Mereka berempat berjalan beriringan meninggalkan kantin. Sambil dalam hati Fernando mengumpat atas kelakuan semua orang yang memandang rendah Dandi. Sesampainya ditaman mereka memilih untuk beristirahat sejenak sambil duduk di bawah pohon.
"Hey Dandi, kenapa sih kamu memilih diam padahal mereka sering mempermalukanmu dan mengolok-olok kamu? Sesekali kita beri merepa pelajaran lah!" Fernando yang tidak terima dengan apa yang baru saja terjadi membuka obrolan dengan sedikit emosi.
"Iya, kamu harus berani. Dan jangan diam saja" Aldi yang tidak kalah emosinya ikut menyayangkan Dandi yang selalu mengalah dan diam ketika mengalami intimidasi dari orang-orang.
"Hmmm... tidak apa-apa kok. lagian yang merka katakan tidak sepenuhnya salah. Aku memang miskin, berpenampilan kampungan dan banyak lagi kekuranganku." Dandi menghela nafas panjang dan menatap ke arah awan sembari menjawab dengan tenang.
"Ya tapi kan..."
"Sudahlah, lagian kekerasan bukan jalan terbaik. Hanya waktu yang aku butuhkan. Aku akan menyelesaikan studyku, dan semoga kelak aku mampu merubah keadaan ini." Belum sempat Fernando mendebatnya, Dandi langsung memotong kalimat itu dengan pernyataan yang penuh arti. Dan seketika semua temannya diam tanpa kata, hanya senyum kebanggaan diwajah mereka.
"Aku pasti akan membantumu bro Dandi." kata Fernando sambil menepuk pundak Dandi pelan.
"Kami juga!" Kata Brian dan Aldi bersamaan menghangatkan suasana.
"Terimakasih teman-teman." Dandi tersenyum lega. Ia juga sangat tersentuh, memiliki teman seperti mereka adalah anugerah baginya.
Hari berikutnya Dandi berangkat lebih pagi, sebab semalam ia tidur lebih awal lantaran tubuhnya masih terasa sakit akibat serangan gerombolan Juan kemarin.
"Aku berangkat Bu..." Teriak Dandi sambil keluar pintu rumah.
"Iya nak, hati-hati ya.." suara ibu Dandi dari dalam rumah, yang sedang mencuci piring.
Tanpa disadari Dandi sedang melintas di depan rumah Rena. Dan seketika ia ingat peristiwa yang menimpa keluarga Rena kemarin.
'oh iya, bagaimana kabar Rena ya? Kemarin kan dia menjenguk saudaranya yang sakit di luar kota. Apa dia sudah pulang dan akan masuk kuliah hari ini?' Dalam hati Dandi mencemaskan Rena. Dandi dan Rena adalah teman sejak mereka masih kecil. Rena yang keluarganya cukup mampu dalam segi materil tidak ragu untuk berteman dengan Dandi. Seperti kedua orangtuanya, yang juga terkenal ramah kepada semua tetangga. Termasuk keluarga Dandi.
"Duaarrrr...!!"
Suara yang tak asing bagi Dandi mengagetkannya dari lamunan. Dan membuatnya sedikit terlumpat dari posisinya berdiri.
"Ahh.. Rena, kamu membuat kaget saja."
Ekspresi kaget Dandi justru membuat Rena tertawa cekikikan. Rena memang gadis yang cantik, ceria dan mudah bergaul dengan siapapun.
"Haha... Siapa suruh pagi-pagi begini melamun didepan rumah orang? Apa jangan-jangan kamu menghawatirkan ku ya?" Tanya Rena dengan nada manja, sambil menatap mata Dandi dekat.
"Ahh.. kau ini terlalu percaya diri Ren. Aku khawatir sama ibu kamu yang saudaranya sedang sakit" Dandi tidak bisa menahan gugupnya saat Rena menebak apa yang difikirkannya ternyata sangat tepat. Dan cepat-cepat dia mencari alasan sambil melempar muka ke arah lain.
"Hmmm... Iya begitulah, Mama baik-baik saja kok. Lagian kemarin saat kami pergi menjenguk paman ku, kondisinya sudah mulai membaik. Sudah, kamu tidak perlu ikut memikirkannya." Rena menjelaskan kondisi yang sebenarnya dengan cukup detil.
