Share

TERHALANG RESTU MASA LALU
TERHALANG RESTU MASA LALU
Penulis: Permata L

1. Ibu Egois

“Aku nggak tahan lagi, Mama gila ya!!” 

Sedetik setelah kata tersebut keluar dari mulutnya, Nadia merasa menyesal. Ia secara reflek menutup mulutnya sendiri, tapi tentu saja tidak dapat menarik hal yang telah diucapkannya.

Sani, ibu Nadia tak kalah kaget. Matanya terbelalak, kaget bukan kepalang. Anak satu-satunya yang biasanya penurut itu mengucapkan kata yang sangat menyakitkan. 

“Oke, silahkan pergi kalau kamu pikir bisa hidup tanpa mamah” gertaknya. 

 "Oh jelas bisa!" Nadia melotot. Tangannya mengepal dipenuhi amarah yang meledak di dalam hatinya. 

 "Selama ini Nadia udah terbiasa kerja banting tulang. Gak susah buat hidup sendiri!" lanjutnya, air mata berderai di pipinya. Nadia mengusapnya kasar, wajahnya sayu namun masih terlihat cantik. 

Suasana sempat sunyi beberapa menit hingga akhirnya Nadia beranjak dari bangku dan masuk ke kamarnya. 

Nadia tenggelam dalam amarahnya, ia membayangkan ibunya datang dan membujuknya. Tapi ia tahu itu tidak akan terjadi, pengalaman hidup 24 tahun bersama ibunya membuatnya hapal betul sifat ibunya. Keras kepala dan tidak pernah mau mengaku salah.

Nadia sempat merasa bersalah akan kata-katanya, tapi setelah mendengar gertakan dari ibunya ia tidak tahan lagi. Ia sadar Sani harus belajar cara menghargainya juga, meskipun posisinya sebagai anak tetapi Nadia merasa Sani sudah terlalu jauh mencampuri dan mengatur urusannya. 

Pemicu permasalahan kali inipun karena ternyata, Sani ketahuan menyadap aplikasi pesan Nadia melalui laptopnya. Selain mengecek pesan-pesan pribadinya, Sani membalas beberapa pesan dari teman lelakinya, dan paling fatal mengirimkan pesan menyakitkan kepada Jean, pacarnya. Semua itu tentunya dilakukan tanpa seizinnya, sehingga Nadia merasa terkhianati.

 "Kalau kayak gini kasusnya Mama bener apa salah??!" suara Nadia memekik dari kamar.

 "Bener. Kamu anak mamah, kok"  Sani menyahut dengan tenang. 

Nadia mengumpat pelan. Matanya meneliti kearah layar laptop ibunya yang menunjukkan ruang obrolannya yang dibajak. Melihat dari gaya chat dan gaya bahasa yang digunakan, Nadia menduga ibunya sudah sering menyadap atau membuka pesannya tanpa izin sehingga bisa meniru gaya bahasa ketikan chatnya secara persis dan tanpa mengundang curiga. Teman-temannya pun tidak percaya jika ibunya, yang tahun ini berusia 43 tahun bisa segaul itu meniru gaya bahasanya.  

 "Gila yah emang, gak pernah mau ngerasa salah" gerutunya sambil me log-out akunnya. Nadia melemparkan laptop itu dengan kasar ke atas kasurnya. Ia menatap wajah cantiknya di cermin besar kamarnya. Matanya, hidung mancungnya, bibir nya adalah turunan dari ibunya. Cantik sempurna seperti blasteran. Bahkan meskipun sedang menangis wajahnya tetap cantik.

Nadia keluar dari kamar sambil membawa satu koper kecil dan tas besar berisikan pakaian dan buku yang akan ia bawa minggat. Sebelum keluar rumah, ia melirik Sani. Berharap Sani akan menahannya dan menunjukkan rasa bersalah.

 “Sana minggat! Mau jadi pelacur kek mau ngemis kek, mama gapeduli..! Jangan pernah balik lagi kalau masih jadi anak gagal”  

DEG! 

Menyakitkan.

Sakit.

Pelacur.

Dikatai pelacur.

Oleh Ibu sendiri???

Wah, hati Nadia sangat hancur. Ia menggoyangkan kepalanya dengan marah dan menarik kopernya dengan kasar.

"Ok, silahkan nikmati hidup sendiri" ucapnya tanpa melihat kebelakang.

Sedangkan Sani hanya menatapnya pergi. Batinnya bergejolak, sebenarnya ia tak mau anaknya pergi. Namun bagaimana lagi, Sani memang selalu keras kepala.

Oh ya, sebenarnya ia tahu bahwa perbuatannya melebihi batas. Namun ia tetap enggan meminta maaf. Hanya untuk kebaikan anakku. Itu adalah pembenaran yang terus-menerus ia ucapkan dalam hatinya. Maka ketika Nadia keluar dari kamar dengan koper dan tas besar yang berisikan barang-barangnya, amarahnya justru mendidih. Sifatnya yang selalu enggan merasa salah mengalahkan akal pikirannya. 

Kali inipun ia sadar bahwa kata-katanya sudah sangat jauh melebihi batas. Seumur hidup, ia tidak pernah mengeluarkan kata sekasar itu pada anaknya. Karena memang selama ini, Nadia selalu menuruti apapun perintahnya. Bahkan ketika Nadia masih sekolah, ia sampai rela tidak punya teman gara-gara Sani selalu melarangnya main. Selalu ada alasan kenapa mamanya tidak menyukai temannya. Si A membawa pengaruh buruk lah, si B terlalu sering ajak main lah, si C terlalu bergantung padanya lah. 

Pokoknya selalu ada yang salah sehingga Nadia harus perlahan-lahan meninggalkan teman-temannya. Nadia baru memiliki banyak teman dan menikmati masa mudanya ketika ia mulai berkuliah. Ketika ia sudah mulai bekerja sambilan untuk membayar biaya kuliahnya, disitulah Sani sedikit memberikan kelonggaran dalam bersosialisasi. 

Keduanya memiliki hubungan yang cukup baik sampai Nadia memiliki pacar. Tanpa alasan yang jelas, Sani tidak merestui hubungan keduanya. Bukan dalam tahap tidak suka lagi, melainkan sudah masuk tahap membenci. Apapun yang Jean, pacar Nadia lakukan ia tidak pernah suka. Bahkan Sani pernah membuang sembako yang diberikan oleh Jean di hari lebaran di depan muka Jean langsung. 

Nadia selalu malu jika teringat hal tersebut. Untungnya, Jean merupakan tipe penyabar yang sepertinya sangat sulit disulut amarahnya. Saat kejadian itupun, Jean masih sempat-sempatnya meminta maaf dan membersihkan sembako yang dibuang berantakan di lantai sebelum diusir oleh Sani. Sejak saat itu, hubungan keduanya renggang dan sering bertengkar karena Sani selalu berbuat ulah untuk membuat hubungan percintaan anaknya kandas.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status