Atika yang belum bisa move on dari Ifan— mantan kekasihnya, tiba-tiba dipertemukan kembali dengan pria itu di sebuah pusat perbelanjaan. Ifan ternyata sudah menikah dengan Risna yang tak lain adalah sahabat dekat Atika. Rasa cinta yang masih terjaga, serta rasa sayang pada sahabatnya yang sedang mengidap penyakit mematikan, membuat Atika menerima permintaan sahabatnya, untuk menikah dengan Ifan. Menjadi istri kedua dari laki-laki yang harus lebih memprioritaskan istri pertamanya, terkadang membuat Atika dilanda rasa cemburu. Namun, lagi-lagi perasaan itu harus ia kesampingkan atas nama cinta dan persahabatan. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
View More"Saya terima nikahnya Atika Ramadani binti Ismail Huda dengan mahar tersebut tunai." Lantang suara Mas Ifan mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan napas. Membuat dadaku bergemuruh. Ada rasa haru menyeruak di dalam hati.
"Saah! " ucap saksi dan saat itu pula kurasakan ada butiran bening membasahi pipiku.Kucium punggung tangan pria yang kucintai ini, dengan penuh rasa syukur. Kemudian lanjut mencium tangan Ayah dan Ibu mertua, serta Ayah dan Ibuku. Namun, saat berhadapan langsung dengan seorang wanita yang tak lain adalah istri pertama Mas Ifan, air mata pun tumpah. Sama sekali tak terfikir, wanita ini menepati janji yang pernah dia ucapkan secara tak sengaja beberapa tahun silam. Dia benar-benar menikahkan aku, dengan laki-laki yang aku cintai, meski laki-laki itu adalah suaminga sendiri."Mbak." Aku tak mampu melanjutkan. Kupeluk erat tubuh kurusnya sambil menangis."Selamat, Tika. Langgeng, ya," ucap Mbak Riska dengan suara bergetar, karena saat itu kami sama-sama sedang menangis.Malam ini tepat ba'da magrib Aku dan Mas Ifan melangsungkan ijab kabul di masjid dekat rumah Mas Ifan, pria yang menjadi cinta pertama dan in shaa Allah akan menjadi cinta terakhirku. Pria tampan dengan perawakan tinggi besar, berkulit sawo matang yang kucintai sejak lima tahun yang lalu.Kami bertemu saat dia sedang ada proyek di kampung halamanku. Lima tahun lalu, kami dekat kemudian tumbuh benih-benih cinta di antara kami. Kami resmi berpacaran, kurang lebih enam bulan, sampai akhirnya Mas Ifan harus kembali ke tempat asalnya dengan mengucap satu janji. Bahwa ia akan datang kembali. Ia meminta janji yang sama dariku, yaitu tetap menunggunya datang kembali untuk meminangku menjadi istrinya. Aku yang sudah terlanjur cinta dan membuat janji, akhirnya tetap menjaga perasaan ini untuknya.Tiga tahun terlewati Mas Ifan tak kunjung datang. Dengan masih menyimpan rasa yang sama, kuputuskan untuk meninggalkan kampung halaman untuk mencari pekerjaan di Ibukota. Di sini, aku bertemu seorang teman seperjuangan yang sering kupanggil dengan sebutan, Mbak Riska. Wanita tinggi langsing dengan kulit hitam manis dan pembawaannya yang ramah, membuat kami cepat akrab.Bahkan lebih dari itu, dia sudah seperti kakakku sendiri, karena memang usianya yang dua tahun lebih tua membuatnya menjadi tempat nyaman untuk curhat. Dia rela melakukan apa saja untukku. Di saat-saat tersulit, dia selalu menjadi orang pertama yang menolong, bahkan untuk urusan jodoh pun, dia selalu rempong seperti emak -emak."Tika! Tik ...!" Pagi-pagi udah berisik. Siapa lagi kalau bukan Mbak Riska."Iya, Mbak," jawabku sambil berjalan ke depan pintu kosan."Lihat ini, Nduk. Cakep nggak?" tanyanya sambil