"Jian-ku."
Dengan bisikan lembut, Hades mendekatkan bibirku ke bibirnya. Aku kaget dan tiba-tiba dunia menjadi putih bersih. Sebuah ciuman... Aku sedang mencium seorang pembunuh berantai. Rasanya seperti seekor binatang lapar sedang menggerogoti mulutku seolah-olah dia akan mencabik-cabikku. Tangan Hades yang lain melingkari pinggangku dan menarikku mendekat, menyeret tubuhku yang tak berdaya ke dalam pelukannya. Membelah bibirku, lidahnya memaksa masuk lebih jauh ke dalam mulutku. Ini adalah pria berdarah dingin yang telah membunuh beberapa orang di novelku, lidahnya terasa panas. Aku terkejut sekaligus lega melihat kehangatan itu. Itu berhasil. Tulisanku berhasil. Saat aku menerima ciuman penuh gairah dari Hades, aku melirik ke arah teks di sana, memantau. [Ji-an menolak membuka pintu, yang membuat hati Hades patah. Dia tidak punya niat menyakitinya. Ji-an adalah kekasih Hades. Hades tidak akan pernah membunuh kekasihnya.] Tapi kemudian, aku melihat kursornya berputar kembali sekali lagi dan menghapus kalimat yang terakhir. [Hades tidak akan pernah membunuh kekasihnya.] Itu adalah kalimat yang seharusnya tidak pernah dihapus. Tapi itu sudah hilang. Melakukan itu, maksudnya Hades bisa membunuhku kapan saja? Aku merasakan jantungku berdebar kencang dan keringat dingin menjalar di punggungku. Hanya membayangkan keyboard terkutuk itu menghapus sisanya aku takut setengah mati. [Ji-an adalah kekasih Hades.] Satu kalimat itu adalah harapan terakhirku sekarang. "Kamu memalingkan muka." Hades, yang telah berhenti menciumku cukup lama untuk berbisik, mengikuti pandanganku dan mulai berbalik ke arah komputer: Tidak! Dengan panik, aku meraih wajahnya, membalikkannya kembali ke arahku. "Hm?" Hades mengangkat satu alisnya, ekspresinya curiga. Berdiri berjinjit, Aku menciumnya. Hidupku bergantung pada ciuman ini. Aku tidak bisa tertangkap. Karena menggunakan keyboard sialan itu, aku telah mengubah diriku menjadi kekasihnya. Jika Hades mengetahui kebenarannya, tidak ada keraguan baginya untuk membunuhku. Hades bukanlah boneka. Dia adalah orang yang seperti itu, orang yang memotong tali yang tergantung di anggota tubuhnya dan membunuh boneka itu. Untungnya, ciuman itu membuat Hades sibuk. Tapi bahkan saat kami berciuman, keyboard itu terus mengetik. Bunyi klik yang keras itu membuatku jengkel, kecuali Hades yang sepertinya tidak mendengar. Dia tidak hanya mengabaikannya, kan...? Hades meraih bagian belakang kepalaku dan memperdalam ciumannya, mendorongku ke bawah. Karena perbedaan tinggi badan kami, tubuhku melengkung ke belakang seperti busur yang membuatku gelisah. Aku bertahan dengan tangannya yang besar menopang kepalaku dan lengannya yang kuat melingkari punggungku. Aku melingkarkan lenganku di lehernya dan bergantung padanya. Dia tersenyum sebelum tiba-tiba mengangkatku ke udara. Aku tersentak kaget, gugup, kepalaku mungkin membentur langit-langit. Dalam dua langkah, Hades mencapai tempat tidurku, lalu membaringkanku sebelum menerkam di atasku. Anggota tubuhnya terasa seperti penjara, memblokir setiap jalan keluar. Hades menatapku, matanya berkilauan aneh. Setelah menjilati bibirnya, dia bergumam, "Bagaimana aku harus memakanmu...?" Dari atas kepalaku, rasa dingin yang mengerikan menyelimuti seluruh tubuhku, seolah-olah seseorang telah melemparkanku ke dalam air es. Makan aku? Dia akan memakanku? Mustahil. Aku belum pernah menulis Hades sebagai seorang kanibal. Tapi sekali lagi, aku tidak yakin. Masih ada halaman