Share

Bab 2

"Aku datang ke sini hanya mau antar surat gugatan cerai kita!" ucap Brandon menatap nyalang wanita yang hanya dua menit berstatus istrinya itu.

"Aku harap kamu mendatangi surat itu dan menjalani proses perceraian tanpa bantahan apa pun." Brandon menyelengos. Melipat kedua tangannya di dada. Ia begitu malas berlama-lama menatap Jannah.

Brandon benar-benar tidak punya perasaan, dia menyodorkan surat itu dan memintai Jannah untuk menandatangani surat gugatan perceraian.

Pagi-pagi sekali Brandon datang ke kediaman Jannah hanya ingin meminta Jannah menandatangi surat perceraian mereka.

Jannah menatap pria di hadapannya itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.

"Kamu tidak perlu menatapku seperti itu, karena aku tidak akan membatalkan ini semua!" Brandon berucap tegas.

"Buruan tanda tangan!" Brandon melemparkan pulpen ke arah Jannah.

Jannah hanya bisa menghela nafas lalu dia mengambil pulpen itu dan dengan berat hati wanita 27 tahun itu menandatangani surat gugat tersebut.

Brandon sangat bahagia melihat Jannah menandatangani surat gugat itu. Setelah Jannah tanda tangan, Brandon menarik kertas tersebut dan memasukan ke dalam tasnya.

Tanpa pamit Brandon meninggalkan kediaman Jannah. Pria itu mengendarai mobilnya meninggalkan kediaman Jannah.

Sedangkan Jannah, wanita itu duduk dengan kepala menunduk. Hatinya sangat sakit dengan semua yang dilakukan oleh Brandon padanya.

'Aku tidak boleh lemah, aku harus bisa menghadapi ini semua.' Jannah bergumam lirih dalam hati. Sesudah itu dia langsung bersiap diri untuk berangkat kerja.

Jannah pun bersiap siap diri dan berangkat kerja.

Jannah memutuskan kembali ke kantor setelah tiga hari libur. Dia bertekad untuk tidak berlama-lama hanyut dalam kekecewaan.

Jannah memasuki ruangan yang akan menjadi tempatnya melupakan semua masalah.

Setibanya di ruangan, Jannah langsung disambut pelukan hangat oleh Ratna. Rekan kerjanya yang begitu pengertian.

"Aku turut prihatin.

"Aku turut prihatin, Jan," ucap Ratna.

"Kamu yang kuat, ya? Mungkin dia bukan jodoh kamu, oleh sebab itu Sang Maha Pencipta menunjukan sifat aslinya," ucap Ratna, lagi.

"Kamu tetap semangat, kami yakin kamu bisa melewati ini semua." Ratna menyemangati Jannah dengan tangannya mengusap punggung Jannah.

Tidak hanya Ratna yang memberikan dukungan pada Jannah, tetapi sesama karyawan lain juga menyemangati Jannah agar bisa menerima semuanya dengan lapang dada.

"Terima kasih kalian sudah support aku," ucap Jannah.

"Iya, sama-sama," jawab rekan kerja Jannah yang berjumlah tiga orang.

Para rekan kerja Jannah sangat peduli pada Jannah, mereka pun memeluk Jannah guna memberikan semangat pada rekan kerja mereka itu.

Usai berbicara dengan sesama teman kerjanya, Jannah pun melangkah menuju ruangannya. Jannah meletakkan tasnya di atas meja dan dia pun duduk di kursinya.

Baru juga Jannah duduk tiba-tiba ada asisten CEO perusahaan masuk ke dalam ruangannya.

"Selamat pagi, Bu Jannah. Ibu Jannah dipanggil sama CEO," ucap asisten pribadi CEO perusahaan. Namanya Frans.

"Baik, saya akan ke sana," jawab Jannah.

Sebelum ke ruangan CEO, Jannah merapihkan baju dan juga rambutnya. Karena CEO perusahaan tidak suka dengan karyawan yang berpenampilan yang berantakan.

"Selamat pagi, Tuan," ucap Jannah dengan kepala yang sedikit menunduk.

"Bagaimana dengan laporan yang saya tugaskan ke kamu? Apa sudah kamu selesaikan?" Tanpa menjawab salam Jannah, CEO itu menanyakan berkas yang ditugaskan pada Jannah beberapa hari lalu dan Jannah sendiri sudah janji kalau dia bakalan selesaikan proposal tersebut. Tetapi sampai hari ini Jannah belum juga menyerahkan proposal itu pada CEO.

"Saya minta maaf, Tuan. Saya belum mengerjakan proposal yang Tuan minta." Jannah berkata pelan dengan kepala tertunduk malu.

BRAK .....

