Share

2. Pacar yang Baik

Tanpa berkata apapun, dan dengan air mata yang menetes Nadia langsung keluar dari rumahnya. Ia menangis tanpa suara, dengan hati yang sangat hancur. Di malam yang dingin ini, untuk pertama kalinya ia merasa tidak berguna. Ia merasa benar-benar gagal sebagai seorang anak dan manusia. Selama ini, ia melakukan apapun untuk membuat ibunya bangga, namun ternyata ia masih dianggap sebagai manusia gagal oleh ibunya. 

“Mbak Nadia...”

Suara dari Pak Gojek membuyarkan tangisan dan lamunan Nadia. Ia langsung bergegas menaiki motor. Sebenarnya ia punya motor yang dibelikan Sani untuknya. Ia sengaja meninggalkannya dirumah karena malas menggunakan pemberian dari Sani. Ia terlalu marah dengan ibunya. Ia tidak habis pikir kenapa ibunya melakukan tindakan di luar batas. Ibu mana yang menyadap W******p anaknya sendiri? Ibu mana yang menyamar menjadi anaknya sendiri? Nadia kira hanya ibu-ibu tokoh sinetron atau W*****n yang bertindak di luar batas seperti itu.

*** 

Secara kebetulan, Jean sedang melihat kearah jendela ketika ia melihat sosok Nadia turun dari gojek. Jean langsung keluar, menyambut pacarnya yang berwajah sendu. 

“Eh napa yang??” tanyanya.

Nadia tidak menjawab, dan langsung memeluk Jean erat-erat. Tangisnya yang sudah berhenti beberapa menit yang lalu tiba-tiba keluar lagi. Kali ini lebih deras dan kencang, ia masih ingat kata-kata yang dikirimkan oleh ibunya pada Jean. Mengatai Jean tidak berguna dan menyusahkan. Sebenarnya, ia memang sering marah-marah pada Jean. Tapi ia tidak akan pernah mengirimkan pesan seperti itu. 

Faktanya, Jean adalah lelaki tersabar yang pernah menjalin hubungan dengannya. Meskipun Nadia terkadang bertindak sesukanya dan tidak mau tau, Jean tidak pernah marah sama sekali. Ia selalu sabar dan dapat menenangkan Nadia. Ia pengertian, dan tau jika Nadia bertindak menyebalkan padanya artinya ia sedang kesal dengan ibunya. Nadia selalu menahan diri untuk tidak mengatakan hal apapun pada ibunya, maka kalau sedang kesal Jean sering jadi korban pelampiasan amarahnya. 

Tapi Jean tidak pernah marah. Itulah yang membuat Nadia tambah jatuh cinta. Ia merasa tidak ada lelaki selain Jean yang bisa memahaminya sedalam itu. Jean adalah sosok yang hampir mendekati sempurna bagi Nadia. Ia tampan, tinggi, baik, sabar, sopan, loyal dan pintar. Ia seperti memenuhi kriteria menantu idaman para ibu-ibu pemuja drama cerita romantis. Karenanya, Nadia tidak habis pikir kenapa Sani sangat membenci Jean. Apakah ada sesuatu? Kalau dipikir-pikir ibunya tambah membenci Jean setelah bertemu langsung dengannya. Apakah sebenarnya ibu kenal Jean? Pikirnya.

“Yang, ayo masuk...kayaknya orang-orang pada ngeliatin kita deh” Kata Jean.

Lingkungan di sekitar rumah kontrakan Jean lumayan ramai, beberapa warga yang baru pulang pengajian lalu lalang lewat di depan rumahnya. Posisi Jean yang sedang memeluk Nadia, tentu saja bukan pemandangan yang bagus di mata para warga. Ia tinggal di lingkungan perkampungan yang warganya cukup taat beragama. Sehingga harus berhati-hati kalau tidak mau mengundang amarah warga. 

Nadia mengangguk, kemudian menggandeng Jean masuk rumah. Ia tersenyum kepada setiap warga yang lewat dan bertatapan mata dengannya. 

“Biarin aja pintunya terbuka, biar mereka ngga curiga” Ucap Nadia sambil membuka pintu dan jendela lebar-lebar. Hal ini untuk menjaga agar para warga tidak berpikiran buruk. Sebenarnya, mereka bukan pasangan yang tergolong alim atau taat agama. Tapi tentu saja mereka tidak ingin digrebek oleh warga. 

“Jadi, kamu kenapa yang? Kamu merasa bersalah sama aku?..Aku gapapa lho, aku tau you didn’t mean it. I will try to be more useful for you..” Jean merangkul Nadia. 

Oh ya, Jean bahkan tidak tahu bahwa bukan Nadia yang mengirimkan pesan tersebut. Ini membuat Nadia sedih, pacarnya sendiripun tidak bisa membedakan dirinya atau bukan. Sehebat itulah Sani dalam menyamar menjadi anaknya yang usianya hampir separuhnya.  

“Itu bukan aku...serius, kamu bahkan ngga bisa bedain??” Nadia terisak lagi. Ia tidak peduli kalau teman-temannya yang lain terkecoh. Tapi Jean? Mereka sudah hampir 2 tahun pacaran, ia berpikir harusnya Jean bisa mengenali kalau itu bukan dia.

“Oh. Hp kamu dibajak?” Saut Jean tenang.

“Iya” Jawab Nadia singkat.

“Sama siapa?” 

“Mama ...” Nadia menjawab lirih. Air matanya tambah tak terbendung. Ia kembali terbayang saat memergoki ibunya menyadap W******pnya. Ia melihat dengan jelas bagaimana akun W******pnya diakses oleh ibunya lewat laptop. Kalau dipikir-pikir lagi, ibunya sering sekali meminjam Hp nya. Nadia tidak pernah curiga, karena selama ini ia memang membiarkan Hpnya tanpa kata sandi. Hal ini karena sedari kecil, Nadia diajarkan untuk terbuka akan semua hal pada ibunya. Mungkin saat itulah Sani menggunakannya untuk menyadap dan mengakses akun W******p Nadia lewat laptop.

Namun bagaimana bisa Nadia tak menyadarinya? Ia tak pernah melihat tanda-tanda akunnya sedang dibajak. Apakah ibunya seahli itu dalam urusan anak muda? 

“Kamu tau dari mana kalau itu ibu?” Tanya Jean. Baginya cukup sulit percaya bahwa kata-kata yang dikirimkan padanya adalah hasil ketikan ibu-ibu. Ia tidak meragukan Nadia tentu saja, ia hanya khawatir kalau ada orang lain yang membajak HP Nadia.

“Aku lihat sendiri laptop mama ada W* aku!!!” Gertak Nadia marah. Pikirannya sedang stress dan sensitif. Ia tidak suka Jean meragukannya.

“Oke oke fine, maaf maaf” Jean merangkul Nadia. Saat ini yang terpenting adalah menenangkan dia, batin Jean.

Jam dinding menunjukkan pukul 9 malam, sayup-sayup suara kentongan dipukul mulai terdengar. Di kampung tempat tinggal Jean, para warga terbiasa memulai ronda pada awal malam. Kampung itu menerapkan peraturan yang disebut ‘jam belajar’ dimana para tamu harus pulang sebelum pukul 9 malam. Kalau tidak, para warga yang ronda akan mendatangi mereka untuk disuruh pulang. Sebenarnya itu hanyalah hal sepele, namun sekali ketahuan tamu overstay para warga akan lebih mengawasi rumah itu seterusnya. 

Jean sudah lama jengah dengan aturan kampung yang tidak sesuai dengan prinsip hidupnya. Tetapi ia sudah terlanjur mengkontrak rumah ini selama 2 tahun. Tahun ini adalah tahun terakhirnya, rencananya ia akan segera pindah ke perumahan setelah kontraknya habis. Ia ingin tinggal di tempat yang warganya lebih cuek pada urusan orang lain.

Nampaknya, Nadia juga sadar akan tanda suara kentongan tersebut. Ia langsung mengusap air matnya dengan gusar. berdiri dan mengambil koper dan tas besarnya. 

“Aku harus pergi sekarang sebelum diusir” Dengan langkah panik Nadia keluar rumah. Jean mengejarnya.

“Mau pergi kemana? kamu mau tidur dimana?” Tanya Jean khawatir.

“Motel?” jawab Nadia singkat. Entah sejak kapan, ia sudah memegang kunci motor Jean. Ia langsung menaiki motor tersebut dan mendorong kopernya ke arah Jean. Ia tersenyum menggoda.

“Mau ikut gakk???” katanya genit. Jean membalasnya dengan senyum simpul yang perlahan-lahan melebar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status