tersisa di novel. Dan karakternya masih hidup; mereka bahkan punya kehidupan sendiri ketika penulis tidak sedang menulisnya. Selain itu, Hades adalah seorang pembunuh terselubung misteri. Aku tidak tahu apakah dia kanibal atau bukan. Aku tidak bisa bernapas. "Tidak..." Aku meronta di dada Hades namun sia-sia. Lengannya yang tebal membelengguku dan membuat tubuhku kembali terjatuh. Teror ini sangat mencekik. Tidak lama kemudian semuanya menjadi gelap. *** Dengan gemetar, aku terbangun karena bunyi alarm. Aku adalah satu-satunya orang di dalam ruangan ini. Itu hanya mimpi? Aku merasa seperti baru saja dirasuki dan hantunya masih ada dan mengintai di dekatku. Aku memelototi keyboard baru yang ada di mejaku. Tapi tidak masalah betapa kerasnya aku menatap, keyboard itu tak bergeming, seolah mengejekku. Mataku tidak sebaik dulu. Tidak ada yang namanya keyboard yang mengetik dengan sendirinya. Setelah sekian lama menulis horor, aku mungkin baru saja mengalami mimpi buruk. Ya, itu dia. Apakah masuk akal jika karakter fiksi muncul di dunia nyata? Tentu saja tidak. Tapi itu sangat jelas. Mungkin.. Tiba-tiba, aku melihat jam di sebelah komputer. 08:40. Sialan, aku sangat terlambat. Mimpi bukanlah hal yang penting saat ini. Dengan tergesa-gesa, aku bersiap-siap untuk bekerja dan meninggalkan rumah. ***** Sesampainya di sekolah, kehidupan normal menyambutku. Dibanting oleh pekerjaan, anak-anak, dan kepala sekolah, mimpi buruk terasa sangat tidak berarti. Dan aku menjadi lebih tenang. Faktanya, kalau dipikir-pikir, rasanya tidak seperti mimpi buruk sama sekali. Hades belum membunuhku dan aku juga tidak membunuh siapa pun. Aku baru saja berbagi ciuman dengan Hades. Dia bukan mimpi buruk; itu adalah mimpi basah. Aku kira aku harus menyalahkannya karena sudah membuatku terangsang. Aku pikir dorongan itu sudah lama hilang. Aku sedang merencanakan pembelajaran di kantor guru selama waktu luang ku ketika Ms. Ye-yeon mendatangiku. "Ms. Ji-an, saya butuh bantuan." "Apa itu?" "Bisakah kamu pergi kencan buta untukku akhir pekan ini?" "Maaf tapi" Sebelum aku sempat menolak, Ms. Ye-yeon memotongku. "Jangan seperti itu. Aku membantu pekerjaanmu terakhir kali. Apa kamu tidak ingat?" "Ya. Terima kasih untuk itu." "Itu saja?" "Aku sudah bilang aku akan membelikanmu makanan..." "Lupakan makanannya, dan pergilah kencan ini untukku. Kumohon? Aku mohon padamu." Aku tidak menjawab. Kencan buta? Aku tidak ingin menyia-nyiakan akhir pekan yang sangat menyenangkan dengan pria sembarangan. Aku bisa saja menulis sebagai gantinya. Buku menghasilkan uang bagi ku; tidak seperti orang-orang yang menghabiskan uang, tetapi mereka juga menghabiskan waktu dan tenaga ku. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kesalku. Melihat ekspresiku, Nona Ye-yeon menjadi kesal. "Yang perlu kamu lakukan hanyalah makan bersama orang lain, bukan aku. Apakah itu buruk sekali?" Memang benar. Tetapi jika aku menjawab sembarangan, Ms. Ye-yeon akan menganggap aku mencoba memulai perkelahian. Mengajar bukanlah pekerjaan di mana seseorang bisa beralih tempat kerja dengan mudah. Padahal guru-guru pindah sekolah setiap lima tahun sekali dalam beberapa tahun. Aku tidak pernah ingin menimbulkan masalah karena aku tidak pernah tahu kapan dan di mana aku akan bertemu seseorang lagi. Lebih penting lagi, Nona Ye-yeon adalah seseorang yang pandai dalam kelompok pertemanan. Dia juga pandai mengendalikan mereka. Jika kamu mempunyai sisi buruk dimata orang seperti itu, maka