Share

bab 4

Abercio sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Jannah yang sederhana itu.

"Siapa dia?" Ayah Jannah bertanya.

Bukan ikhsan saja yang bertanya-tanya, tapi Jannah pun ikut keheranan.

Jin apa yang merasuki bosnya itu?

"Dia bosku, ayah. Hari ini aku akan keluar kota untuk bertemu klien," terang Jannah, gugup.

"Hei, kau! Cepatlah! Jalanan akan macet nanti!" teriak CEO itu, yang tidak turun dari mobilnya. Dia hanya menurunkan kaca mobilnya dan memanggil Jannah dari dalam mobil.

Jannah menggerutu dalam hatinya. Mulutnya seperti sedang komat-kamit. Tatapannya lurus pada pria di mobil itu.

"Iya, Pak!"

Ayah, Ibu, Jannah berangkat kerja dulu." Jannah berjalan dan masuk ke dalam mobil atasannya. 

Abercio melesat mobil meninggalkan kediaman Jannah. Hari ini dia akan membawa Jannah bersamanya guna menghadiri pertemuan dengan klien. 

Setelah Jannah pergi bersama atasannya, datang lah Brandon. Pria itu datang dengan mobil mewah. Brandon memarkirkan mobil di depan rumah Jannah, kemudian dia turun dari mobilnya dan melangkah menuju pintu utama.

"Brandon?" Ikshan mengerutkan keningnya saat dia melihat kedatangan Brandon. 

"Selamat pagi, Bapak mertua." Brandon mengucap salam dan menghampiri Ikshan. 

Ikshan tidak menjawab dia menutup pintu rumah, tetapi belum juga tertutup rapat Brandon menahan dan mendorong pintu itu hingga pintu kembali terbuka lebar. 

"Jangan pernah datang gubuk jelek ini, jika kedatanganmu hanya menambah luka dan menginjak--injak harga diri keluarga kami!" Ikshan berucap dengan dengan suara lantang. 

Brandon tertawa dan tanpa permisi pria muda itu menerobos masuk ke dalam rumah sederhana itu dan dia menjatuhkan pantatnya pada sofa lusuh yang sudah puluhan tahun tidak ganti. 

"Kedatanganku ke sini, tentu saja membawa kabar baik untuk keluarga kalian. Aku akan membatalkan perceraianku dengan Jannah, aku ingin jadikan di istriku." Dengan entengnya Brandon mengatakan pada Ikshan jikalau dia membatalkan perceraian dengan Jannah. 

Tentunya Brandon punya niat terselubung yang dia ingin dari Jannah dan itu adalah perusahaan ayahnya yang akan diserahkan pada Jannah. Hanya dengan balikan dengan Jannah, maka dia akan kembali menjadi seorang CEO.

Ikshan tersenyum sinis dengan mata yang menatap ke arah Brandon. 

"Kamu masih muda, tapi kasihan sekali kamu tidak paham agama. Sepertinya kamu harus lebih banyak belajar agama, dari pada kamu hanya fokus dengan harta kekayaan dan menjelekan dan merendahkan orang lain!" Ikshan berucap sinis. 

Walaupun dikatai oleh Ikshan, tetapi Brandon masih bersikap angkuh. 

"Tidak usah sok paham agama, kamu itu orang miskin jadi tidak perlu yang seperti itu. Kamu seharusnya senang dengan adanya aku membatalkan perceraianku dengan Jannah, kalian bisa menjadi keluarga kaya dan terpandang." 

Sikap angkuh Brandon membuatnya lupa bahwa jika dia sudah menjatuhkan talak pada istrinya maka dia tidak akan bisa rujuk dengan istrinya tersebut. Terkecuali mereka menikah dengan orang lain dan mereka baru bisa rujuk kembali.

"Lebih baik kamu pulang dan bertanya pada kedua orang tuamu, apakah bisa rujuk dengan istri setelah kamu menjatuhkan talak tiga padanya?" Ikshan tidak mau berbicara panjang lebar dengan pemuda angkuh seperti Brandon.  Ikshan merasa muak pada mantan suami anaknya itu.

Sudah minim etika, minim juga tentang agama! 

"Dasar tua bangka! Dasar miskin!" Brandon memaki Ikshan. 

"Katakan pada Jannah kami akan kembali rujuk." Sesudah mengatakan itu Brandon langsung pergi. 

Ikshan hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menatap kepergian pemuda angkuh itu. 

-

-

Di tempat lain Jannah baru saja selesai mendampingi atasannya meeting bersama klien. 

