Share

Bab 4. Disekitar

Saat jam makan siang Dandi pergi kesalah satu kantin dan ia mendapati ada Fernando disana. 

"Dandi..! Disini..!" Teriak Fernando sambil melambaikan tangan ke arah Dandi. Dandi pun berjalan menghampiri. Disana sudah ada teman-teman dekatnya yang lain juga.

"Hey kenapa pipimu membiru Dandi? Apakah kamu habis berkelahi?" Dengan nada cemas Fernando bertanya sambil berdiri dari tempat duduknya.

Dan sebaliknya Dandi tidak ingin sahabatnya terlalu menghawatirkan keadaannyapun mengarang cerita.

"Oh.. ini tadi aku terpeleset dan terbentur pintu toilet. Hehehe... Sungguh kesialanku" jawab Dandi santai sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. Dandi sengaja berbohong agar Fernando tidak ikut dalam masalahnya dan juga tidak ingin memperburuk situasi.

"Hahaha... Aku kira kamu berkelahi. Dan jika iya, aku berharap kamulah yang memenangkannya. Sama seperti waktu SMA dulu, kamu berkelahi dengan kakak kelas kita dan kamu mengalahkannya!" Fernando tertawa lepas mendengar pengakuan Dandi yang menggelitik.

"Ahh.. aku tidak berkelahi kok, dan dulu waktu SMA itu cuma kebetulan saja aku bisa menang. Jangan berlebihan Fer" sambil tersenyum tipis dibibirnya. Mencoba bersikap seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.

Sementara diatas meja sudah ada makanan pesanan Fernando dan dua teman lainnya. Mereka adalah Brian dan Aldy. Ketiga orang itu adalah teman yang selalu ada untuk Dandi. Terkadang saat Dandi sedang mengalami masalah dalam keuangannya, teman-temannya itu sering membantu Dandi. Mereka menganggap semua mahasiswa memiliki setatus yang sama dan tujuan yang sama pula di kampus ini yaitu menuntut ilmu. Terlebih Dandi yang mereka sadari adalah mahasiswa yang bisa dibilang kurang mampu namun Dandi memiliki semangat dan pandai. Dandi bisa diterima di universitas ini karena mendapat beasiswa.

"Dandi, kamu mau makan apa? Biar aku yang traktir kali ini, itung-itung sebagai ucapan terimakasihku karena kemarin kamu sudah membantuku memecahkan tugas dari Bu lily" Brian menawari makan kepada Dandi. Sebenarnya Brian bukan anak dari keluarga yang kaya raya, orang tuanya memiliki usaha percetakan di tengah kota. Namun bagaimanapun tentu derajat keluarga mereka berbeda dibandingkan dengan keluarga Dandi.

"Ahhh gak perlu repot-repot, aku masih kenyang kok. Aku mau minum teh saja" dengan lugu Dandi berusaha menolak tawaran Brian. Baginya bisa berkumpul bersama sahabat-sahabatnya saja sudah membuatnya tenang. 

Namun disebelah meja tempat mereka duduk terdengar bisikan mahasiswa lainnya.

"Itu kan si gembel kampus, datang kesini hanya untuk mencari makanan gratis"

"iya, dasar tidak tahu malu"

"Lihat saja penampilannya lusuh, benar - benar gembel"

Dandi yang mendengar itu hanya bisa diam, dan menyadari akan kekurangannya tersebut.

"Hey apa yang kalian bicarakan? Dandi ini teman kami, urus saja urusan kalian sendiri!" Aldy yang juga mendengar ucapan mereka justru langsung menggertak mereka. Memang Aldy adalah orang yang mudah terprovokasi. Dia dibesarkan oleh ayahnya. Kedua orang tua mereka berpisah saat Aldy masih kecil. Sehingga ia tidak kenal dengan kasih sayang seorang ibu. Sedangkan ayahnya hanya sibuk mengerjakan bisnisnya dan sering pergi keluar kota. Tak salah jika Aldy menjadi pribadi yang sensitif.

"Kalian bertiga masih saja mau ditempeli lintah seperti Dandi, seharusnya kalian sadar kemana kalian harus membawa diri..!" Seorang mahasiswa yang sedang duduk ditengah ruang kantin itu berbicara keras. Dia adalah William, putera pemilik pabrik bidang elektronik yang cukup besar. Bahkan orang tua William memiliki beberapa cabang di berbagai kota. Pantas saja William terlihat sombong dan sering pamer kekayaan didepan teman-temannya. Dan dia hanya mau berteman dengan mahasiswa yang kaya saja.

Mendengar ucapan William yang sangat merendahkan Dandi, Fernando angkat bicara. 

"Hey, jaga cara bicaramu! Dandi tidak seburuk yang kalian bicarakan. Dia adalah orang yang baik, rendah hati, dan setiakawan."

Mendengar itu langsung dari mulut Fernando, Dandi merasa ingin memeluk sahabatnya itu. Namun dia juga merasa gara-gara dia, teman-temannya juga ikut direndahkan oleh orang-orang. Dandi pun mencoba menenangkan Fernando.

"Sudah Fer, biarkan saja. Tidak baik membuat keributan disini" sambil menarik tangan Fernando yang berdiri dari tempat duduknya.

"Apa kamu bilang? Biarkan saja? Ini sungguh tidak bisa dibiarkan. Bukan sekali dua kali mereka mengolok olok mu Dandi" Fernando terheran-heran dengan kesabaran Dandi yang memilih mengalah.

"Tidak apa-apa, lebih baik kita pergi dari sini. Sebelum masalahnya semakin panjang" Dandi meyakinkan Fernando sambil menoleh ke arah Aldy yang mulai memunculkan raut muka marah.

"Iya Fer tidak ada untungnya kalau sampai kita berkelahi dengan William" Brian ikut meredakan kemarahan kedua temannya.

"Baik jika begitu. Ayo kita pergi sekarang!" Sambil menahan kemarahannya Fernando menyetujui permintaan Dandi untuk memilih pergi dari kantin tersebut.

"Hahaha... Para pecundang ini memilih kabur rupanya! Sana lapor kepada orangtua kalian! Haha..." Dengan nada kemenangan William tertawa puas dengan keadaan itu. Dan teman-teman William ikut menertawakannya. Disertai pandangan sinis dari semua orang yang juga berada disana menandakan keberpihakan kepada William.

Rombongan Dandi beserta teman-temannya bergegas pergi, karena menghargai Dandi yang memilih mengalah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status