Hampir seluruh staf di Departemen Marketing Kencana Hotel Group terlihat serius dan sibuk bekerja. Minggu ini adalah penilaian terakhir sebelum posisi General Manager Marketing di umumkan. Sasha jangan ditanya, ia bekerja lebih keras dari yang lainnya. Sepulang dari Bali ia hampir selalu meninggalkan kantor di atas pukul sembilan malam. Ia mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik dan memastikan hasilnya melebihi ekspektasi perusahaan. Semua kembali normal. Hari ini tepat dua minggu setelah kejadian tenggelam di Bali yang sangat memalukan bagi Sasha. Bahkan Raga yang sangat marah hampir satu minggu tidak bertegur sapa dengannya. Sementara Daniel beberapa kali meminta maaf pada Sasha karena telah membuat Sasha terpaksa melakukan diving yang menyebabkannya nyaris mati tenggelam di Tanjung Benoa.Sasha dengan keras menyanggah perkataan Daniel, ia dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa ia sama sekali tidak berniat untuk menarik perhatian Daniel saat ia memutuskan untuk melakukan divi
Sasha dan Daniel terkejut setengah mati saat mendapati Olivia Wangsa berdiri anggun tepat di depan lift pribadi Penthouse. Ia tampak tersenyum manis dengan makna tersembunyi dibalik senyumnya. Lift pribadi Daniel terletak diluar pintu masuk utama unit Penthouse miliknya. Tapi untuk masuk ke dalam lift diperlukan kode rahasia yang hanya diketahui oleh Daniel saja. "How can you get in?" tanya Daniel sambil menatap Olivia curiga. Sasha hanya berdiri terdiam tidak tahu harus mengatakan apa. Olivia mengibaskan tangannya, "I told you, gak peduli seberapa sering kamu menghindar dari aku, kita bakal tetep ketemu juga." "Saya tanya, GIMANA KAMU BISA MASUK?!" kali ini Daniel benar-benar marah. "Lupa gedung Penthouse ini punya siapa?" jawab Olivia dengan nada suara angkuh yang ia sengajakan. "I bought this Penthouse with my own money! Just because your dad owned this, doesn't mean kamu bisa masuk kesini sesuka hati kamu. Saya akan tuntut orang yang kasih kamu password lift pribadi saya!"
Langit Jakarta yang semula cerah mendadak menjadi mendung. Sasha berjalan di depan gedung Penthouse tempat tinggal Daniel menuju ke stasiun MRT terdekat. Ia ingin memesan taxi online tapi uang di dompet nya pas-pasan. Gajinya bulan ini sudah terkuras habis untuk membeli blazer baru yang ia kenakan di acara grand opening Kencana Hotel Bali beberapa minggu kemarin dan untuk memenuhi kebutuhan semua keluarganya. Sasha benar-benar harus berhemat, karena bulan depan ia sudah harus membayar cicilan pertama pinjaman satu milyar nya ke Bank. Bank hanya menyetujui pinjaman Sasha untuk tenor 5 tahun dengan cicilan perbulannya sebesar 20 juta rupiah. Jumlah nya bahkan nyaris menyamai gaji Sasha sebagai Manager PR yang hanya 25 juta rupiah. Guntur dan petir mulai menampakan diri, pertanda hujan sebentar lagi turun. Sasha masih berjarak sekitar 150m dari stasiun MRT. Ia berjalan agak cepat sambil tetap berpikir memutar otak. Jika ia memutuskan untuk menyerah merayu Daniel, jabatan itu mungkin
"Siapa nih kira-kira yang bakal jadi GM! Gak mungkin gue sih pastinya hahaha," oceh Lala sambil tergelak, ia sedang mengobrol dengan Gita dan Stevi di dekat mesin foto copy. Sasha mendengar perbincangan mereka, lalu memejamkan mata dengan alis berkerut-kerut. Ia berdebat dengan dirinya sendiri, satu sisi dirinya mengatakan apa yang telah ia lakukan salah. Tapi satu sisinya lagi mengatakan padanya untuk realistis. Kadang Sasha menyesali keputusannya karena telah setuju dengan tawaran Olivia. Beberapa hari belakangan ia selalu menghindar setiap kali Daniel mengajaknya makan bersama, atau bahkan jika Daniel sekedar ingin mengobrol dengannya. Sasha selalu beralasan ia sibuk dengan pekerjaannya. Kemurungan Sasha juga dirasakan Raga, yang berkali-kali melihat Sasha hanya duduk diam di ruangannya pada jam makan siang. Raga ingin bertanya, tapi ia malas jika mendengar jawabannya ternyata jawaban yang tidak ingin didengarnya. Ia takut Sasha seperti itu karena Daniel, yang itu artinya Sas
Sasha berjalan cepat dengan Raga yang mengimbangi di sampingnya. Mereka sudah sampai Rumah Sakit dan sedang menuju ke Unit Gawat Darurat. Wajah Sasha tampak pucat, keringat dingin bercucuran di tengkuknya.Belum pernah ia merasa begitu ketakutan selama hidupnya. Bahkan saat ia dikejar-kejar preman jalanan di kawasan Blok M Jakarta Selatan ia tidak merasa takut seperti sekarang ini.Oma adalah orang yang sangat berarti di hidup Sasha. Ia merawat Sasha bahkan sejak Sasha masih belum putus tali pusarnya. Tidak pernah sekalipun Oma mengeluh walaupun selama hidupnya harus dibebani 3 orang cucu yang sangat bergantung padanya.Bagaimana jika Oma pergi?Sasha bahkan tidak berani membayangkannya. Memiliki seorang Ibu yang sama sekali tidak dapat diandalkan membuat Sasha merasa Oma adalah pusat dunianya."Kak!" sebuah teriakan membuat Sasha menoleh. Di depan UGD tampak Jasmine sedang berdiri dengan mata berkeliling mencari Sasha yang sudah menelfon sebelumnya."Jas!" Sasha berlari kecil mengham
Sasha mulai mencari-cari informasi tentang penanganan pasien stroke di mesin pencarian google sambil duduk di depan ruang pemulihan.Daniel duduk di sebelah Sasha memberikan dukungan moral. Sementara Raga dan Jasmine baru saja sampai setelah membeli makanan, dan menjadi sangat terkejut mendengar cerita dari Sasha yang mengabarkan tentang keadaan Oma."Stroke kak? Separah apa?" tanya Jasmine sambil berjongkok di depan Sasha,"Belum tau Jas, kita lihat nanti setelah Oma siuman," sahut Sasha lirih.Jasmine menyandarkan kepalanya di paha Sasha, lalu mulai terisak pelan. Ia membayangkan Oma yang mungkin akan menderita karena stroke yang dideritanya.Sasha mengelus kepala Jasmine, "It's okay Jas, all is good, do'ain aja Oma," Sasha berusaha menjadi tegar. Ia sebagai kakak tidak boleh terlihat lemah di depan adik-adiknya.Dua jam kemudian"Keluarga Ibu Widyawati?" seorang perawat tiba-tiba muncul dari ruang pemulihan.Sasha dan semua yang menunggu langsung berdiri menghampiri si perawat."Ib
Ponsel Sasha masih terus berdering sementara si empunya masih Menimbang-nimbang akan menerima panggilan tersebut atau tidak.Di depan Sasha, Daniel masih berdiri dengan tatapan penuh tanda tanya. Ia masih tidak mengerti kenapa Olivia menghubungi Sasha di pagi-pagi buta seperti ini.Jika mengenai urusan bisnis, mana mungkin seseorang menelepon untuk urusan bisnis di pukul 4.00 pagi.Dalam keadaan terdesak mau tidak mau Sasha menjawab telepon Olivia. Ia menempelkan ponselnya rapat-rapat ke telinganya seolah takut Daniel akan mendengar percakapan Olivia dengannya."Halo," sapa Sasha singkat."Lama banget ngangkat telponnya, lagi asik ngobrol ya sama calon suami saya?"Suara Olivia terdengar ramah seperti biasanya.Lutut Sasha terasa lemas, bagaimana Olivia bisa tahu kalau Daniel ada disini?"What do you mean?"Sasha masih berusaha berkelit.Terdengar suara tawa mengerikan di seberang sana,"Sasha, kita sudah membuat kesepakatan okay? Kamu sudah dapat apa yang kamu mau. Kamu mau main cura
Dua minggu telah berlalu semenjak kejadian Oma jatuh di kamar mandi. Sekarang Oma sudah diperbolehkan untuk pulang kembali ke rumah.Sasha mendorong kursi roda yang diduduki Oma ke dalam rumah. Jasmine, Katia dan Mama sudah menunggu di dalam."Omaaaaaaaaa Katia kangeeeeen!" Katia langsung menghambur ke pelukan Oma begitu Sasha dan Oma muncul di ruang tamu.Kondisi Oma tidak lagi sama seperti dulu. Setelah serangan stroke yang membuatnya jatuh di kamar mandi, semua jadi berubah. Oma sekarang menderita lumpuh sebelah. Semua anggota tubuh sebelah kirinya tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya. Butuh terapi yang intens untuk mengembalikan kondisi Oma agar sehat seperti sedia kala.Setelah Katia dan Jasmine melepaskan kerinduan mereka pada Oma tercinta, tibalah saat Mama Sasha untuk menyapa Ibunya.Sejak tadi Mama Sasha tampak berdiri canggung di sudut pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang tengah. Matanya yang biasanya tanpa ekspresi terlihat berkaca-kaca.Ia berjalan perlahan k