Sedikit Pelajaran Untuk Sinta 2"Fikaaa!! Tunggu papa, Fik!"Teriak Mas Hasan berkali-kali, di depan rumah sembari memegangi perutnya yang sakit."Kenapa Om Hasan nggak diajak?!" tanya Sinta tiba-tiba.Kamipun tak menghiraukan senyabuty, dan Fika pun mulai menjalankan mobilnya."Memangnya kenapa harus ngajak segala? Kamu takut?!" tanyaku dengan senyum kecut.Tiba-tiba, Sinta terlihat gelisah dan mulai menggeser-geser duduknya. Tentu saja aku yang duduk di belakang tersenyum senang melihatnya."Kamu ngapain nglendat-nglendot kayak cacing kepanasan gitu?" tanyaku pura-pura bodoh."Emmm...panas!" jawab Sinta dengan wajah bingung."Apanya yang panas? AC mobilnya kurang dingin maksudnya?!" tanya Fika sok bodoh pula."Nggak! Ini...punyaku panas!" jawabnya yang makin gelisah."Punyaku apaan?! Jawab yang benar dong!" ucapku."Ini, Tan. Punyaku ini, panas sekali! Shhh....!" ucap Sinta lagi sambil menunjuk alat vitalnya yang kepanasan.Aku dan Fika pun sontak tertawa mendengar hal itu. Berarti
Bab 25Sedikit Pelajaran Untuk Sinta 3"Kok dimatiin sih teleponnya?!" ucap Sinta kemudian."Terus...maumu apa?" jawab Fika sewot."Ya jangan dimatinnlah, aku kan mau ngomong sama Om Hasan!""Halah...kok masih mau ngomong juga. Urusin tuh badan dan kewanitaanmu yang saat ini telah kesakitan!" tukas Fika.Sinta tampak kesal sekali, dan kini dia menggaruk, dengan menangis sejadi-jadinya."Loh malah nangis nih anak! Ngapain pakai nangis segala, kayak anak kecil aja!" ledek Fika.Mendengar ucapan Fika itu, Sinta malah menagis makin menjadi-jadi, bak anak kecil yang direbut permennya."Nangisnya kok makin kenceng aja ya? Nih karena kesakitan, takut pada kami, atau karena nyesel nih?!" tanyaku dari belakang.Dia masih tak mau berucap dan terus saja melanjutkan aktivitasnya. Karena kasihan, aku mengbilkan sebuah buku yang ada dibawah kursi, entah buku milik siapa ini, toh ini kan cuman mobil rental."Nih, pakai. Jangan nangis terus! Karena kalau lihat orang nangis, bawaanya aku itu pingin mu
Dia Mengusir Kami"Ma, ini sekarang kita mau pulang kemana, Ma?" tanya Fika saat kami telah pergi dari rumah mungil Sinta."Pulang ke rumah lama saja, Fik. Toh kita 'kan sudah nitipin Lio sama Bik Nur. Mama yakin, pasti Papamu di sana saat ini," jawabku."Siap, Ma."Melupakan tentang Sinta, yang melakukan semua perbuatan haram itu demi ibunya. Akupun kemudian melihat hasil intaian kamera yang ada di rumah lama. Ternyata saat ini, Mas Hasan memang telah berada di rumah, terlihat dia berada di ruang tamu, dan dalam kondisi yangg emosi. Mungkin karena pintu kamar yang ku kunci.Sore ini, kami harus siap dengan pertengkaran lagi, tapi semua harus selesai hari ini. Karena besok, aku tak mau lagi berurusan dengan Mas Hasan, sudah muak aku."Ma...kasihan juga ya kalau melihat keadaan si Sinta," ucap Fika tiba-tiba."Ya, memang kasihan. Tapi sebenarnya yang dilakukan oleh Sinta itu juga salah, meski dengan dalih demi sang ibu dan demi kebaikan, tapi jatuhnya tetap juga salah. Dan bukan telada
Mas Hasan Mulai Kelabakan"Hufft tenang rasanya bisa pergi dari sini! Oh iya, Ma. Aku tadi juga sudah dapat rambut Papa loh, di sofa yang tadi ditiduri Papa, hehehe," ucap Fika sambil tersenyum."Wah hebat dong. Kalau begitu, besok kita langsung melakukan tes DNA pada Lio," jawabku ikut senang."Jangan dong, malam ini saja, karena besok kita akan mencari tahu tentang Adelia bukan. Malam ini saja, Ma, kan banyak tuh klinik swasta yang buka. Biar nggak terlalu lama juga nunggunya. Ok!" rayu Fika.Aku pun cuma menganggu dan tersenyum, hafal sekali dengan sikap putriku itu, dia akan selalu mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan hari ini, tak perlu menunggu besok. Aku pun kemudian segera menhubungi Bik Nur, agar mempersiapkan Lio."Assalamualaikum, Bik, Lio rewel nggak?" tanyaku pada Bik Nur pada percakapan melalui sambungan telepon."Waalaikumsalam, Nyonya. Ini Den Lio baru saja tidur, setelah mandi dan minum susu. Pintar sekali kok Nyonya, dan tidak rewel.jawab Bik Nur."Oke, kalau