"Terimakasih kamu mau berempati sama mamaku, tapi aku sebenarnya berharap kamu mengkhawatirkan ku juga lho" Rena masih meneruskan obrolannya dan sedikit mengatakan kalimat candaan kepada Dandi, sambil tersenyum dan menyikut pelan lengan Dandi.
"Hmmm... Jadi begitu, syukurlah jika tidak ada hal buruk yang terjadi. Soal menghawatirkanmu? Emmm... mungkin sedikit sih Ren." Dandi membalas candaan Rena sambil tersenyum dan berjalan meninggalkannya.
"Iihhh... Dasar kau, teman macam apa kau ini Dandiiii..." Dengan raut muka kesal Rena mengejar Dandi dengan sedikit berlari..
"Hahaha... Siapa suruh kamu terlalu percaya diri Ren.." Dandi pun berlari menjauh setelah melihat ekspresi kesal dari wajah Rena yang mencoba mengejarnya...
Dandi dan Rena biasa bercanda gurau bersama. Mereka selalu berangkat dan pulang kuliah bersama. Maka perjalanan akan sangat terasa membosankan jika salah satu dari mereka tidak masuk kuliah.
"Tenanglah Ron, beristirahatlah. Beruntung kau masih selamat dan berhasil sampai disini." Dandi menenangkan Ron, setelah mengalami kejadian-kejadian sebelumnya temperamennya menjadi lebih tenang karena terbiasa. Melihat kondisi Ron yang sangat lemah, ia mengurungkan untuk bercerita tentang pengelihatan yang tadi ia alami."Baiklah, kita istirahat dulu untuk malam ini. Aku yakin besok akan ada hal baik yang menanti kita." Dandi menatap Ron dengan penuh keyakinan dan bergegas dari duduknya dan berjalan mengunci pintu."Tapi... Dimana Yuli?" Ron bertanya dengan cemas, karena melihat kondisi rumah Dandi yang berantakan dan sedari tadi ia tidak melihat keberadaan Yuli, ibu Dandi.Dandi tidak menjawab hanya menarik nafas panjang lalu menggelengkan kepalanya. Ron langsung tercengang dan menggertakkan giginya. Mengerti bahwa kelompok Hodes telah menculik Yuli.Malam pun berlalu, dua pria itu tertidur lelap. Menjelang pagi, Dandi beranjak dari tempat i
"Terimakasih Ren, tapi mengapa kamu datang kesini?" Rena meletakkan ponselnya dan berpaling ke arah Dandi. "Aku hanya kebetulan lewat, dan aku melihat lampu di rumah mu masih padam tapi pintunya terbuka, jadi aku berinisiatif memeriksa apa yang terjadi. Dan setelah aku masuk, aku melihatmu terbaring dilantai." Rena sedikit mengerutkan keningnya saat berbicara penuh prihatin. Dandi mengangguk sambil tersenyum lalu menambahkan. "Jadi begitu, sebenarnya aku juga baru pulang dan saat aku datang kondisi rumahku sudah seperti ini, dan sayangnya aku tidak bisa menemukan ibuku." Dandi menundukkan kepala diakhir kalimatnya. "Jadi bibi Yuli tidak ada di rumah? Lalu kemana kita harus mencarinya? Ini sudah malam." Rena langsung menjadi cemas usai mengetahui bahwa ibu Dandi tidak ada di rumah, sementara kondisi rumah saat ini berantakan. Rena khawatir hal buruk terjadi menimpa ibu Dandi. Dandi bangkit dari tempat duduknya, ia melihat sekeliling ruangan dan berkata
Sekitar pukul enam petang Dandi sampai dirumahnya. Namun ia dibuat terkejut oleh pemandangan pintu rumah yang jebol dan jendela yang pecah. Ia segera berlari masuk kedalam rumah untuk mencari ibunya. Ia terus meneriaki ibunya dan berlarian kesetiap ruangan hanya untuk mendatapi ibunya tidak ada dirumah. Dengan seisi rumah yang berantakan, Dandi berfikir apa yang terjadi sebelum ia pulang, dan dimana ibunya kini.Ditengah keputusasaannya ia melihat sebuah buku catatan yang tergeletak dilantai kamar ibunya. Perlahan ia mendekatinya, disana ia melihat nama Dani Crustave tertulis disampul buku catatan itu. Ia membuka halaman demi halaman buku catatan itu. Yang membuatnya heran adalah didalam buku itu tergambar simbol-simbol dan coretan-coretan acak, namun meski terlihat acak Dandi merasa tidak asing dengan hal itu.Dandi seperti teringat sesuatu hal dimasa lalu. Saat itu ayahnya bermain detektif bersamanya dan memberinya rumus yang mengartikan makna tulisan yang mirip core