hidupmu akan berakhir. "Baik. Aku akan melakukannya." "Benarkah? Terima kasih, Nona Ji-an!" ucap Nona Ye-yeon dengan wajah berseri-seri sambil tersenyum. Begitu dia pergi, aku mencoba berpikir positif. Ini hanya satu kali makan. Mungkin kursinya tidak cukup dan kita harus berbagi meja. Mungkin dengan pria yang sangat baik. Aku menghela nafas. Nah, kalau aku bertemu pria sejati, maka setidaknya aku tidak akan bermimpi tentang mencium karakter pria ciptaanku sendiri. *****Ketika aku pulang, rumah tampak seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Hening dan rapi seperti penampakan biasanya. Tampak normal, jadi aku bisa melakukan aktivitas ku dengan tenang. Setelah makan malam, aku duduk di depan komputer untuk memulai draf baru. Tapi aku justru mengingat mimpi malam itu yang membuatku curiga dengan keyboard baru. Aku mencoba mengabaikan semuanya. Dia itu hanya mimpi sialan. Aku mengutuk diriku sendiri dan menyalakan komputer. Saat aku melihat layarnya menyala. Komputer ku dalam mode hemat daya (sleep). Aku menyadari aku tidak ingat pernah mematikan komputer. Aku bahkan tidak dapat mengingat kejadian hingga aku tertidur semalam. Secara naluriah, aku menekan sebuah tombol. Layar langsung berkedip dan sebuah dokumen berisi tipe hitam muncul. Seketika rasa dingin merambat di punggungku. "Apa...?" Itu adalah sebuah novel. Sebuah novel yang tidak aku tulis, tetapi sebuah novel yang aku kerjakan. Yang meresahkannya, dokumen itu merinci mimpiku dari malam
Saat terjatuh, benda berat itu membuat papan lantai penyok. Tapi itu adalah hal yang paling kecil dari kekhawatiran dalam diriku. Dengan terengah-engah, aku berpaling dari Hades. Aku penasaran seperti apa ekspresi di wajahnya. Aku sangat takut, aku tidak sanggup melihatnya. "Apakah itu sakit?" Hades bertanya, suaranya khawatir. Siapa yang mengkhawatirkan siapa sekarang? Aku yakin dia mencoba menipuku. "Aku minta maaf." Ujung jarinya menyentuh tangan kananku. Aku tersentak. Sentuhan Hades yang tiba-tiba namun hangat dan lembut. Mataku tanpa sadar mengikuti saat dia menarik tanganku. Aku memperhatikan saat Hades memeriksanya dengan cermat. Kekhawatiran diwajahnya tampak tulus. Itu membuatku semakin takut. Sepertinya dia ingin menurunkan kewaspadaanku sebelum dia membunuhku. Tiba-tiba, mata kami bertemu. Hades tersenyum nakal sebelum dia menukik ke bawah untuk memberi tanganku kecupan kecil. "Ya Tuhan." Aku menjauh karena terkejut. Melihat reaksiku, Hades mengelus rambutku.
"YAA!" Teriakan marah Jeong-an meledak dari interkom. Karena terkejut, aku terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hei." "Apa kau gila? Kau tidak tahu jam berapa sekarang? Dan bersantailah saat memencet bel pintu, oke? Apa yang sedang terjadi?" "Maaf, aku hanya butuh bantuan saat ini. Tolong buka pintunya." "Ah." Sesaat kemudian, pintu terbuka. Rambutnya acak-acakan seperti baru saja terbangun, Jeong-an muncul, menggerutu padaku dengan wajah keriput. "Ini hari Sabtu, dasar pengganggu. Ini fajar di hari Sabtu..." "Sembunyikan aku." Aku mendorong Jeong-an ke dalam. Saat dia melihatku menutup pintu dan bahkan mengunci kaitan pintunya, raut wajah Jeong-an berubah. "Apa yang terjadi?" Aku dengan panik masuk ke tempat tidur Jeong-an dan berjongkok di samping dinding dengan selimut menutupi kepalaku. Aku lebih suka bersembunyi di ruang tertutup seperti closet bawaan, tapi itu bukanlah pilihan di studio sempit di apartemen ini. "Kamu membuatku takut. Apa yang terjadi? Ada apa?"
