Share

Bab 7

DUA MINGGU KEMUDIAN

"Wah, cantik sekali teman aku? Kamu benaran hijrah?" Ratna begitu kagum dengan perubahan Jannah.

Jannah baru saja pulang dari tanah suci dan dia putuskan untuk hijrah dan memperbaiki diri jadi lebih baik lagi.

"Terus mana oleh-oleh buat aku?" Tidak hanya memuji kecantikan Jannah yang sudah hijrah, tetapi Ratna juga meminta oleh-oleh pada temannya itu.

"Ada di ruangan aku." Jannah membelikan oleh-oleh temannya dan atasannya.

Jannah mengajak Ratna ke ruangannya. Sesampai di ruangan Ratna mengerutkan keningnya saat melihat ada dua bingkisan jajan.

"Ini buat kamu."

Jannah memberikan satu bingkisan oleh-oleh untuk Ratna, teman karibnya.

"Terus satunya buat siapa?" Ratna menaikan kedua alisnya meminta jawaban dari Jannah.

"Ini untuk atasan kita," jawab Jannah.

"Wah, anak bawahan yang sangat baik dan patuh di berikan apresiasi yang luar biasa. Bawahan yang selalu ingat kebaikan atasannya adalah karyawan yang baik," ucap Ratna.

Sesudah itu Ratna pun langsung meninggalkan ruangan Jannah dengan menenteng oleh-oleh dari Jannah.

Jannah kembali duduk di kursinya tiba-tiba ada telfon.

"Ke ruangan saya sekarang!" Suara bariton Abercio meminta Jannah ke ruangannya.

"Baik, Pak. Saya segera ke sana," jawab Jannah. Jannah pun mematikan sambungan telfon dan bergegas ke ruangan Abercio.

Jannah melangkah cepat menuju lift, dia masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju ruangan Abercio. Setibanya di lantai 5 tepat di ruangan Abercio, Jannah keluar dari dalam lift dan menuju ruangan Abercio.

Tok tok tok

"Masuk!" Abercio meminta Jannah masuk.

Jannah memutar gagang pintu dan membuka pintu ruangan dan Jannah pun masuk.

"Selamat siang, Pak." Jannah mengucap salam sembari menundukkan kepalanya.

"Duduk." Pria dengan rahang tegas itu meminta Jannah duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya.

Jannah menjatuhkan bokongnya dan duduk di hadapan Abercio.

"Saya ada tugas untuk kamu," ucap Abercio dan menyerahkan map pada Jannah.

"Baik, Pak. Apa hanya ini saja tugasnya?" Jannah kembali memastikan. Dia takut masih ada tugas lain lagi dari atasannya itu.

"Tidak ada, hanya itu saja. Kamu bisa kembali ke ruangan kamu." Abercio membiarkan Jannah kembali ke ruangannya.

Jannah pun berpamitan pada Abercio. Dia bergegas meninggalkan ruangan Abercio dan kembali ke tempatnya.

Sedangkan Abercio, pria itu tersenyum. Dia sangat kagum dengan perusahaan Jannah yang mau berhijrah.

'Cantik. Saya tunggu jawaban darimu.' Abercio bergumam sembari tersenyum manis.

Abercio bangkit berdiri dan berjalan mondar mandir di dalam ruangannya. Dia merasa cemas sendiri, entahlah apa yang dia cemaskan.

Jannah yang barus saja sampai di ruangannya langsung membuka map tersebut. Dan Jannah membulatkan mata dengan raut wajah yang sangat terkejut.

"Mau kah kamu jadi istri saya ?"

"Jika kamu mau, silakan buka laci meja kamu."

"Sematkan cincin itu pada jari manis kamu."

"Bawa map dan oleh-oleh dari Mekkah ke ruangan saya. Saya tunggu jawaban kamu dan oleh-olehnya."

Kata-kata itu ditulis tangan oleh Abercio sendiri.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Jannah membuka laci mejanya. Lagi dan lagi dia terkejut dengan kotak berwarna merah yang ada di dalam lacinya. Kotak cincin yang diletakkan oleh Abercio.

Jannah tidak banyak berkata-kata lagi, dia memasukan kotak cincin itu ke dalam paper bag. Lalu dia rapihkan kembali map dan kertas yang ditulis oleh Abercio. Jannah keluar dari ruangannya dan kembali ke ruangan Abercio.

Hanya dalam waktu lima menit, wanita itu sampai di ruangan Abercio. Dia mengetuk pintu dan masuk saat sudah mendapat izin dari pemilik ruangan.

Tidak berselang lama Jannah pun mendapat izin dari pemilik ruangan dan dia pun langsung masuk dengan menenteng paper bag dan juga map.

Abercio menatap dengan tatapan datar ke arah Jannah yang baru saja masuk dan berdiri di depan mejanya.

Jannah juga hanya diam dengan mata yang menatap atasannya itu. Lidahnya terasa kelu saat ini berbicara, begitu juga dengan Abercio. Suasana di dalam ruangan itu terasa canggung.

Abercio bangkit berdiri menghampiri Jannah. Kini dua insan itu berdiri dengan posisi saling berhadap-hadapan.

"Saya tunggu jawaban kamu," ucap Abercio yang akhirnya buka suara.

Tidak menjawab Abercio, Jannah mengambil kotak cincin lalu dia berikan pada Abercio.

Raut wajah Abercio langsung berubah pucat dan bulir peluh membasahi keningnya. Tersorot jelas dari bola matanya jika pria itu kecewa.

"Saya kembalikan pada, Bapak." Jannah menyerahkan kembali kotak cincin tersebut.

"Jika kamu menolak lamaran saya, buang saja cincinnya." Abercio berucap dengan suara lemah.

"Diambil dulu," kata Jannah dengan tersenyum.

"Buang saja." Abercio mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Jannah meraih tangan Abercio dan dia letakkan kotak cincin di telapak tangan atasannya itu.

"Saya sudah bilang buang saja, Jannah!" Abercio meninggikan suaranya.

"Apa perlu saya ajarkan cara romantis untuk melamar seorang wanita?" Jannah berucap sembari tersenyum manis.

"Maksud kamu?" tanya Abercio masih tidak peka.

Jannah memutar jengah bola matanya dan dia sendiri yang berinsiatif untuk buka kotak cincin dan berlutut di hadapan Abercio.

Melihat itu Abercio langsung tersenyum dan berlutut dengan memegang kotak cincin.

"Mau kah kamu jadi istri saya?" ucap Abercio.

"Saya tidak terima penolakan," tambahnya.

Jannah tertawa kekeh dan berkata "Pemaksaan!"

"Harus terima!" tekan Abercio.

"Iya, saya mau," jawab Jannah.

Bersambung ...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri wahyuni darwan
smoga Jannah nemuin kebahagian bersama Abercio.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status