"kurasa itu adalah sebuah petunjuk yang harus kau pecahkan." Ron menjawab dengan menolehkan pandangannya kearah dinding, dimana foto lama Dani tergantung disana.Tiba-tiba suara bergemuruh terdengar, dan lampion yang tergantung mulai bergetar. Dandi dan teman-temannya mulai khawatir dengan kondisi tersebut. Ron seolah mengerti apa yang terjadi hanya bertukar pandang dengan Lily dan diikuti anggukan bersamaan."Apa yang terjadi?" Fernando berteriak karenan sedikit panik, ia merasa ada yang tidak beres saat itu. Seketika pula terdengar dentuman keras dari pintu batu seperti ada sesuatu yang memaksanya untuk terbuka. Namun Lily mengatakan kalimat yang tidak mereka duga."Kami gantungkan masa depan suku Tandero kepadamu Dandi." Dengan menatap lurus kemata Dandi penuh harap. "Aku akan menahan mereka selagi bisa, dan cepat kalian pergi sekarang!" Lily mulai mengambil langkah maju dan membelakangi Dandi dan teman-temannya."Jangan lupakan aku nona, para an
"lalu mengapa kau mengatakan bahwa aku keturunan suku Tandero?" Dandi menyela percakapan. Lily menatap Dandi dan menarik nafas panjang. "Huft.. paman Dani adalah putra tertua kakekku. Dia berdarah suku Tandero." Setelah mendengar ucapan Lily, Dandi langsung terbelalak kaget. Ternyata latar belakang pria itu tidak sesederhana kelihatannya. Lily melanjutkan ceritanya, dia mengatakan bahwa dalam kitab lama suku Tandero terdapat kekuatan yang jauh lebih besar dari Liontin Langit Bumi. Kekuatan itu berasal dari ikatan hati dan darah dua keyakinan yang berbeda. Dahulu, Dani adalah pria yang dikenal jenius dan pemberani. Sebagai putra tertua dalam keluarga, ia memegang peran penting untuk melindungi martabat keluarga dan melindungi adik-adiknya. Suatu hari ia jatuh cinta dengan seorang gadis dari suku Flon. Namun suku Tandero dengan suku Flon adalah musuh bebuyutan sejak nenek moyang kami. Kedua belah pihak suku tentu tidak merestui hubungan mereka, mengingat tulisan dalam
Mereka langsung disambut dengan lampu minyak besar yang tergantung ditengah ruangan. Terdapat empat obor api yang berwarna biru di setiap sudut ruangan. Mereka dapat melihat dengan jelas dan detail relief disetiap permukaan dinding. Brian yang tadinya masih merasa pusing karena mabuk kendaraan seketika langsung merasa bugar karena tidak sengaja menghirup asap dupa yang diletakkan di kanan kiri pintu masuk."Ruangan apa ini sebenarnya? Mengapa terdapat barang-barang antik yang terlihat cukup bersejarah." Fernando bertanya sambil melangkah mendekati sepasang pedang yang tergantung di dinding. Pandangannya terpaku ke arah kedua pedang itu."Ini adalah ruangan persembunyian milik keluargaku. Setelah bencana terjadi kami mengasingkan diri disini." Jawab Lily sambil sedikit menundukkan kepalanya."Bencana? Apa maksudmu Lily?" Fernando semakin terheran-heran.Kemudian Lily membimbing mereka berjalan ke arah cawan emas yang dihiasi batu mulia. Cawan itu diletakka