Dia Ingin Mencelakai KamiSetelah pulang dari klinik untuk mengetes DNA bayi Lio, kami pun bergegas pulang, karena memang sudah capek sekali, seharian terus saja bolak-balik di jalan."Ma...Lio biar tidur sama aku saja ya?" ucap Fika sambil tersenyum."Nggak bisa, Sayang. Lio harus tidur sama mama," jawabku sambil menggendong Lio, dan akan masuk ke kamar."Yah, Mama pelit banget sih, malam ini saja kok," rengek Fika."Kamu itu capek, Fik. Waktunya istirahat, tiap malam si Lio ini nggak hanya satu kali loh buatin susunya, bisa sampai lima atau enam kali loh. Nanti kamu boboknya malah nggak bisa nyenyak. Besok pagi 'kan kita mau berkendara lagi, jadi wajib tetap istirahat yang cukup sekarang.Sudah, sekarang kamu bobok, nyobain kamar baru 'kan? Hehehe...mama juga mau istirahat ini. Sekalian, besok kita tukar dua mobil yang atas nama Papa itu, dengan mobil baru, Ok?""Oke deh, Ma. Tapi tunggu dulu, aku mau nyiumin si ganteng ini," ucap Fika sambil menciumi Lio yang ada si gendonganku ini
TAMU SELEPAS SUBUH 29Senjata Makan Tuan[Jangan menertawakanku seperti itu! Lupakan kejadian tadi pagi, kini ayo kita membuat kesepakatan baru. Kali ini aku lebih serius, karena kini aku butuh bantuanmu!]Balasan dari Mas Hasan tersebut, terlihat sungguh-sungguh.[It's Ok! Asal Anda ingat, jangan pernah bermain-main denganku, karena itu berarti Anda cari mati! Oh iya...bukankah semua harta Anda telah dibawa pergi oleh istri dan anak Anda? Lalu dengan apa Anda akan membayar pekerjaaanku nanti?] Balasku.[Hey, dari mana kamu tahu, tentang hartaku itu?!]Saat membalas pesanku itu, tentu saja dia akan kaget, hahaha...Mas Hasan tak tahu saja, jika yang berbalas pesan dengannya ini, adalah aku, Dewi Fatmawati, istri yang telah disakitinya.[Anda tak perlu tahu tentang hal itu, uang wajib Anda ketahui adalah, jangan pernah bermain-main denganku, atau akibatnya akan tak terduga-duga. Jadi, kali ini pikirkan lagi, sebelum mengajakkku bekerja sama!]Sekali lagi, aku coba mengintimidasinya, d
PenggrebekanAku pun dengan sabar menunggu, hingga 'pesanan' Mas Hasan itu datang. Saat ini, nampak laki-laki itu, sedang menuju ke kamar mandi, dan beberapa saat kemudian, dia segera kembali.Ternyata Mas Hasan baru saja mandi, kini dia berdiri di depan meja riasku, dan mengusap beberapa bagian wajahnya yang lebam, karena kemarahan warga tadi pagi.Lalu dia pun mulai merapikan sedikit, kamar yang kondisinya amat berantakan itu, terutama ranjangnya."Nah, sudah bersih 'kan? Sekarang tinggal nunggu pesanan sampai. Waktunya untuk bersenang-senang. Melupakan semua yang telah terjadi hari ini. Persetan deh dengan Dewi, Fika atau pun si Sinta. Mati satu tumbuh seribu, hahaha.Yang penting sekarang waktunya happy-happy. Besok pagi waktunya mengeksekusi istri yang kurang ajar itu," ucap Mas Hasan dengan pongahnya.Karena mungkin kecapekan, Mas Hasan pun akhirnya ketiduran. Namun, malah aku kini yang tak bisa memejamkan mata, karena masih penasaran juga sih, hehehe.Aku pun kemudian, memindah
Tenanglah Di Penjara Mas.Pukul tujuh pagi, Bik Nur sudah menyiapkan makanan untuk kami. Lio pun telah ganteng dan wangi sekali, dan kini kubaringkan di ranjangnya."Ma...aku tadi pagi dapat kiriman video dari Roby. Video Papa digerebek di rumah baru kita. Mama tau nggak?"Pagi ini Fika terlihat heboh, karena tadi subuh, aku memang belum menceritakan semua kepadanya. Dan aku menjawab pertanyaanya itu hanya dengan seulas senyuman, karena aku ingin tahu, apa yang didapatnya dari orang lain itu."Duh...mama ketinggalan berita deh. Video kali ini lebih memalukan lagi, Ma. Karena di sana, Papa ngaku sih, kalau wanita itu adalah PSK gitu. Ampun deh...punya Papa kayak gitu malu-maluin aja. Padahal pagi sudah digerebek, eh malamnya kena lagi, emang dasar kebangetan.Dan kini, Ma. Papa itu sudah diamankan pihak berwajib alias polisi, karena sempat melawan dan bertindak anarkis!" ucap Fika bersemangat.Tak kulihat ada kesedihan di mata putriku itu, meski dia tahu bahwa saat ini, papanya itu t