Hal pertama yang menyambut ku ketika aku kembali ke rumah adalah sepatu pria berwarna hitam yang tertata rapi di serambi. Hades sepertinya sedang mandi. Karena dari kamar mandi, aku mendengar suara pancuran air mengalir. Sementara itu, suara pengetikan terdengar dari kamarku. Keyboard terkutuk itu masih ada di tempat kerja. Keyboard mulai mengetik pada pukul 04.44. Aku pasti ingat karena memang begitu momen sial dimulai lagi. Sekarang jam 10:38. Jadi sudah mengetik selama enam jam? Apa yang dilakukan Hades selama enam jam? Aku berjingkat ke kamarku, melirik ke pintu kamar mandi sepanjang jalan. Ketakutan dengan saraf yang terasa menggerogotiku, tapi aku tidak punya pilihan lain. Bagaimana jika Hades bersiap untuk membunuhku? Aku harus memeriksa naskahnya. Begitu memasuki ruangan, aku buru-buru menyalakan komputer dan membuka naskah terkutuk itu. Kalimat terakhir, kursor masih berkedip, menarik perhatian ku. [Setelah dia menyelinap ke kamarnya, Ji-an buru-buru menyalakan ko
Air liur kami bercampur dan nafas kami menjadi satu. Aku merasa seperti aku tercekik. Aku menghindari ciuman itu sejenak untuk bernapas tetapi bibir Hades segera menyusulku. Tanpa pikir panjang, aku mundur selangkah tapi Hades menahan pergelangan tanganku, dia memeluk pinggangku dengan tangannya yang lain. Kemudian, sambil memegang tanganku di dadanya, dia bergerak di belakang bahunya. Tiba-tiba, aku menemukan tanganku sudah melingkar sempurna di leher Hades. Seolah itu belum cukup, Hades meraih tanganku yang lain dan membungkusnya di sekitar pinggangnya. Sepanjang waktu, ciuman itu tidak berhenti. Tidak. Dia akan memakanku hidup-hidup. Erangan datang dari dalam tenggorokanku. Sudut mulut Hades melengkung sebelum dia memiringkan kepalanya, untuk memperdalam ciumannya. Inikah rasanya digigit ular berbisa? Tubuhku terasa lemas dan pikiranku redup. Tapi sesaat kemudian, nada dering tiba-tiba dari ponselku mengagetkanku dan membuatku kembali terjaga dari kelumpuhan ku tadi. Karen
Sebuah firasat buruk mendorongku untuk menoleh ke arah pintu masuk. Aku melihat Hades memasuki restoran. Di konter depan, pelanggan membayar tagihan mereka dan karyawan yang membantu mereka semua menatap Hades dengan ekspresi kaget. Ini bukan halusinasi, astaga. itu nyata. Dia bukan orang sungguhan, tapi dia ada dalam kehidupan nyata. Bagaimana dia menemukanku di sini? Apakah dia mengikutiku? Hades memiliki watak penguntit handal. Begitu dia mengarahkan pandangannya pada mangsanya, dia melingkari mereka, memperhatikan dan mengamati mereka lama sekali; itu adalah hobi yang selalu ia lakukan. Apakah dia melakukan hal yang sama padaku? Apakah kemunculannya di sini berarti seorang kekasih tidak dikecualikan dari perburuan? Tenggorokanku tercekat. "Apakah kamu tidak jadi pergi ke kamar kecil?" Suara teman kencanku menginterupsi pikiran ku untuk kembali sadar. Dengan enggan, aku menuju kamar kecil. Area toilet yang dekat dengan keberadaan Hades membuat pertemuan dengan Hades tidak bisa