Pria itu menggebrak meja dengan sangat kencang, sampai membuat Jannah terperanjat.

"Selama ini kamu kemana saja, ah?!" bentak pria itu, menjatuhkan tatapan tajam, yang tajamnya melebihi sebuah pisau. Sedangkan Jannah masih tertunduk.

"Saya sudah memberikan tugas itu sebelum kamu ambil libur tiga hari dan kamu sendiri sudah berjanji, akan memberikan proposal itu setelah hari pernikahan kamu!" Pria itu tidak mampu menyembunyikan kemarahannya.

"Apa kamu terlalu sibuk berbulan madu? Sehingga kamu lupa mengerjakan proposal?" sindirnya terus memojokkan Jannah.

Pria berparas tampan bertubuh tegap itu adalah Alexander Abercio, CEO perusahaan tempat Jannah bekerja. CEO itu sangat kejam dan sikapnya sangat dingin.

"Saya tidak mau tahu hari ini juga kamu kerjakan proposal itu dan hari ini juga kamu kumpulkan pada saya!" ujar Abercio.

"Baik, Tuan," jawab Jannah disertai anggukkan kepala.

Setelah itu Jannah pun pamit dan kembali ke ruangannya.

Masalah yang dihadapinya saat ini membuatnya lupa dengan pekerjaannya. Sungguh sial hidup Jannah beberapa hari ini. Digugat cerai sang suami dan dimarahi atasan karena tidak mengerjakan proposal.

"Hah! Sungguh sial nasibku," ujar Jannah dengan mata berkaca-kaca. Jannah menyeka air matanya, setelah itu Jannah fokus dengan pekerjaannya.

Jannah yang tidak mau dimarahi oleh sang atasan dia mulai mengerjakan proposal yang diminta oleh Abercio. Jannah mulai fokus pada layar komputer.

Jika saat ini Jannah sibuk dengan pekerjaannya berbeda dengan Brandon. Pria itu baru saja pulang dari pengadilan dan dia langsung kembali ke perusahaannya.

"Dari mana?" tanya seorang wanita yang mengagetkan Brandon.

Brandon menghentikan langkahnya dan dia melihat me arah sumber suara lalu dia tersenyum.

"Hai, sayang," sapa Brandon pada wanita yang memanggilnya. Brandon menghampiri wanita itu dan merangkulnya.

"Tinggal menghitung hari aku dan wanita miskin itu akan bercerai, dan aku akan menikahi." Brandon mendaratkan kecupan pada pipi wanita itu.

"Aku tunggu kabar baik darimu, aku juga sudah tidak sabar menjadi istrimu, sayang." Wanita berpakaian mini itu adalah Rosa Amelia, kekasihnya Brandon.

Brandon menuntun kekasihnya itu menuju ruangannya dan Brandon dikejutkan dengan keberadaan Ayahnya yang ada di dalam ruangan kerjanya. Dengan cepat Brandon menjauhkan tangannya dari pinggang ramping sang wanita dan sedikit berjauhan dari wanita itu.

Egi menatap putranya dengan tatapan sinis. Sorot mata pria paruh baya itu menatap Brandon dan Rosa secara bergantian.

"Ayah, di sini?" Brandon mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan sang Ayah, akan tetapi sang Ayah mengibas tangannya.

"Ayah datang ke sini hanya mau menyampaikan kepada kamu bahwa mulai hari ini kamu bukan lagi CEO di perusahaan ini. Ayah mengambil kembali posisi dan jabatan itu." Dengan suara lantang Egi memberitahukan pada putranya, bahwa perusahaan itu akan dia ambil kembali dari tangan Brandon.

"Ma --- maksud, Ayah?" Brandon sangat tersebut dan syok dengan penurunan Ayahnya yang mengambil kembali perusahaan.

"Iya, mulai hari ini kamu jadi karyawan biasa di perusahaan ini." Setelah itu Egi langsung meninggalkan ruangan CEO.

Brandon menatap kepergian Ayahnya dengan tatapan penuh kebencian dan juga amarah yang membludak.

"Ini semua pasti gara-gara Jannah!"

"Aku tidak akan membiarkan kamu hidup tenang Jannah, aku akan membunuhmu!"

"Aku akan membunuhmu Jannah. Wanita miskin kamu akan mati di tanganku!" Brandon mempersalahkan Jannah atas apa yang dilakukan oleh Ayahnya padanya.

Ikshan, ayah dari Jannah telah mengorbankan satu ginjalnya untuk Brandon dan oleh sebab Egi menjodohkan Brandon dan Jannah agar membayar semua kebaikan Ikshan. Tapi, nyatanya Brandon mempermalukan keluarga Ikshan di depan orang banyak.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status