Share

Bab 0010

Aвтор: Farid-ha
last update Последнее обновление: 2024-03-16 23:17:15

Setengah sebelas siang kami sudah berada di rumah Ibu. Beliau sudah diizinkan pulang dengan beberapa catatan dokter yang harus aku perhatikan. Mbak Mayang menjemput kami. Dia masih di depan menunggu aku. Kami mau segera pergi untuk menjalankan misi selanjutnya.

Saat ini, jarum jam di pergelangan tangan ini menunjuk ke angka tiga belas tepat. Karena ada misi yang harus diselesaikan, aku pun berniat menitipkan ibu pada Bibi.

“Bi, nitip Ibu. Tolong jagain beliau sampai sore kira-kira, bisa?” Aku menatap adik iparnya ibuku. Beliau ada di rumah Ibu. Datang setengah jam yang lalu setelah ibu tidur.

Wanita yang biasa aku panggil bibi itu mengangguk dengan cepat.

“Bisa. Mau ke mana?” Dia balik bertanya sembari mengurut kakinya sendiri.

“Mau ada perlu. Nanti kalau urusannya sudah selesai, aku segera kembali. Bibi mau nitip apa? Mumpung ke kota ini.” Aku pun menyebutkan semua jenis makanan kesukaannya. Dia menggelengkan kepala.

Beliau memang tidak pernah meminta imbalan, selalu tulus membantu. Tapi, aku juga tidak pernah lupa memberikan hadiah untuk beliau setiap aku membutuhkan tenaganya.

“Bibi tidak butuh apa-apa. Tapi, kamu harus cepat kembali. Jangan lama-lama takut kemalaman. Apalagi sekarang sering hujan di sore hari. Sudah pamit sama Ibu? Takutnya nanti nyariin.”

Bibiku ini cerewet. Kadang melebihi ibuku sendiri. Tapi, itu cara dia melindungi keturunan dari kakak laki-laki satu-satunya. Ya, beliau hanya punya dua keponakan, aku dan Kak Fikri. Karena bibi hanya dua bersaudara dengan almarhum bapakku.

“Aku tadi sudah pamit sama ibu. Langsung pulang begitu urusannya sudah selesai. Insya Allah nggak butuh waktu lama, kok, Bi.” Aku pamit setelah mencium punggung tangannya.

“Kamu sudah salat Duhur, Mir?” Bibi menghentikan langkah kakiku. Aku menoleh ke belakang. Lupa untuk menyampaikan sesuatu. Untung saja diingatkan.

“Sudah, Bi. Ibu belum salat. Tadi keburu tidur sebelum waktunya. Nanti tolong dibantu, ya, Bi.” Aku tersenyum melihat anggukan kepalanya. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih dan pamit.

“Ayo kita berangkat sekarang, Mbak.” Aku menyambar tas cangklong yang sudah disiapkan di atas meja.

Mbak Mayang mengangguk, lalu pamitan pada bibiku.

“Hati-hati bawa mobilnya, May.” Bibiku memberi wejangan pada Mbak Mayang. Sepupuku hanya mengucapkan terima kasih.

“Kamu semangat sekali, Mira?” Mbak Mayang menatapku sembari tersenyum setelah menutup pintu mobil. Kami siap meluncur menggunakan kendaraan roda empat milik Mbak Mayang.

“Yo jelas dong, Mbak. Aku sudah tidak sabar mengambil seluruh hartaku. Hasil kerja kerasku sendiri.”

“Setuju, Mbak mendukungmu. Jadi perempuan itu jangan cengeng. Ketika dikhianati bersedih boleh. Manusiawi itu, tapi jangan berlarut-larut. Jangan kalah untuk kedua kalinya. Boleh diduakan karena sudah terlanjur, tapi jangan sampai dirampas hartanya. Segera ambil tindakan.” Mbak Mayang memberikan mengoperasikan mobilnya.

“Mbak sudah hubungi sopir truknya?” t

“Sudah aman.” Mbak Mayang menjawab sembari fokus melihat ke arah jalan. Kami sudah meninggalkan rumah ibuku.

“Apa saja yang dibeli pake uangmu sendiri, De?” Mbak Mayang bertanya setelah sampai jalan raya.

