Share

Part 5 Santai Saja, Mas

Penulis: Rita Febriyeni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-13 00:30:29

Mendengar obrolan mas Arga dengan teman-temannya, membuataku ingin giat kerja agar bisa mandiri. Akan kubeli mobil atas nama Ibu ataubapakku agar tidak dipandang rendah. Insya Allah ....

“Berapa, Mbak!” sahutku sambil berdiri. Sengaja suaradikeraskan agar Mas Arga mendengar. Seketika suara tak jauh di belakangkuterdiam. Entah bagaimana ekspresi wajah Mas Arga. Aku sih santai saja. Lagianaku dalam situasi kerja. Ya anggap saja berusaha profesional.

“Lima ribu, Bu,” jawab mbak warung.

Setelah membayar, aku membalikan badan ingin menuju pintukeluar. Dengan santainya aku melangkah seperti tak melihat Mas Arga. Tepatnyapura-pura tak kenal. Namun ia terlihat mangap, pasti terkejut. Aku sih cuekbebek.

“Hey, Ga! Kok malah lihatin wanita itu?” Terdengar seseorangbertanya pada Suamiku.

“Ooh, ng-nggak kok. Mm anu ....”

Loh, kok kamu gugup Mas?

“Ada apa sih, Ga? Dia siapa?”

“Bentar, aku ada perlu.”

Aku sudah melewati pintu. Mempercepat langkah, ingin rasanyasampai di area proyek. Kupalingkan sekilas ke belakang. Mas Arga berlarimengejarku. Dan aku tetap melangkah tidak peduli.

“Sarah! Tunggu, Sarah!” Terdengar Mas Arga memanggil. Akutetap pura-pura tidak mendengar.

Rasanya hati ini panas. Ia suamiku yang selalu kujunjung dandihormati. Tapi tega mengumbar berita bohong seolah ia yang membiayai orangtuaku. Selama aku berhenti kerja, tak pernah sepersen pun uang darinyakugunakan buat membantu orang tua. Itu karena uang yang diberi Mas Arga takcukup. Rasanya tak terima jika ia mengatakan orang tuaku adalah keluarga takmampu karena kami dari kampung. Meskipun orang tuaku dari kampung, tapi merekatak pernah menyusahkan Mas Arga. Bahkan untuk kebutuhan sehari-hari merekabertani dan punya kolam lele lumayan luas.

“Tunggu, Sarah!” Mas Arga berhasil menyusulku. Tangankuditahan supaya langkah ini terhenti. Dan ia berhasil.

“Ada apa ya?” tanyaku dengan ekspresi wajah tidak marah.Justru aku berucap sambil tersenyum. Lagian buat apa marah-marah? bisa buat akustres dan kerjaan terganggu. Sekarang yang terpenting bagaimana caranya agarhasil kerjaku bagus dan karir tetap lanjut. Sulit sih, tapi harus bisa.

“Kamu kok berada di sini?”

“Hah? Maksudnya?”

“Kenapa kamu berada di sini? Bukankah ini hari pertamamukerja?”

“Kamu juga ngapain di sini, Mas? Bukankah juga jam kerja?”tanyaku balik.

“Aku lagi mengawasi proyek pesantren itu.” Ia menunjuk kelokasi proyek tujuanku. “Kamu tau? Itu proyek dari perusahaanmu berkerja. Mau dipecat karena ketahuan jam kerjakeluyuran?”

“Kamu juga pengawas lapangan proyek itu, Mas?”

“Iya,” jawabnya. “Nggak mungkin juga kamu yang menggantikanpengawas lapangan PT Bajatama yang sedang sakit. Belum ada pemberitahuan kokdari atasanku.”

Astaga, ternyata Mas Arga bawahan dari Pak Rudi, orang yangaku cari di sini. Selama ini aku tahu Mas Arga kerja posisi pengawas lapanganproyek. Lagian selama ini aku tak tahu ia mengawasi proyek di mana dan apa. Dirumah tak ada pembicaraan masalah pekerjaannya.

Teringat dulu, pertemuan kami dimulai waktu aku kerja diperusahaan yang juga kerja sama dengan perusahaan Mas Arga bekerja. Namun tidakmenyangka saja, jika sekarang terulang lagi. Tadi Susi sudah memberikan daftarpekerja lapangan dalam map merah, namun belum sempat aku baca. Dan map itumasih kusimpan di tas kerja yang kujinjing sekarang. Hanya bermodalkaninformasi lokasi dari Susi, aku ke sini. Untuk daftar para pekerja itu masalahbelakangan karena hanya membaca nama saja dan melihat ke lapangan. Yang pentingaku tahu siapa yang bertanggung jawab di sini. Lagian tugas ini mendadak. Belumlagi aku harus menghitung anggaran proyek besar yang baru masuk. Rencananya mapmerah itu aku baca di sini saja.

