Share

TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI
TERJEBAK POLIGAMI BERSAMA SAHABAT SENDIRI
Author: Mimin Lamatokan

Bab 1 : Pertemuan Tak Terduga

"Saya terima nikahnya Atika Ramadani binti Ismail Huda dengan mahar tersebut tunai." Lantang suara Mas Ifan mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan napas. Membuat dadaku bergemuruh. Ada rasa haru menyeruak di dalam hati.

"Saah! " ucap saksi dan saat itu pula kurasakan ada butiran bening membasahi pipiku.

Kucium punggung tangan pria yang kucintai ini, dengan penuh rasa syukur. Kemudian lanjut mencium tangan Ayah dan Ibu mertua, serta Ayah dan Ibuku. Namun, saat berhadapan langsung dengan seorang wanita yang tak lain adalah istri pertama Mas Ifan, air mata pun tumpah. Sama sekali tak terfikir, wanita ini menepati janji yang pernah dia ucapkan secara tak sengaja beberapa tahun silam. Dia benar-benar menikahkan aku, dengan laki-laki yang aku cintai, meski laki-laki itu adalah suaminga sendiri.

"Mbak." Aku tak mampu melanjutkan. Kupeluk erat tubuh kurusnya sambil menangis.

"Selamat, Tika. Langgeng, ya," ucap Mbak Riska dengan suara bergetar, karena saat itu kami sama-sama sedang menangis.

Malam ini tepat ba'da magrib Aku dan Mas Ifan melangsungkan ijab kabul di masjid dekat rumah Mas Ifan, pria yang menjadi cinta pertama dan in shaa Allah akan menjadi cinta terakhirku. Pria tampan dengan perawakan tinggi besar, berkulit sawo matang yang kucintai sejak lima tahun yang lalu.

Kami bertemu saat dia sedang ada proyek di kampung halamanku. Lima tahun lalu, kami dekat kemudian tumbuh benih-benih cinta di antara kami. Kami resmi berpacaran, kurang lebih enam bulan, sampai akhirnya Mas Ifan harus kembali ke tempat asalnya dengan mengucap satu janji. Bahwa ia akan datang kembali. Ia meminta janji yang sama dariku, yaitu tetap menunggunya datang kembali untuk meminangku menjadi istrinya. Aku yang sudah terlanjur cinta dan membuat janji, akhirnya tetap menjaga perasaan ini untuknya.

Tiga tahun terlewati Mas Ifan tak kunjung datang. Dengan masih menyimpan rasa yang sama, kuputuskan untuk meninggalkan kampung halaman untuk mencari pekerjaan di Ibukota. Di sini, aku bertemu seorang teman seperjuangan yang sering kupanggil dengan sebutan, Mbak Riska. Wanita tinggi langsing dengan kulit hitam manis dan pembawaannya yang ramah, membuat kami cepat akrab.

Bahkan lebih dari itu, dia sudah seperti kakakku sendiri, karena memang usianya yang dua tahun lebih tua membuatnya menjadi tempat nyaman untuk curhat. Dia rela melakukan apa saja untukku. Di saat-saat tersulit, dia selalu menjadi orang pertama yang menolong, bahkan untuk urusan jodoh pun, dia selalu rempong seperti emak -emak.

"Tika! Tik ...!" Pagi-pagi udah berisik. Siapa lagi kalau bukan Mbak Riska.

"Iya, Mbak," jawabku sambil berjalan ke depan pintu kosan.

"Lihat ini, Nduk. Cakep nggak?" tanyanya sambil menunjuk ke layar ponselnya.

Seorang pria tampan berkulit putih, dengan lesung pipit terpampang di sana. Pasti nyomot dari halaman F******k lagi. Nggak jelas! Hi hi hi.

"Biasa aja," jawabku cuek, karena pasti ini kandidat berikutnya yang akan dicomblangin ke aku.

"Hmm, kamu, nih, ya. Semuanya dibilang biasa aja, kayak Mas Ifanmu aja yang paling cakep di dunia ini." Ngomel, deh, dia.

"Lagian, ini orang dari mana sih? Emangnya Mbak kenal? "

"Ya, nggak kenal sih, tapi kan kita bisa kenalan. Mbak rasa dia cocok sama kamu."

"Nggak ah! Aku maunya sama, Mas Ifan."

"Iiih ... kayaknya kamu memang benar-benar gagal move on."

"Pastinya, Mbak. Weeek!" ledekku sambil berlari ke arah kamar.

"Mau sampai kapan kamu nungguin dia, Tik? " tanyanya lagi.