Jannah dan Abercio yang baru saja selesai meeting pun langsung mencari makan siang. Abercio bawa karyawan itu ke salah satu restoran ternama di kota itu.

"Kamu boleh pesan makanan kesukaan kamu dan saya yang bayar." Abercio berbicara dengan nada rendah dan tentunya tanpa ekspresi. Pria itu tetap bersikap dingin pada Jannah. 

"Terima kasih, Pak." Jannah yang merasa lapar langsung memesan makanan dan minuman untuk dirinya. 

"Bapak sendiri mau pesan apa?" tanya Jannah dan menyodorkan buku menu pada atasannya. 

"Samakan saja dengan punya kamu," jawab Abercio. 

Tidak mau bertanya dua tiga kali, Jannah pun memesan makanan yang sama dengannya untuk atasannya yang itu. 

Sambil menunggu makan siang mereka, atasan dan bawahan itu duduk diam dan sibuk mengotak atik ponsel mereka. 

Sekitar 15 menit akhirnya pesanan Jannah dan Abercio, hidang di atas meja dan mereka menyantap makan siang mereka dalam suasana hening. Tidak ada obrolan di antara dua manusia itu. 

"Bagaimana pernikahan kamu?" tanya Abercio memecahkan keheningan diantara dia dan bawahannya. 

Entahlah memiliki keberanian dari mana sehingga Abercio menanyakan pernikahan Jannah yang jelas-jelas dia sudah mengetahui kalau pernikahan bawahan itu kandas di hari pertama dan tentunya dia dengar kabar itu dari asistennya.

Jannah mengangkat kepalanya dan menatap atasannya dan tidak sengaja mata mereka saling bertemu. Jannah meletakkan sendok di atas piringnya, selera makannya seketika hilang. 

"Maaf, kalau saya bertanya seperti itu." Abercio merasa tidak enak hati karena sudah merusak mood Jannah saat santap makan siang. 

"Tidak masalah. Pernikahan saya kandas dan dalam proses perceraian," jawab Jannah dengan nada rendah. 

Abercio manggut-manggut dan dia kembali melahap makanan tanpa melanjutkan pertanyaan pada bawahannya. 

"Silakan lanjut makan siangmu," ucap Abercio. 

"Saya sudah kenyang." Jannah tidak ingin lanjut makan. 

Abercio meletakkan sendoknya dan dia bangkit berdiri. CEO tampan itu meninggalkan meja makan dan berjalan ke arah kasir. Dia membayar makan siang mereka. 

Jannah mengerutkan keningnya dan dia pun ikut bangun dan mengikuti langkah Abercio. Dia bertanya-tanya dalam hati, apa dia melakukan kesalahan sehingga atasannya itu berhenti makan dan pergi. 

"Pak, kenapa Bapak tidak lanjut makan?" Dengan ragu-ragu, Jannah bertanya pada atasannya. 

"Saya sudah kenyang." Abercio membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. 

Jannah juga masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah bangku kemudi. 

Abercio melesat mobil dan mereka kembali ke kota asal. 

-

-

"Bangun!" Abercio membangunkan Jannah. 

Jannah perlahan membuka matanya dan dia mengucek matanya. Jannah tertidur sepanjang perjalanan. 

Jannah dan Abercio baru saja tiba di perusahaan dan saat mereka sampai di sana sudah ada Brandon yang menunggu Jannah.

"Buruan turun, suamimu sudah tunggu kamu." Abercio membuka membukakan pintu dan membiarkan Jannah keluar dari mobilnya. 

Jannah menajamkan matanya dan seketika raut wajahnya langsung berubah kusut. 

"Antar saya pulang, saya tidak mau bertemu pria itu lagi." Berani-beraninya Jannah meminta Abercio untuk mengantarnya pulang. 

Tapi lucunya Abercio tidak menolak ataupun marah pada bawahannya itu. Abercio langsung melesat mobil menuju kediaman Jannah. 

Setiba di rumah, Jannah keluar dari mobil atasannya dan tidak lupa dia berikan uang lima puluh ribu pada Abercio. 

"Ini sebagai bayaran karena Bapak sudah antar saya pulang." Jannah menyodorkan uang 50 satu lembar pada Abercio. 

Abercio tidak mengambil uang itu, tetapi dia langsung melesat mobilnya kembali ke rumahnya. 

Abercio hanya bisa menggerutu dalam hatinya dan mulutnya berkomat kamit. Karena ini adalah pertama kalinya seorang bawahan berani menyuruh-nyuruh  seperti ini.

'Sialan' umpat Abercio. 

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status