Begitu kami berada di luar, Hades melepaskan tanganku dari lengannya, lalu tiba-tiba menggenggam tanganku, bahkan menyatukan jari-jari kami. Jari-jarinya yang panjang seperti tangan pianis dan telapak tangannya lembut. Sepertinya itu bukan tangan seorang pembunuh. Mereka besar dan hangat. Kehangatan yang tak terduga membuatku bingung. Apa yang ada di kepalanya? Aku ingin membuka tengkoraknya dan melihat ke dalam dengan sangat detail. Kenapa dia meraih tanganku? Kenapa dia mengikutiku ke restoran? Apa yang dia rencanakan? Apa yang akan dia lakukan padaku? Ada begitu banyak hal yang ingin kutanyakan tetapi tidak ada satupun yang bisa kutanyakan, aku memilih terus berjalan. Tiba-tiba, Hades angkat bicara. “Jangan curang.” Hatiku mencelos. Kedengarannya lebih seperti peringatan daripada permintaan. Dengan buru-buru, aku menjawab, "Aku tidak selingkuh. ms. Ye-yeon meminta ku untuk melakukannya, jadi aku tidak punya pilihan. Aku tidak akan pernah bertemu pria itu lagi." Alasanku s
Mengapa? Aku mencari dokumen terkutuk itu di komputerku, tapi komputerku tidak menghasilkan apa-apa. Aku bingung. Filenya baru saja ada di sana pagi ini. Aku belum menghapusnya, lalu kenapa? Tiba-tiba aku mendengar suara mesin tik lagi. Keyboard sedang menulis tanpa aku melakukan apapun. Aku melihatnya lagi. Mungkinkah itu? Aku menghubungkan keyboard terkutuk itu ke komputer milikku dan, seperti yang sudah ku duga, sebuah file muncul di layar desktop. Aku mengklik dokumen terkutuk itu. [Ji-an menekan tombol delete berulang kali, tetapi tidak ada yang berhasil. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihapus atau diubah seperti masa lalu.] Reflek aku menundukkan kepalaku, mengacak-ngacak rambutku dengan frustasi. Aku tidak tahu, tidak ada isyarat. Aku terjebak di dalam rawa yang gelap. Aku tidak pernah menginginkan draf naskah ini, naskah yang pernah aku buat tapi tidak aku inginkan lagi, naskah yang akan kembali lagi dan terus menghantuiku seperti ini. Mengapa aku menulis itu?
Klak, klak, klak. Begitu aku membuka pintu apartemen depan, suara mesin ketik menyapaku dari ruangan depan. Badum. Badum. Jantungku berdebar kencang. Aku teringat ciuman berbahaya dua malam yang lalu. Aku jadi gila. Kenapa aku terus memikirkan hal itu? Aku mengipasi wajah panasku dengan tanganku, aku berusaha menghilangkan ingatan itu. Aku memeriksa naskah terkutuk itu; Hades masih mengumpulkan informasi hari ini. Sepertinya ini sudah menjadi keseharianku: berkencan dengan Hades dan memeriksa aktivitasnya setelah bekerja. Setelah mandi, aku makan ramen dan menonton TV ketika ada berita pembunuhan muncul di layar. “Polisi telah memulai penyelidikan setelah menemukan tubuh seorang wanita dipotong-potong, korban diperkirakan berusia dua puluhan, ditemukan di Gunung Naegongsan di Seoul. Menurut Kepada polisi, potongan tubuh ditemukan di dalam kantong plastik hitam di jalur pendakian
Aku akan menjadi gila. Tidak, aku sudah gila. [Putus asa, Ji-an luluh dalam pelukan Hades. Saat Hades mencium lehernya, Ji-an merasa seolah-olah dia tenggelam. Seluruh tubuhnya basah kuyup, dan sepertinya meregang dan tenggelam. Mabuk karena demam, Ji-an merasakan desahan keluar dari tenggorokannya.] Saat aku membaca adegan di mana aku terengah-engah dalam pelukan Hades, aku pun begitu malu, aku merasa seperti akan mati. Tiba-tiba, sebuah kesadaran baru muncul di benak ku. Setiap kali aku mencium Hades atau jika kami...bersikap eksplisit, kenyataannya adalah apapun yang kami lakukan akan dicatat dalam naskah sesat ini. Aku tidak tahu apakah keyboardnya atau naskahnya yang dikutuk. Salah satu dari itu sungguh mengerikan. [Ji-an mengulangi dengan obsesif: Aku tidak mencintaimu, kamu bahkan tidak nyata. Jika Ji-an tidak melakukan penolakan itu entah bagaimana jadinya. Padahal dia ta