“Spring bed, meja rias, tv LED, sofa. Sebenarnya peralatan dapur juga banyak. Tapi, aku nggak berminat karena memang hanya barang-barang murahan yang di rumah ibu juga sudah ada. Paling nanti mau aku ambil presto, blender dan mixernya aja. Selebihnya biar diambil Bu Mumun atau biar dipake untuk istri keduanya Mas Tama nanti.”

Ya rencananya aku akan mengambil perabotan yang aku beli menggunakan uangku sendiri. Sungguh, aku tidak rela bila hasil keringatku dinikmati oleh keluarga penghianat itu. Sudah cukup selama ini aku membagi hasil kerjaku dengan mereka. Tidak ada lagi membantu mereka mulai saat ini.

Rencananya, nanti barang-barang itu akan dijual. Untuk sementara waktu aku titipkan dulu di rumah Mbak Mayang.

Di dalam mobil, Mbak Mayang banyak memberikan masukan ini dan itu. Salah satunya, memberikan saran untuk segera membuka usaha setelah resmi bercerai dari Tama.

“Aku menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikannya semua ini pada ibu, Mbak. Aku tak mau keputusanku ini mempengaruhi kesehatan beliau. Untuk sementara waktu, aku akan pura-pura baik-baik saja.”

“Iya, Mbak setuju. Kamu pastikan ibumu benar-benar sehat dulu seperti dulu lagi. Selepas itu, pelan-pelan berikan pengertian kenapa kalian harus bercerai.”

Aku mengangguk setuju dengan ucapan Mbak Mayang. Banyak hal yang kami bicarakan hingga tanpa terasa mobil sudah sampai di rumah yang selama dua tahun setengah aku tempati.

“Sepi, De. Aman ini.” Mbak Mayang terlihat celingak-celinguk.

Lekas aku membuka pintu dengan kunci cadangan yang biasanya kubawa.

Dengan langkah lebar aku memasuki rumah, mencari barang-barang yang siap diamankan. Mataku membulat sempurna saat menyadari tidak ada TV LED yang biasa bertengkar di atas meja di ruang tengah. Kemana ini?
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0173

    “Ini tempatnya, Mbak?” Tama menatap perempuan yang merupakan tetangga kontrakan Lilik tersebut dengan kening mengkerut. “Iya, ini, Mas. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencari Mbak Lilik. Perempuan. Bahkan dia menitipkan sesuatu untuk Zidane.” Tama terdiam, tapi otaknya berpikir menerka-nerk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0172

    Amira terdiam, menunggu jawaban Tama. Sebenarnya dia sendiri ragu, tidak yakin dengan idenya ini. Tapi, Amira merasa perlu melakukan itu demi kebaikan Zidane. [Jangan memintaku yang tidak-tidak, Mir! Mustahil aku kembali dengan Lilik. Itu tidak mungkin terjadi.] Tama mengirimkan pesan balasan pada

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0171

    “Lilik?” Samar, Amira memanggil wanita yang sedang menuntun bocah cilik sambil menenteng tas yang terlihat berisi dagangan. “Pak tolong berhenti sebentar.” Amira meminta kepada sopir taksi. “Tapi argonya tetap jalan, ya, Mbak.” Sopir mengingatkan. “Nggak masalah, Pak. Nanti saya lebihkan untuk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0170

    “Kapan acara lamarannya, De?” tanya Fikri di negeri seberang sana. Amira baru saja menceritakan niat baik Reza yang ingin melamarnya kepada Fikri. “Rencananya empat hari lagi, Bang. Abang sekarang sudah merestui ‘kan?” tanya Amira yang belum begitu yakin sepenuhnya terhadap restu Fikri. “Insya

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0169

    “Terima kasih banyak, ya, Mas. Maaf nggak bisa menyuruh mampir. Ini susah sangat malam.” Amira menghampiri pria yang berada di balik kemudi bulat setelah memarkirkan motornya di depan rumah. “Memang seharusnya aku tidak mampir, De. Kalau mampir nanti bahaya,” kelakar laki-laki di balik kemudi yang

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0168

    “Mau sampai kapan kamu diam di situ, Lilik? Mau sampai kapan kamu membiarkan Zidane mengacak-acak permainannya? Cepat bereskan rumah ini! Aku muak melihat kamu yang seperti ini terus! Sudah berapa kali aku bilang? Jangan biarkan anakmu mengacak-acak ruang tamu atau ruang tengah dengan permainannya i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status