menunjuk ke layar ponselnya.Seorang pria tampan berkulit putih, dengan lesung pipit terpampang di sana. Pasti nyomot dari halaman F******k lagi. Nggak jelas! Hi hi hi."Biasa aja," jawabku cuek, karena pasti ini kandidat berikutnya yang akan dicomblangin ke aku."Hmm, kamu, nih, ya. Semuanya dibilang biasa aja, kayak Mas Ifanmu aja yang paling cakep di dunia ini." Ngomel, deh, dia."Lagian, ini orang dari mana sih? Emangnya Mbak kenal? ""Ya, nggak kenal sih, tapi kan kita bisa kenalan. Mbak rasa dia cocok sama kamu.""Nggak ah! Aku maunya sama, Mas Ifan.""Iiih ... kayaknya kamu memang benar-benar gagal move on.""Pastinya, Mbak. Weeek!" ledekku sambil berlari ke arah kamar."Mau sampai kapan kamu nungguin dia, Tik? " tanyanya lagi."Sampai dia sendiri yang minta sama aku, untuk berhenti nungguin dia, Mbakk,” jawabku sambil ngintip di pintu kamar."Gimana bisa? Kamu aja nggak tahu dia ada di mana sekarang.""Karena itu, aku berharap bisa bertemu lagi dengannya, dan mendengar apa keputusannya," jawabku lagi."Oalah, Nduk. Capek, ah, ngomong sama kamu. Mbak doakan deh secepatnya ketemu, biar kamu bisa melanjutkan hidupmu," ucapnya sambil berjalan menuju ke arahku."Iiiih ... makaciih Mbakku sayang, bantu doa, ya," ujarku sambil memeluknya."Kasian kamu, Tik. Sepertinya kamu memang sangat mencintainya. Andai Mbak bisa, Mbak akan bantu kamu untuk bisa bertemu atau bahkan menikah dengannya he he he.""Aamiin makasih suport-nya.""Sama-sama, Nduk."Itu menjadi percakapan terakhir kami. Setelah setahun ini, kami ngekos bareng. Susah senang sama-sama. Sebelum akhirnya Mbak Riska harus pulang ke tanah kelahirannya. Karena penyakit yang dideritanya, keluarganya ingin Mbak Riska tinggal berdekatan.Hasil pemeriksaan, Mbak Riska terserang kanker otak stadium empat. Inilah kenapa beberapa bulan terakhir dia jadi sering sakit kepala, berat badannya pun turun drastis.Setahun kemudian ....Tepatnya seminggu yang lalu, saat berada di sebuah pusat perbelanjaan, aku melihat sosok yang tak asing. Jantungku berdegub kencang rasa tak percaya melihat seseorang yang selama ini kunanti ada di depan mata.Lama kupandangi pria yang sedang berdiri di depan toilet umum. Berkali-kali kukedipkan mata agar semakin yakin kalau aku tak salah lihat. Sambil terus memindai dari ujung kaki hingga kepalanya, tak sadar aku mulai berjalan mendekatinya. Sampai berdiri tepat di sampingnya, aku kini benar-benar yakin kalau dia adalah Mas Ifan."Mas Ifan!" sontak aku menjerit."Atika!" Mas Ifan terlihat kaget.Tak sadar sedang berada di pusat keramaian, aku langsung memeluknya penuh haru. Saat itu juga aku tumpahkan semua rasa yang bertahun-tahun kusimpan. Air mataku tumpah karena tak kuasa menahan kerinduan pada laki-laki yang sudah bertahun-tahun mengisi hatiku. Dan belum tergantikan oleh siapapun juga hingga detik ini.Mas Ifan diam tak bergerak. Aku tersadar dia pasti terkejut mendapat perlakuan seperti ini, di tengah keramaian, lalu buru-buru melepaskan pelukan saat tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku."Sayang!"Aku melepaskan pelukan dan menoleh ke arah suara. Seorang wanita yang juga tak asing, sedang duduk di atas kursi roda yang didorongnya perlahan ke arahku dan Mas ifan."Mbak Riska?" panggilku kaget."Atika!" panggilnya, sama sepertiku suara itu terdengar kaget.Ya Allah bahagianya aku, dua orang yang sangat kurindukan ada di sini, pikirku sambil