Setelah berjalan-jalan, Hades menemaniku kembali ke apartemenku. Hades sering mengikutiku ke dalam rumah lebih dari satu kali, jadi aku tetap waspada saat aku membuka kunci pintu. Aku melangkahkan kakiku masuk begitu pintu terbuka. Dan saat itu Hades angkat bicara. "Apakah kamu tidak akan mengucapkan selamat malam?" Aku berbalik kembali melihat Hades, saat aku meraih pegangan di bagian dalam pintu. Lampu sensor gerak di pintu masuk apartemenku menyala, mendeteksi kehadiranku. "Hari ini menyenangkan. Selamat malam." Sekian detik setelah aku mengucapkan apa yang ia mau, Hades melangkah ke arah ku dan menundukkan kepalanya. Tubuhku membeku di tempat. Kupikir dia akan menciumku. Namun bibir Hades hanya mengecup ringan pipiku. Hades menunjukkan senyum manisnya setelah itu. "Aku juga bersenang-senang hari ini. Selamat malam, Ji-an. Aku mencintaimu." Aku me
Hades terdengar sangat kecewa dan itu membuatku takut. Semakin banyak Hades terobsesi pada Ed Scar, itu akan membuat naskah terkutuk yang sedang bekerja menjadi lebih dekat dengan thriller, dan romansa yang mengharukan semakin jauh. Untuk mengalihkan perhatian Hades, aku memutuskan untuk membuat keributan. “Aku pikir menemukan penulis itu lebih penting bagi mu daripada berkencan denganku". "Apa?" "Apa aku salah? Kamu menolak ajakan berkencan denganku hanya agar kamu bisa pergi ke kantor penerbit dan menemukan penulis itu." Hades menatapku dengan tatapan langka, wajahnya menunjukkan sedikit rasa malu. Dan terus menatapku dengan isi pikiran yang tidak bisa ku baca. "Kamu sedang mengemudi. Lihat ke depan." Suaraku bergetar. Bahkan setelah menoleh ke depan, Hades masih mencuri pandang ke arahku. "Ji-an, apa kamu marah?" Tanpa menjawab, aku melihat ke lua
Aku bisa melihat mata Rexon menyala dengan pengertian. “Suami ku menderita paranoia. Dia tidak akan percaya padamu, bahkan jika kamu mencoba menjelaskannya." Kemudian, dia akhirnya menanyakan pertanyaan yang telah aku tunggu-tunggu. “Apa yang harus aku lakukan?” "Berpura-puralah kamu bukan kamu. Anggaplah kamu tidak mengenalnya. Hanya ada tiga orang yang mengetahui siapa suamiku: penerbit, editor, dan asisten manajer." “Tetapi saya harus meyakinkan Tuan Scar untuk tidak memutuskan kontrak,” protesnya. "Suamiku sudah mengira kamu adalah kekasih rahasiaku. Apa kamu sudah memikirkan persentase kemungkinan kamu akan berhasil jika melakukannya sekarang?" Rexon terdiam. "Jika kamu tetap melakukannya sekarang itu sama saja dengan kamu menuangkan minyak ke dalam api. Aku akan membereskan kesalahpahaman dengan suamiku dulu, lalu aku akan atur pertemuan untukmu nanti"
Aku tidak yakin bagaimana aku sampai ke kantor dalam keadaan utuh. Setiap kali aku terjebak dengan lampu merah, keringatku tidak berhenti mengucur dari jari-jariku. Saat aku bergegas masuk ke dalam gedung, aku melihat Rexon yang berada di salah satu ruang kosong di kantornya dan dia menyapaku dengan ekspresi terkejut. "Bu! Apa yang membawamu ke sini? Tadinya aku akan mampir ke rumahmu nanti." Karena kehabisan napas, aku berpegangan pada lengannya. “Ada…ha…situasi mendesak. Tolong ikut dengan ku." "Sekarang?" tanya Rexon tidak percaya. "Ya, sekarang juga." "Bu, seperti yang saya katakan tadi, saya sedang menunggu tamu.." "Suamiku!" Saat aku meninggikan suaraku, Rexon berhenti bicara karena terkejut. Aku memejamkan mataku dan menggunakan pilihan terakhirku. “Suamiku ingin bertemu denganmu" “Benarkah? Apakah kalian datan
