmuwan menyebutnya "virus gelombang emosi".tapi buat lucien, itu bukan virus.itu auryn.dan sekarang... dia satu-satunya yang bisa mendengar "pesan tersembunyi" dari dalam sistem.suatu malam, saat hujan membasahi kota, sebuah mobil hitam berhenti di depan apartemen auryn.lima orang berpakaian hitam keluar. mereka mengenakan simbol aneh di dada—lingkaran merah dengan garis diagonal, mirip sensor audio.lucien sudah menunggu.“lo datang juga,” ucapnya pelan.pria tertua dari rombongan itu melangkah maju. wajahnya penuh bekas luka. suaranya dalam dan menggetarkan.“kami tahu siapa dia sekarang. auryn vale bukan sekadar manusia, dan lo satu-satunya pintu ke dia.”“dan lo mau apa? maksa dia keluar dari sistem?” lucien menyipitkan mata.“kami ga

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 52

    ledakan sunyi itu… anehnya tak menyakitkan. tidak ada api. tidak ada getaran. hanya keheningan yang menusuk tulang—seolah seluruh dunia kehilangan suaranya dalam satu kedipan.auryn berdiri di tengah ruang resonansi yang kini padam. lampu-lampu mati. layar-layar kosong. tapi yang paling aneh... tidak ada alarm darurat yang berbunyi.semuanya seperti membeku.“auryn! jawab gue!” suara lucien muncul di earcom-nya. penuh panik, bercampur putus asa.“gue hidup,” balasnya dengan suara lirih.napas lucien langsung terdengar lebih tenang. “lo harus keluar sekarang. fasilitas ini bisa collapse kapan aja!”auryn melangkah cepat, menyusuri lorong merah yang kini redup. tapi saat dia sampai di pintu utama... pintunya tertutup rapat. sistem lockdown otomatis telah aktif.“shit,” gumamnya. “amaya, buka pintunya.”di sisi luar, amaya mencoba mengakses sistem override manual, tapi...“auryn… sistemnya bukan cuma shutdown. lo malah ngaktifin kode ‘core echo’. semua pintu dikunci permanen.”“core echo

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 51

    Berlin. Kota yang terlihat damai dari kejauhan, tapi menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang bisa dibayangkan siapa pun.Salju turun perlahan saat mobil mereka berhenti di sebuah gang sempit di distrik seni bawah tanah. Dinding-dinding penuh mural bergaya abstrak, warna-warnanya menggila dalam pendar lampu neon biru.“ini tempatnya,” gumam lucien, matanya menatap ke arah pintu besi besar di ujung gang.auryn berdiri, napasnya tertahan. perasaannya berkecamuk. antara rindu, marah, takut, dan harapan yang masih dia simpan rapat-rapat.“lo yakin dia masih di sini?”lucien mengangguk. “dia gak pernah tinggal lama di satu tempat, tapi yang ini... dia lukis sesuatu dua hari lalu. bentuk kode. gue tau itu dia.”auryn mengetuk pintu besi itu dengan tiga pola ketukan. detik-detik hening berlalu.lalu pintu terbuka. dan di sana... berdiri seorang gadis dengan hoodie kelabu, rambut setengah merah setengah hitam, dan mata yang langsung membelalak.“...auryn?”suara itu membuat auryn tercekat

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 50

    Udara pagi masih dingin ketika suara burung terdengar samar dari kejauhan. Di tengah kabin kayu yang remuk sebagian, auryn duduk memandangi tumpukan berkas hasil backup terakhir dari markas sebelumnya. Matanya sayu, tapi fokusnya tajam.“Gue udah cross-check semua data,” katanya ketika lucien duduk di sampingnya, menyeruput kopi hitam. “Sebagian besar dari program proyek 0–9 masih aktif. Termasuk satu yang belum pernah lo sebut.”Lucien membeku. “Lo nemuin... ‘Echo’?”Auryn mengangguk pelan. “Proyek manipulasi kesadaran manusia lewat gelombang suara. Yang lo sembunyiin dari semua orang, bahkan dari gue.”“Gue sembunyiin karena terlalu berbahaya,” ucap lucien lirih. “Dan karena... itu satu-satunya proyek yang gue rancang dari nol waktu masih kerja buat mereka.”Auryn terdiam. Napasnya berat.“Kalau itu aktif, dan dipakai buat kontrol massal... berarti mereka bisa manipulasi orang di luar sana tanpa ketahuan.”“Bukan bisa. Tapi udah, Ry.” Lucien menatapnya. “Gue yakin ini alasan kenapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status