berlari lalu memeluknya. Kami menangis saling mencium pipi satu sama lain."Kamu sehat, Tika?" tanyanya sambil memegang kedua pipiku."Sehat, Mbak, alhamdulillah. Gimana kabar, Mbak?""Beginilah, Tik. Mbak harus pake kursi roda sekarang," jawabnya.Aku perhatikan banyak yang berubah darinya, lebih kurus, matanya terlihat sayu, dan sekarang Mbak Riska sudah berhijab. Masyaa Allah, dia terlihat tambah cantik walau banyak perubahan pada fisiknya."Oh ya, Tik. Kenalin, ini Mas Ifan, suami M-Mbak," ucapnya terbata, kemudian jidatnya berkerut.Deg!"Suami?" Aku kaget sambil menatap Mbak Riska dan Mas Ifan bergantian."Atika?" panggil Mbak Riska dengan mata berkaca-kaca."A-apa ini Mas Ifanmu?" tanyanya lagi. Kulihat butiran bening menetes dari sudut matanya, tapi tetesan itu tak sederas air mataku yang kini tak dapat kutahan lagi.***BersambungAku benar-benar penasaran, sudah tak sabar rasanya ingin segera menanyakan kebenaran obat yang baru saja aku temukan di laci nakas pada pihak apotek, obat apa ini sebenarnya.Selain obat, aku juga menemukan sebuah wadah yang berisi bubuk yang aku yakin itu adalah susu, di dalam laci mejanya, tapi susu apa?Ah ... Tika? Apa yang kau sembunyikan dariku.Hampir satu jam menunggu. Aku bersyukur, akhirnya apotek pun buka. Aku segera menghampiri petugas yang masih sibuk beberes."Permisi, Mbak," ucapku."Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya."Maaf, saya datang sepagi ini, cuma mau nanya, Ini obat apa ya, Mbak?" tanyaku tak sabar, sambil menunjukkan obat yang aku temukan di laci."Coba saya, liat." Jantungku berdebar kencang, menunggu penjelasan darinya."Oo ini vitamin Pak. Biasanya, di konsumsi oleh wanita yang sedang hamil atau wanita yang sedang program hamil.""Oh, jadi, ini, vitamin?" tanyaku memastikan."Iya, pak.""Berarti yang mengkonsumsi obat ini, kemungkinan sekarang di
Mendengar ucapan Yuda barusan benar-benar membuatku jantungku hampir copotAh ... Tika! Itu pertanyaan bodoh! Harusnya aku sudah tahu jawabannya. Benar kata Ibu."Udah ah, bercandanya, aku masuk dulu," ucapku menghindar. "Aku tidak sedang bercanda!" ucapnya menghalangi jalanku.Langkahku terhenti."Kendalikan dirimu, Yud! Apa kamu lupa, aku udah punya suami" aku mulai marah.Yuda tersenyum."Tenang saja Tik, aku tahu batasanku. Aku hanya ingin memastikan kalau kamu benar-benar bahagia, sebelum aku kembali ke Hongkong," ucapnya.Apa? Hongkong? Jadi dia mau balik ke Hongkong? tanyaku dalam hati"Baiklah aku ke dalam dulu, tinggal sedikit lagi pekerjaanku selesai," ucapnya lagi kemudian masuk ke dalam rumah. Aku mematung di teras rumah. Yuda benar-benar menyukaiku? Jujur aku merasa risih, tapi mendengar kalau dia akan kembali ke Hongkong, membuatku sedikit lega. ***Karena kejadian tadi pagi, seharian aku mengurung diri di dalam kamar. Hanya saat makan siang aku keluar untuk makan bers
Pagi ini kami sarapan seperti biasa. Setelah sarapan, kami mulai sibuk sendiri-sendiri. Aku duduk santai di ruang tamu. Selonjoran di sofa ruang tamu, sambil membaca majalah tentang Ibu dan bayi.Tiba-tiba bel berbunyi, aku berdiri perlahan, menarik jilbab yang kuletakkan di meja lalu memakainya. Kemudian berjalan ke pintu dan membukanya."Assalamualaikum." ucap suara yang tak asing dari balik pintu."Wa'alaikumsalam warohmatullah." jawabku.Senyum manis berlesung pipi menyambutku."Hai Tik, gimana kabarmu?" "Kamu, Yud? ngapain disini?" tanyaku heran."Gimana sih, ada tamu bukannya di suruh masuk malah di interogasi," ocehnya."maaf, masuklah." ucapku."Nah, gitu dong." ucapnya cengengesan.Yuda masuk dan duduk di sofa ruang tamu. "Kamu belum jawab pertanyaanku, gimana kabarmu? Juga kehamilanmu?" tanya Yuda."Ssstttt, jangan keras-keras ngomongnya, nanti yang lain dengar," ucapku, setengah berbisik."Tik, jadi kamu benar-benar merahasiakan kehamilanmu? Kenapa?" ocehnya."Kamu nggak
