Manajer resto datang lagi ke meja Grace , dengan sopan dia berkata“Tuan Stefan bilang, agar Nona makan saja lebih dulu!”
Melihat makanan yang terlihat menggoda di lidah, Grace pun mulai memakannya. Sementara Lucas tetap berdiri menemani istrinya itu makan. Misi selanjutnya adalah membawa Grace pergi menjauh dari Stefan.
Diam-diam Lucas mengetik pesan kepada Alex, tidak lama kemudian ponsel Grace menerima notifikasi pesan. Invesetor baru ingin segera bertemu besok di jam 7 pagi. “Mengapa tiba-tiba sekali!” pikirnya.
Grace mencoba menghubungi Stefan tapi tidak ada yang menjawab. Dia pun mengirim pesan. “Aku harus pergi sekarang, esok pagi ada pertemuan penting!”
Grace berdiri, lalu menaatap Lucas. “Apa ada yang bisa mengantarku!”
“Aku bisa megantarmu, aku bisa mengendarai speedboat!” kata Lucas.
“Apa tidak merepotkan?” tanya Grace.
Lucas menggelengkan kepalanya sera
Lucas meraih kerah pria yang baru saja dipukulnya, lalu menghantamkan kepalanya ke dinding. Pria itu langsung ambruk. Sementara Alex menahan napas keras, lengannya masih membekap mulut lawan. Dengan satu gerakan cepat, dia menjatuhkan tubuhnya ke lantai, memastikan orang itu tidak bisa bangkit.“Ada lagi tidak?” bisik Alex.Lucas mengintip ke lorong. “Belum. Bisa ada tim lain di belakang mereka.”Grace menahan tangis. “Kita tidak bisa bertahan di sini terlalu lama. Mereka pasti bawa bala bantuan.”Lucas mengangguk. “Benar. Kita harus keluar sebelum mereka sadar tim ini hilang kontak.” Ia menoleh cepat pada Alex. “Ambil senjata mereka. Kita butuh peluru tambahan.”Alex menggeledah mayat di lantai, mengantongi dua magasin penuh. “Dapat.”Lucas menggenggam tangan Grace. “Ikut aku. Kita keluar lewat pintu darurat di belakang. Itu jalur paling sempit, mereka takkan sempat mengepung.”Mereka bergerak cepat menembus koridor yang remang. Suara angin mendesing dari celah dinding pecah. Begitu
Mobil semakin melaju mendekati bangunan tua itu. Asap tipis dari sisa terlihat samar, seolah menjadi bayangan gelap yang mengejar mereka.Grace memeluk dirinya, matanya tak lepas dari jendela. Stasiun itu tampak semakin dekat, tetapi justru semakin dekat, rasa mencekamnya juga kian menebal.“Tempat ini, benar-benar terlihat menyeramkan!” gumamnya pelan.Lucas menoleh singkat. “Lebih baik menyeramkan tapi aman, daripada terang benderang tapi kita jadi sasaran.”Lucas menambahkan kata lagi tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. “Jangan terlalu berharap aman. Kalau mereka bisa menaruh bom di mobil, mereka bisa saja sudah menunggu di sini.”Grace lebih menegang lagi. “Jadi… apa kalian yakin ini tempat yang tepat?”“Tidak ada pilihan lain,” jawab Lucas cepat. “Kalau kita terus di jalan utama, kita hanya menunggu disergap.”Mobil berhenti di depan pintu gerbang stasiun yang sudah berkarat. Rantai tua yang menggantung di sana hanya sisa-sisa penghalang rapuh. Alex menurunkan kaca, lalu meng
Mobil melaju kencang meninggalkan gudang yang terbakar. Suara sirene samar terdengar di belakang, bercampur dengan ingatan ledakan yang baru saja terjadi. Di dalam mobil, suasana tegang masih menyelimuti.Grace duduk di kursi belakang, tubuhnya gemetar. Dia merapatkan diri pada Lucas yang duduk di sampingnya. Tangan Grace bergetar saat menggenggam jaketnya sendiri.“Lucas, kita tidak akan pernah aman kalau begini. Mereka selalu tahu posisi kita,” ucap Grace dengan suara pelan.Lucas menoleh singkat. “Itu artinya ada orang dalam yang membocorkan informasi. Tidak mungkin mereka bisa bergerak secepat ini tanpa sumber.”Alex, yang mengemudi dengan penuh konsentrasi, menimpali dengan cepat. “Informan kurus tadi bukan orang yang bisa dipercaya.”Grace menelan ludah, wajahnya pucat. “Tapi… dia sudah mati.”“Justru itu,” Alex menjawab tegas. “Mereka memang biasa menghabisi orang setelah dipakai. Tidak ada saksi, tidak ada beban.”Lucas menghela napas panjang. “Sekarang bukan saatnya mencari