"Sampai dia sendiri yang minta sama aku, untuk berhenti nungguin dia, Mbakk,” jawabku sambil ngintip di pintu kamar.

"Gimana bisa? Kamu aja nggak tahu dia ada di mana sekarang."

"Karena itu, aku berharap bisa bertemu lagi dengannya, dan mendengar apa keputusannya," jawabku lagi.

"Oalah, Nduk. Capek, ah, ngomong sama kamu. Mbak doakan deh secepatnya ketemu, biar kamu bisa melanjutkan hidupmu," ucapnya sambil berjalan menuju ke arahku.

"Iiiih ... makaciih Mbakku sayang, bantu doa, ya," ujarku sambil memeluknya.

"Kasian kamu, Tik. Sepertinya kamu memang sangat mencintainya. Andai Mbak bisa, Mbak akan bantu kamu untuk bisa bertemu atau bahkan menikah dengannya he he he."

"Aamiin makasih suport-nya."

"Sama-sama, Nduk."

Itu menjadi percakapan terakhir kami. Setelah setahun ini, kami ngekos bareng. Susah senang sama-sama. Sebelum akhirnya Mbak Riska harus pulang ke tanah kelahirannya. Karena penyakit yang dideritanya, keluarganya ingin Mbak Riska tinggal berdekatan.

Hasil pemeriksaan, Mbak Riska terserang kanker otak stadium empat. Inilah kenapa beberapa bulan terakhir dia jadi sering sakit kepala, berat badannya pun turun drastis.

Setahun kemudian ....

Tepatnya seminggu yang lalu, saat berada di sebuah pusat perbelanjaan, aku melihat sosok yang tak asing. Jantungku berdegub kencang rasa tak percaya melihat seseorang yang selama ini kunanti ada di depan mata.

Lama kupandangi pria yang sedang berdiri di depan toilet umum. Berkali-kali kukedipkan mata agar semakin yakin kalau aku tak salah lihat. Sambil terus memindai dari ujung kaki hingga kepalanya, tak sadar aku mulai berjalan mendekatinya. Sampai berdiri tepat di sampingnya, aku kini benar-benar yakin kalau dia adalah Mas Ifan.

"Mas Ifan!" sontak aku menjerit.

"Atika!" Mas Ifan terlihat kaget.

Tak sadar sedang berada di pusat keramaian, aku langsung memeluknya penuh haru. Saat itu juga aku tumpahkan semua rasa yang bertahun-tahun kusimpan. Air mataku tumpah karena tak kuasa menahan kerinduan pada laki-laki yang sudah bertahun-tahun mengisi hatiku. Dan belum tergantikan oleh siapapun juga hingga detik ini.

Mas Ifan diam tak bergerak. Aku tersadar dia pasti terkejut mendapat perlakuan seperti ini, di tengah keramaian, lalu buru-buru melepaskan pelukan saat tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku.

"Sayang!"

Aku melepaskan pelukan dan menoleh ke arah suara. Seorang wanita yang juga tak asing, sedang duduk di atas kursi roda yang didorongnya perlahan ke arahku dan Mas ifan.

"Mbak Riska?" panggilku kaget.

"Atika!" panggilnya, sama sepertiku suara itu terdengar kaget.

Ya Allah bahagianya aku, dua orang yang sangat kurindukan ada di sini, pikirku sambil berlari lalu memeluknya. Kami menangis saling mencium pipi satu sama lain.

"Kamu sehat, Tika?" tanyanya sambil memegang kedua pipiku.

"Sehat, Mbak, alhamdulillah. Gimana kabar, Mbak?"

"Beginilah, Tik. Mbak harus pake kursi roda sekarang," jawabnya.

Aku perhatikan banyak yang berubah darinya, lebih kurus, matanya terlihat sayu, dan sekarang Mbak Riska sudah berhijab. Masyaa Allah, dia terlihat tambah cantik walau banyak perubahan pada fisiknya.

"Oh ya, Tik. Kenalin, ini Mas Ifan, suami M-Mbak," ucapnya terbata, kemudian jidatnya berkerut.

Deg!

"Suami?" Aku kaget sambil menatap Mbak Riska dan Mas Ifan bergantian.

"Atika?" panggil Mbak Riska dengan mata berkaca-kaca.

"A-apa ini Mas Ifanmu?" tanyanya lagi. Kulihat butiran bening menetes dari sudut matanya, tapi tetesan itu tak sederas air mataku yang kini tak dapat kutahan lagi.

***Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status