Ternyata Mbak Riska sudah berdiri di ambang pintu. "Oh, ini vitamin, Mbak." Aku buru-buru berdiri menghalangi botol vitamin yang ada di atas, agar tak terlihat jelas oleh Mbak Riska. "Ada yang bisa kubantu, Mbak?" ucapku lagi sambil berjalan tertatih ke arah Mbak Riska. "Oh, nggak kok. Mau ngajak kamu nonton. Bosan cuma diam-diam aja di kamar. Pingin jalan-jalan, tapi Mas Ifan pasti nggak akan kasi izin." "Ya udah, yuk, kita nonton bareng." Aku cepat-cepat mengajak Mbak Riska pergi dari kamar. ***Kami menonton hingga terkantuk-kantuk. Karena tak kuat, akhirnya kami sudahi menonton, dan balik ke kamar masing-masing. Sampai di pintu kamar aku tertegun, terdiam tak mampu bergerak, melihat pemandangan yang ada di dalam kamar.Ibu tengah berdiri, memegang sesuatu di tangannya. Itu, vitamin khusus ibu hamil yang tadi lupa kuimpan. Gleg ! Aku menelan ludah.Aku masuk dan mengunci pintu. Saat berbalik, ibu sudah berdiri menghadapku."Obat apa ini,
Hari ini akhirnya kami bisa pulang dan makan siang di rumah. Mas Ifan meliburkan diri dari kantor agar bisa menemani kami di rumah. Mas Ifan juga pamit, untuk ke luar kota beberapa hari kedepan untuk urusan kantor. "Kamu istirahat ya, jangan lupa minum obat." kata Mas Ifan, setelah mengantarku ke kamar."He'em," aku mengangguk.Aku membuka laci dan menyembunyikan obat yang di berikan mas Ifan disana. Tak hanya itu, obat, vitamin, dan susu untuk kehamilanku pun aku sembunyikan disana. Sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi tak lama lagi, aku akan jujur pada Mas Ifan soal kehamilanku ini. Karena Mbak Riska sudah mulai membaik. ***Menjelang makan malam, Mas Ifan membantuku untuk ke meja makan. Disana sudah ada Bapak, Ibu, dan Mbak Riska.Sebenarnya aku tak berselera karena ada sesuatu aku inginkan. Hmm .. mengingatnya membuat air liurku benar-benar mau keluar. "Tik, kok bengong, ayo di makan." tanya Mas Ifan"Eh, iya Mas." "Kenapa? masakan Ibu
Ya Allah, bagaimana ini?" ucapku panik.Aku lupa kalau kunci rumahku, ada di dompet yang baru saja dijambret. Aku berjalan tertatih, dan duduk di teras. Mengeluarkan ponsel dari saku gamis dan mulai memencet nomor Mas Ifan."Oh, aku lupa. Aku belum sempat beli pulsa tadi," ucapku lirih. Tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman, mobil yang sudah tak asing lagi bagiku."Mas Ifan!" seruku.Lalu segera bangkit dan hampir saja aku terjatuh.Mas Ifan turun dari mobil, dan terkejut melihat kakiku yang di perban, sebuah tongkat yang menopang tubuhku."Ya Allah, Tika! Kamu kenapa?" tanyanya setengah berlari ke arahku."Aku di jambret Mas, aku berusaha mengejar tapi kakiku tertusuk pecahan botol di pinggir jalan,""Astagfirullahal'adzim, tapi kamu nggak apa-apa kan, Tik?" tanya Mas Ifan, sambil meraba-raba tangan dan punggung ku."Nggak apa-apa, Mas. Cuma kaki aja yang harus di jahit," jawabku."Apa dijahit?" tanya Mas Ifan panik.Mas Ifan menatapku lekat. Lalu menarikku ke dalam pelukannya."