Peluru pertama menghantam pintu besi, memantul keras dan menimbulkan dentuman yang menggema di seluruh gudang. Grace terlonjak kaget, tubuhnya otomatis merapat ke punggung Lucas. Alex berlari cepat ke arah salah satu pilar, berusaha mencari posisi bertahan. “Mereka mengepung dari dua sisi!” teriaknya. Pria kurus yang tadi tampak begitu tenang kini berubah panik, wajahnya pucat pasi. “Aku tidak tahu mereka akan secepat ini! Percayalah aku tidak mengkhianati kalian!” Lucas menatapnya tajam. “Kalau kau bohong, malam ini juga akan jadi malammu yang terakhir.” Suara langkah kaki mendekat. Teriakan dalam bahasa asing terdengar dari luar, semakin banyak, semakin dekat. Lampu gantung di atas kepala mereka berayun liar seolah merasakan getaran ancaman yang masuk. Grace berbisik lirih, “Lucas… kita tidak bisa bertahan di sini lama-lama. Mereka pasti lebih banyak dari kita.” Lucas meraih senjata di pinggangnya, lalu menyalakan mode pengaman. Tatapannya dingin, namun nada suaranya
Malam terasa begitu panjang, jalanan sepi hanya diterangi lampu jalan yang berderet samar. Suara mesin mobil hitam itu menjadi satu-satunya pengiring perjalanan. Grace duduk di kursi belakang bersama Lucas, sementara Alex mengemudi dengan wajah tegang.“Gudang tua di pinggiran kota! sudah berapa kali kau bertemu orang ini, Alex?” tanya Lucas, matanya menatap lurus ke luar jendela.“Dua kali,” jawab Alex singkat lalu berlata lagi. “Dia selalu muncul kalau ada uang. Dan dia tidak suka ditunggu lama.”Grace menggenggam erat tangannya sendiri, mencoba menahan rasa cemas. “Kalau dia hanya peduli uang… apa yang membuatmu yakin dia tidak akan menjual kita ke pihak lawan, kepada pihak Karina?”Alex melirik sekilas lewat kaca spion. “Tidak ada yang bisa menjamin itu. Justru itu sebabnya aku bilang nyawa kita taruhannya.”Lucas tersenyum tipis, wajahnya tetap tenang. “Kalau dia berniat berkhianat, maka dia akan tahu, bahwa aku tidak akan memberinya kesempatan kedua utnuk mengacaukan keluarga Sm
Suara detik jam dinding terdengar jelas, seolah menghitung mundur waktu sebelum badai berikutnya datang.Alex yang sejak tadi berdiri terdiam, akhirnya angkat bicara. “Jika ingin benar-benar serius mencari Karina, ada satu hal yang sangat penting untuk diketahui.”Grace menoleh tajam. “Apa itu, Alex?”Assisten Lucas itu menghela napas panjang, lalu duduk. “Informasi ini tidak lengkap kalau hanya dari foto dan dokumen. Karina punya koneksi yang lebih dalam dari yang kita kira.”Lucas mengetukkan jarinya ke meja, ekspresinya dingin. “Katakan saja langsung. Di mana dia sekarang?”Alex menatap Lucas serius. “Aku tidak tahu lokasi pastinya. Tapi, aku tahu seseorang yang bisa membawa kita ke arahnya. Hanya saja, orang itu bukan sosok yang bisa dipercaya begitu saja. Dia informan bayaran. Kalau kita ingin tahu, kita harus siap dengan risikonya.”Grace mencondongkan tubuh. “Risiko apa?”Alex menatap keduanya bergantian. “Nyawa kita.”Keheningan kembali menyelimuti. Grace menggenggam foto Kari