Darahku menjadi dingin. Aku tahu itu Hades bahkan sebelum aku membukanya. Mulut ku terasa kering, dengan perasaan was-was aku membuka emailnya. Dari: <nightdeath@jmail.com> Kepada: Ed Scar <Imscared@never.com> Halo Tuan Ed Scar, Saya menulis email ini kepada Anda sebagai penggemar yang sangat terkesan setelah membaca Night Series. Tulisanmu begitu jelas dan hidup. Seluruh proses Hades melacak dan menghukum karakter utama yang jahat itu diatur dengan sangat jelas, seolah-olah anda melakukannya sendiri. Aku hanya ingin tahu tentang satu hal. Peristiwa dan karakter dalam karya sangat mirip dengan apa yang saya tahu, tetapi saya belum menemukan apa pun yang menyatakan bahwa serial ini berdasarkan kisah nyata. Jika Anda tidak keberatan, saya akan senang bertemu langsung dengan Anda dan mendengarkan pendapat Anda tentang proses penulisan Night Series. Saya senang mendengar bagaimana Anda menyusun kar
"Hanya kamu yang aku punya," Sembari duduk di seberang meja Hades saat kami makan siang, aku merenungkan apa yang dia katakan di dalam mobil tadi. Hanya aku yang dia punya. Itu bukanlah ucapan yang manis. Itu benar. Hades tidak punya keluarga dan teman. Dia bahkan tidak punya kaki tangan. Apakah aku telah menuangkan kesepian ku ke dalam karakter buatan ku tanpa menyadarinya? Aku belum pernah merasa tidak enak sama sekali ketika aku menulis naskah tentangnya, tetapi sekarang, ketika aku melihatnya makan dan minum di hadapanku, mau tak mau aku merasa kasihan padanya. Hades benar-benar sendirian. Semua hubungan manusia yang Hades jalani adalah tipuan, koneksi yang dia buat semata-mata untuk berburu. Aku sudah membuatnya seperti itu. Hades adalah perwujudan rasa takut; dia pasti menakutkan. Daripada orang biasa dengan keluarga atau teman, aku ingin menciptakan hantu yang muncul tanpa suara dan menyeret orang jahat ke neraka. Hades benar. Aku adalah satu-satunya orang yang dia punya.
Aku merasa seperti ada bidik sasaran di punggungku. Terlalu banyak mulut yang mengkritik ku. Terlalu banyak mata yang menatapku. Rasa sakit yang tajam menusuk perutku. Dengan rasa sakit yang berdenyut-denyut, ingatan akan mimpi buruk semalam muncul kembali di kepala dan menyeretku ke kedalaman keputusasaan. Pemandangan para guru di kantor tumpang tindih dengan kejadian dua belas tahun yang lalu. Bu Ye-yeon dan rekan guru lainnya tiba-tiba digantikan oleh siswa yang memukul ku, wali murid dan guruku yang penurut. Pakaianku berubah menjadi seragam sekolah. Ji-an yang sudah menjadi guru telah menghilang dan hanya tersisa Ji-an siswa buangan. Meskipun aku punya keluarga, tapi terasa aku tidak punya keluarga sama sekali. Aku tidak punya teman. Aku adalah seorang penyendiri tanpa satu orang pun di dunia ini yang bersedia ada di sisiku. Aku tetap sendirian. Mungkin selamanya. Tiba-tiba aku ingin mati. Betapa aku berharap aku bisa menghilang begitu saja. Klik klak, klik klak. Klak klak