Saat memasang aroma terapi di kamar, tiba-tiba kepala terasa pusing, perutku terasa mual. Buru-buru mencari minyak kayu putih andalanku. Kuhirup dalam-dalam sambil berjalan keluar kamar , lalu berbaring di atas sofa. Entah kenapa mualku tiba-tiba hilang, sakit kepalapun agak berkurang. Aku mulai berfikir ini pasti ada hubungannya dengan kehamilanku. Perlahan kuusap perutku."Kamu enggak suka, wangi-wangian ya, sayang?" "Hem, baiklah mulai besok mama nggak akan pakai wangi-wangian lagi, kamu senang? Jadi jangan rewel lagi, ya?" ucapku."Sepertinya aku harus selalu sedia minyak kayu putih nih?" pikirku.Tiba-tiba ponselku berdering."Ya, Mas?" jawabku."Tik, kamu nggak balik kemari?" tanya Mas Ifan di seberang sana."Kayaknya, aku tidur di rumah aja deh, Mas." "Bener?" Tanyanya lagi."Iya, Mas. nggak apa-apakan kalau malam ini, jaga Mbak Riskanya sendirian?" tanyaku."Nggak apa-apa, Tik. Tapi kamu gimana? Berani di rumah sendiri?" "In shaa Allah berani, Mas." "Ya sudah. Kalau be
Aku sedikit terburu-buru keruangan Mbak Riska. Sudah terlalu lama aku meninggalkannya.Sata sampai di depan pintu, aku mengintip sedikit ke dalam ruangan. Sudah ada Mas Ifan yang sedang menyuapi potongan buah ke mulut Mbak Riska. Aku tersenyum, saat ini aku benar-benar bahagia. Ingin rasanya membagi kebahagiaan ini dengan Mas Ifan. Tapi aku tahu, ini bukan saat yang tepat. Mbak Riska baru saja pulih dari sakitnya, aku takut kehamilan ini akan membuatnya drop lagi. Sama sekali tidak meragukan ketulusannya, bahkan mungkin dia satu-satunya wanita yang sangat tulus, karena mengizinkan suaminya untuk menikah lagi. Tapi sekuat apapun wanita, rasa cemburu selalu mampu melemahkannya. "Tik, kenapa berdiri disitu?." panggil Mbak Riska membuatku gelagapan."Iya, Mbak," Aku mendekat dan duduk di tepi ranjangnya."Tadi, Dokter bilang, besok aku sudah boleh pulang." jelas Mbak Riska."Waah, benarkah Mbak?" tanyaku tak percaya."He'em Tik, benerkan Mas?" Mbak Riska meyakinkanku."Bener Tik, jadi
Mood yang berantakan membuatku jadi lapar lagi. Akhirnya kuputuskan mampir di warung bubur ayam di sebeeang jalan depan Rumah Sakit. "Aah!" teriakkan seseorang meganggu konsentrasi saat sedang menikmati bubur ayam. Seorang wanita yang lagi-lagi tidak asing sedang meringis kesakitan memegangi tangannya yang tersiram bubur oleh pelanggan lain."Oh, maaf Mbak, saya tidak sengaja," "Pelan-pelan dong, Mas." Tika mengomel pada pelangggan itu.Aku terSmsenyum sinis. Meraih tisu dan berjalan mendekatinya"Apa itu, sakit?" kuberikan tisu sambil menatapnya.Tika tak menjawab. "Kau dengar, tapi pura-pura tak mendengar. Sepertinya berpura-pura sudah jadi kebiasaanmu," ucapku lagi."Kamu ngomong apa, sih!" Dia mulai terpancing."Berhenti berpura-pura peduli pada madumu, aku tahu kau pasti senang melihatnya seperti sekarang ini," Aku terkekeh. "Diamlah, Yud. Sudah kubilang kamu nggak tahu apa-apa, jadi berhenti menuduhku! Napasnya mulai tersengal, mungkin ucapanku melukainya. Aku tak peduli."K
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments