Pada saat ini di bandara yang masih berselimut kabut di Bandara Zaventem, Brussel, Sienna turun dari pesawat dengan langkah penuh harap. Di sampingnya, Ibu Seri, pengasuhnya waktu kecul dan paling setia. Tengah menggendong Arcil dengan penuh kehati-hatian.Mereka bertiga telah menempuh perjalanan panjang demi menyusul Lucas, pria yang selama ini mengisi mimpi-mimpi Sienna. Baginya, liburan ini bukan sekadar liburan. Ini adalah kesempatan emas. Kesempatan untuk menebus jarak, membangun kedekatan, dan dia berdoa dalam hati. Beraharap bisa mengikat hati Lucas sepenuhnya.Dia membayangkan bagaimana indahnya akan menghabiskan waktu di kota romantis ini. Namun kenyataan tak seindah bayangan. Lucas, yang sedang disibukkan dengan urusan bisnisnya, malah tidak menjemput dan menyambut kedatangan mereka. Sikapnya dingin, ucapannya singkat, dan tatapannya hanya sebentar saja menyinggung mata Sienna, sebelum kembali pada layar ponsel dan setumpuk berkas di tangannya.Sienna mencoba bersikap man
Untuk menenangkan hati Grace, Vivian berkata, “Aku akan mencoba meminta Alex untuk bicara, membantu menjelaskan kepada Lucas!”“Tidak perlu, itu tidak penting. Dia tidak mengakui bayi ini. Itu sudah lebih dari cukup untukku, tidak perlu menganggap dia sebagai ayah bayi ini!”Pada awalnya Lucas ingin menjemput Grace yang memang akan pulang hari ini. Tapi, sesampainya di sana dia malah mengupirng pembicaraan orang dan malah berakahir dengan perkelahian.Vivian membantu Grace berkemas, pada saat ini ponselnya berdering. Alex menghubunginya untuk memberi tahu jika dia akan segera dinas luar, dan mungkin tidak akan kembali dalam beberapa bulan.“Apa! Mengapa lama sekali!” kata Vivian dengan sedikit nada protes.“Ada hal yang sangat penting yang harus segera kami urus!” Jelas Alex lagi.Vivian pun hanya bisa menghela napas. “Aku akan menunggumu di sini!”Alex berpikir sejenak, merasa untuk kali ini akan sulit menangani persoalannya. “Aku usahkan cepar menyelesaikan pekerjaan di sana nanti!”
Vivian langsung masuk ke kamar rawat inap Grace, katika melihat Lucas keluar. Ingin melihat apakah Grace baik-baik saja. Dia langsung duduk di sisi ranjang, “Oh sayang, mengapa nasibmu begitu buruk!”Vivian mengusap-usap punggung tangan Grace. “Ada aku… tenang saja, ada aku. Kita akan besarkan bayi ini, dia tidak akan kekurangan kasih sayang!”Alex masih berdiri diluar, menunggu perkataan selanjutnya dari mulut Tuannya itu. Lucas masih terlihat diam berdiri sedikit lama di depan pintu lift. Pada akhirnya dia berkata, “Lakukan tes DNA!”Pintu kamar rawat inap terbuka, Vivian menatap kepada Alex yang baru saja masuk. “Aku akan tinggal di sini, menemaninya. Hanya aku yan dia punya!”Alex menghela napas, sungguh ini adalah sesuatu yang tidak dia inginkan untuk terjadi. Bagaimanapun juga dia merasa sangat terjepit berdiri di antara membela kepentingan Lucas juga membela kepentingan istrinya. Ini benar-benar membuat hatinya merasa tenggelam dalam dilemma.Alex mengangguk, lalu mencium punc
Alex menyelesaikan puncak hasratnya dengan cepat, sesuai janjinya, “lima menit”Mereka segera merapikan diri setelah sama-sama mencapai puncaknya. Vivian tidak akan menyangka, pertama kalinya bercinta akan dia lakukan di toilet wanita. “Apa tadi aku menyakitimu?”Dengan wajah bersemu merah, Vivian menggelengkan kepalanya. Alex tadi benar-benar menjaga ritme gerakan punggungnya sepelan mungkin, agar tidak memberi rasa sakit di percintaan pertama mereka.“Kau tunggu di sini, aku lihat keluar!” bisik Vivian pelan.“Tidak perlu!” jawab Alex seraya menggandeng tangan istrinya itu untuk bergegas keluar dari toilet wanita.“Eh… jangan begini, nanti ada yang melihat!” kata Vivian dengan nada khawatir.Begitu Alex membuka pintu, Vivian melihat ada tanda toilet sedang rusak, barulah hatinya melega. “Apa kau yang mengaturnya?”Alex mengangguk sambil terus menarik tangan Vivian. “Pantas saja dia menjadi assiten utama Tuan Smith!” pujinya.Mereka pun berjalan berdampingan melewati lorong kantor ya
“Aku akan mengurusnya!” kata Alex yang memahami arti tatapan dari teman-temannya itu.Ketika dia masuk ke ruangan Lucas, malah tidak melihat ada orang di ruangan itu. Pada saat ini, Lucas sedang menuju ke Rumah Sakit. Dia harus memastikan sendiri tentang apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.Di ruang rawat inap, Claudius sudah tersadar. Mendengar suara pintu dibuka dia menoleh dan melihat Lucas berdiri dengan tatapan yang seakaan ingin membunuhnya sampai habis.Lucas berjalan masuk, sambil mengendalikan emosinya. Dia berdiri di depan ranjang Claudius. “Apa kau menyentuhnya!”Claudius terdiam sesaat, lalu dia berkata, “Apa grace tidak mengatakannya padamu?”“Jangan berdalih, Apa kau menyentuhnya!” tanya Lucas sekali lagi.Claudius tidak menjawab iya ataupun tidak. Malah dia menjawab dengan jawaban yang menggambang. Dengan tersenyum dia berkata “Eum… aku jadi teringat dulu waktu masa kecil kami, dia bilang akan menikahiku, dan berjanji akan memberikan aku sepasang anak kemba
Grace keluar dari kamar Lucas dengan tubuh gemetaran. Dia memaksakan kakinya melangkah ke kamarnya sendiri. Dalam hatinya satu persatu kemarahan telah disusun untuk pria yang bernama Lucas Smith.Grace mengeringkan tubuh dan rambutnya, mengganti bajunya. Duduk di ranjang, sedikit termenung. Kepalanya masih berputar munyusun ingatan tentang apa yang terakhir dia lakukan.Grace segera mengambil ponselnya, menghubungi Vivian. Ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Vivian melirik suaminya, lalu keluar dari kamar rawat inap dan menerima panggilan telepon dari Grace.“Apa kau baik-baik saja!”Grace langsung menjawab, “Tidak! Katakan apa yang sebenarnya terjadi!”Vivian sedikit ragu ketika ingin menceritakan. Namun. Tetap menceritakan semuanya. “J-adi ketika sampai, kami melihat di kamar itu hanya ada kalian berdua saling berpelukan di ranjang!”“A-apa… itu tidak mungkin…!” kata Grace dengan nada sangat terkejut.“Oh sayang, tapi begitulah yang kami lihat dengan mata kepala kami sendi