Oh iya, bukannya tadi malam Mas Arga sudah cerita kalauperusahaan pak Ismail juga sering kerja sama dengan perusahaanya bekerja. Efekkesal karena aku dituduh masalah uang, hingga tidak kepikiran tentang itu.Ditambah paginya kami bertengkar hingga belum memberitahu posisiku. Lagian MasArga juga tidak bertanya. Untuk memberitahu saja aku malas, ya itu lagi,suasana hatiku sedang tidak enak.

“Sebaiknya kamu balik ke kantormu. Aku sibuk di sini jaditak bisa antar. Sekali naik angkot kamu sampai kok.”

“Aku tau, Mas.” Lalu aku lanjut melangkah.

“Tapi kok nggak nyetop angkot? Di sini aja juga bisa kok.”Tentu Mas Arga heran kenapa aku tetap melangkah menuju lokasi proyek.

Sebenarnya ingin menjelaskan, tapi hatiku sedang panas danberperang dengan rasa sabar itu sulit. Jika menjelaskan akan memakan wantu lamaberhadapan dengan Mas Arga. Yang ada mungkin pertengkaran akan berlajut. Akuharus mengendalikan diri, dengan berusaha profesional meskipun aku juga akanbertemu dia di lokasi.

“Aku ada perlu,” jawabku, tanpa menoleh ke belakang.

Aku memasuki area proyek. Terlihat para pekerja lapangansedang bekerja giat. Dan aku mendekati beberapa orang yang terlihat sedangduduk merokok. Apakah mereka nama-nama yang ada pada daftar map merah? Tapikenapa mereka duduk santai. Bukankah jam makan siang setengah jam lagi.

“Permisi, Mas. Pak Rudi ada?” tanyaku.

“Ooh, Pak Rudi. Biasanya jam dua baru datang, Mbak. Kalauada perlu sebaiknya sama Pak Arga aja. Biasanya ia di warung kopi sebelah,”jawab seorang dari mereka.

“Kenapa nggak telpon dulu kalau mau ke sini, Mbak? Biarnggak repot nyari,” kata seorang yang lainnya.

“Oh, aku kira Pak Rudi sudah ada di sini, makanya aku takperlu nelpon dulu,” jawabku menjelaskan. Sebenarnya ingin melihat keadaanselama pengawas dari pihak tempatku bekerja tidak masuk. Jika aku langsungmenelepon pak Rudi, pasti pengawas lapangannya akan bergiat kerja karena tahupihak dari pak Isamil datang.

“Nah, itu Pak Arga dan Pak Rudi, Mbak.” Ia menjuk ke arahpagar. Kupalingkan pandangan ke sana. Mas Arga sedang melangkah dengan seorangpria, semakin mendekat.

“Ayo kita kerja.”

“Hey, Pak Rudi datang.”

Mereka langsung menyibukkan diri bekerja. Jadi seperti inikondisi jika pengawas lapangan tidak di tempat.

Situasi sekarang seharusnya Mas Arga harus mengawasi parapekerja lapangan. Pak Rudi atasannya langsung. Namun Mas Arga sepertinya tidakmelakukan tugas itu dengan baik hingga para pekerja bangunan terlihat santaisambil merokok. Jika seperti ini, penyelesaian proyek akan lama. Efeknya, klienakan  kecewa karena tidak tepat waktu.Sebelum itu terjadi, tugas aku yang memberi laporan ke pak Ismail, dan kerjasama ini bisa tidak berlanjut. Tepatnya cari perusahaan lain yang bisa diajakkerjasama. Dalam MoU, biasanya ada perjanjian itu untuk mengantisipasi agarkerjasama tidak mengecewakan satu belah pihak. Namun juga sering terjadi denganbanyak alasan jika tidak seperti MoU. Dan masalah bisa diselesaikan denganjalan kekeluargaan jika berhubungan baik dengan perusahaan ini. Tapi itu lagi,perusahaan akan dicap dengan kinerja kurang bagus. Takutnya tidak dapat kepercayaandari klien hingga untuk proyek berikutnya belum tentu menang.

“Cari siapa, Bu?” tanya pak Rudi. Sepertinya ia tak tahujika aku adalah istri lelaki yang ada di sampingnya. Kenapa Mas Arga tidakmemberitahu?

“Pak Rudi, mungkin Ibu ini hanya tersesat dan biar aku yangurus,” ucap Mas Arga percaya diri.

“Oh, kenal Ibu ini, Ga?” Ia menunjukku.

“Kenal, ia Istriku, Pak.” Ternyata aku salah. Aku kira iatak mau mengakui.

“Ooh, silahkan urus Istrimu, Ga. Nggak baik ada wanita diarea proyek karena ini banyak lelaki yang kerja,” ucap pak Rudi terdengar ketus,lalu mulai melangkah menjauh.

“Tunggu, Pak!” Aku mencoba menghentikan pak Rudi. Tujuankuke sini ingin bertemu dia. Lagian ada keluhan yang ingin kusampaikan meskipunhanya sekilas melihat proyek ini.

Ia membalikkan badan. ”Ya?”

“Kamu ngapain sih, Sar? Jangan bikin aku malu. Pak Rudiadalah atasanku. Mau dipecat karena ada laporan kamu keluyuran?” ucap Mas Arga.Ternyata suamiku ini belum juga sadar jika aku di sini bukan tanpa sebab.Astaga ....

“Saya ke sini ingin mencari Bapak. Benar Bapak adalah PakRudi yang bertanggung jawab atas pengerjaan proyek ini?” tanyaku. Ucapan MasArga kuabaikan.

“Ya, emangnya ada apa ya?” tanyanya terlihat cuek karenamulai menyalakan rokok. Bahkan ia tak menyebut kata sapaan seperti ‘bu ataumbak’. Apakah karena aku istri dari bawahannya?

“Saya manager baru dari PT Bajatama. Pak Ismail meminta saya kesini melihat keadaan proyek karena pengawas lapangan kami sedang sakit,”jawabku.

“A-apa?” kata mereka serentak dengan mata membulat. Tepatnyapasti terkejut dong.

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Cengok kau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS   Part 119 Tamat

    TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 119 [Aku sudah menceraikan Ririn, Mamiku sudah meninggal.Sekarang aku sendirian, Sarah. Hanya berharap di sisa hidupku yang sepi, bisamelihat anakku tumbuh besar dan memanggilku ’papa’. Semoga kamu berbaik hatimembiarkan aku memenuhi kewajiban pada anak kita][Aku tidak akan memaksamu menerimaku lagi, meskipun sangatberharap. Aku sadar salah dengan lari dari tanggung jawab sebagai suami hinggasurat cerai kita keluar. Aku salah mempermainkanmu dan justru akulah yang kinidipermainkan nasib dengan kehilangan Mami, ulah dari wanita pilihan Mami.Mungkin ini karma bagi kami yang menyakitimu. Untuk minta maaf lagi rasanyamalu dan aku tak pantas mendapatkan itu]Dua pesan dari Mas Ismail masuk ke ponsel kala aku sedangmenyusui anak. Nama putraku adalah ‘Muhamad Abqari’. Melihat ia sedangmenikmati air susu, ada rasa bersalah kalau menjauhkannya dari Mas Ismail. Aku sangategois jika melakukan itu.[Aku tak akan memisahkanmu dari anakmu, Mas. Lakukanlah

  • TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS   Part 118 Ditalak Di Penjara

    TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 118 (Ditalak di Penjara)Pov Ismail“Loh, kenapa ditolak, Tia? Oma memberikan karena Tia sudahmenjadi seorang kakak.”“Papa Ismail, aku nggak mau mencoreng maaf yang tulus dengansebuah bayaran. Jika aku menerima warisan itu berarti aku menjual ucapan maaf.Bukankah saling memaafkan harus ikhlas?”Di sini aku merasa malu. Anak yang masih berusia belia saja,bisa mengucapkan hal yang tak terpikirkan olehku. Malu ini karena kalah daripemikirannya. Entah bagaimana Sarah mendidiknya hingga ia seperti manusia yangtidak silau dengan harta.“Tia bisa gunakan uang itu buat kuliah keluar negeri atau....”“Maaf, Pa. Jika aku mengandalkan uang itu buat pendidikandan memenuhi semua kebutuhanku, aku akan jadi malas di usia muda karena sudahmerasa punya. Aku takut terlena dan lupa belajar.”Tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ini benar-benar langka.Jarang anak seusia Tia berpikir seperti ini.Aku menoleh ke Sarah. “Sarah, tolong bujuk Tia,” pintaku.“Maaf, Mas. Ak

  • TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS   Part 117 Lebih Baik Begini

    TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPART 117 (Lebih Baik Begini)Ini yang membuatku sulit, Tia berpendapat yang belum tentu bisa aku lakukan. Ada sifat dari Mas Ismail yang membuatku tak bisa menjalani rumah tangga dengannya. Aku akui ia berbakti pada orang tuanya. Ia lelaki yang setia dengan istri hingga dalam rumah tangga tak pernah terdengar selingkuh. Tetapi, satu sikap yang membuat semua itu tak berarti. Yaitu, tidak punya pendirian, dan tidak bisa mengambil sikap tegas memutuskan dalam sebuah masalah. Padahal ia seorang pemimpin rumah tangga. Yang lebih parahnya, ia bersikap tanpa memperdulikan efek dari apa yang dilakukan hingga penyesalan itu datang kala semua sudah terjadi.“Nak, Mama yang tau semuanya. Jika kamu berpendapat seperti itu, Mama hargai dan ini juga membuka hati Mama agar tidak memisahkan antar anak dan Bapak.”“Mama nggak mau menerima Papa Ismail lagi?”“Tidak semudah itu. Ada hal yang belum bisa Mama ceritakan.”“Tia ngerti, Ma. Tia hanya melihat di luar aja hi

  • TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS   Part 116 Ucapan Tia Yang Tak Terduga

    TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 116 (Ucapan Tia Yang Tak Terduga)“Sarah, menurutmu gimana dengan Bobi?”Aku sedang menyusui tiba-tiba mengalihkan pandangan ke Emak.“Maksud Emak apa?”“Masa nggak ngerti maksud Emak? Kamu pasti tau lah arah pembicaraanini.”Emak bicara langsung-langsung saja. Bahkan ini agakterdengar sensitif untuk dibahas.“Kok malah diam? Kamu tu bukan anak kecil lagi pakai malusegala.” Emak menatapku. Waduh, Emak tahu saja apa yang aku rasakan.Menghela napas panjang, sejenak berpikir lagi dengan jawabanyang akan dilontarkan. Aku tak mau gegabah memutuskan karena sudah dua kaligagal dalam rumah tangga. Ditambah sekarang sudah punya dua orang anak. Kalaumenikah lagi, belum tentu suamiku nanti menerima wanita janda yang sudah punyaanak dua. Lagian anakku masih bayi dan butuh biaya besar.“Kalau kamu nggak yakin nggak masalah. Emak ngerti yang kamupikirkan. Hanya aja, jangan jadikan gagal berumah tangga dua kali itu ketakutanbuat maju menjalani jika ada yang

  • TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS   Part 115 Sial!

    TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 115 (Sial!)Pov Siska / Kakaknya RirinSebenarnya aku sangat jijik masuk dan duduk di rumah ini. Lantainyasaja lebih bagusan kandang anjingku di rumah. Tikar ini juga sangat jelek danpasti banyak yang duduk dengan kaki kotor. Iiih! Geli sekali duduk di sini. Kalaubukan demi Ririn, ogah menginjakan kaki di sini. Huh! Sial!“Tolong bujuk Ismail agar mencabut tuntutan. Ririn hanyakorban sama sepertimu, Sarah.” Dengan muka sedih, aku memohon ke Sarah. Namun,sialan, itu nenek lampir kenapa dari tadi membuat aku kesal saja. Ia selalumenjawab dan lebih cepat berucap daripada anaknya.“Maaf, sepertinya salah alamat. Aku dan Mas Ismail sudahtidak ada hubungan lagi hingga ingin membujuknya.”“Iya, aku tau itu. Tapi hanya kamu yang bisa didengar Ismailsekarang ini. Ia masih mengharapkanmu dan pasti mau kalau kamu yang minta.Tolonglah, Sarah ..., hanya kamu yang bisa menolong adikku saat ini.”“Hey! Apa kamu udah gila? Adikmu hampir saja menembak Sarahdan

  • TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS   Part 114 Kedatangan Kakaknya Ririn

    TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 114 (Kedatangan Kakaknya Ririn)“Mbak yakin kita segera meninggalkan rumah sakit ini?” tanyapak Bobi setelah kami turun ke lantai satu rumah sakit.“Ya, Pak. Aku harus ngapain lagi di sini?”“Bukan begitu, Pak Ismail sepertinya ....” Ucapan Pak Bobitidak dilanjut. Terlihat ada keraguan.“Ia hanya mantan suami dalam pernikahan kilat, Pak,” ujarkumenjelaskan. Aku tahu ia merasa tidak enak karena mengira aku akan kembali padaMas Ismail.“Pernikahan kilat?” Pak Bobi menatapku dengan alis bertaut.“Hanya suami yang beberapa malam saja.”Tidak ada yang perlu disembunyikan. Jika aku mencoba membukahati dengan Pak Bobi, ia harus tahu semua kisah hidupku agar tak ada dusta diantara kami. Jika sekarang aku memutuskan membuka hati, agar berita tidakmenyudutkan aku seolah seperti penghancur rumah tangga Mas Ismail dan Ririn.Berita yang tersebar bermacam-macam, ada yang mengatakan kalau aku bukanpelakor dan sebaliknya.“Bu Sarah, apakah kami bisa wawancara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status