Share

bab 6

TERJERAT CINTA CEO CANTIK

BAB 6

Meskipun dengan hati yang begitu dongkol, Anggi tetap memilih pergi dengan Rama. Gadis itu berpikir lebih baik bersenang-senang di club bersama teman-temannya dengan ditemani Rama. Daripada dia harus stay di rumah aja. 

Mereka berdua masuk mobil Anggi dengan Rama yang memegang kemudi. Anggi membuang muka ke luar jendela mobil selama perjalanan mereka. Dia masih tidak terima jika Rama sampai diharuskan mengikutinya.

Padahal papinya sendiri yang mengatakan bahwa perjanjian yang telah dia sepakati dengannya baru akan berlangsung sesudah Rama mengucapkan akad nikah atas namanya.

Mobil terus melaju membelah malam yang semakin pekat. Sesekali pemuda tampan itu melirik gadis cantik yang notebene adik angkatnya. Tanpa disadari terdengar helaan napas Rama.

Anggita sekilas mengalihkan atensinya ke Rama. Pemuda itu sendiri pura-pura tetap fokus dengan jalanan.

"Kenapa? Tidak suka? Makanya tadi mending kamu gak usah ikut! Di sana banyak setannya!" tukas Anggi dengan ketus.

Gadis cantik itu berkata dengan bersungut-sungut. Membuat sebagian bibirnya meruncing ke depan beberapa sentimeter. Dia lalu mengalihkan kembali atensinya menatap jalanan.

"Justru karena tahu kamu mau pergi ke sana, makanya aku ikut. Kamu 'kan calon istriku. Jadi sudah tanggung jawabku jika terjadi apa-apa denganmu," terang Rama dengan tenang.

"Gak usah sok-sok an, deh!" Anggi masih memasang wajah juteknya.

Sementara Rama tersenyum tipis. Ada sesak menyeruak di dadanya mengingat perjalanan hidupnya. Jika tanpa pertolongan Broto-ayah Anggita, mungkin dia sudah jadi gelandangan di luar sana. Nasib baik saja dia diambil oleh Broto dan disekolahkan hingga di bangku kuliah. Konsekuensinya kini dia pula yang menanggungnya. 

Tak berapa lama keduanya pun telah tiba di tempat tujuan. Rama masih sibuk memarkirkan mobil yang mereka bawa. Berbeda dengan Anggi yang sudah turun dan bergabung dengan teman-temannya. 

Tubuh gadis-gadis itu dibalut dengan pakaian yang begitu seksi dan tampak kurang bahan. Membuat Rama yang sudah bergabung dengan mereka harus beristighfar berulang kali karena melihat pemandangan yang sangat tidak pantas untuk dilihat netranya yang terbiasa melihat hal-hal yang sopan-sopan san terjaga oleh syariat.

"Eh … Nggi, tuh siapa sih. Dari tadi kok ngintil kamu aja?" celetuk Friska yang melihat Rama tanpa berkedip.

Anggita menoleh sekilas ke arah yang ditunjuk Friska. Tepat di sana Rama tengah berdiri tak jauh darinya.

"Oh … itu pengasuh gue," ucapa Anggita dengan mimik tanpa dosa.

Rama yang mendengar hal itu sontak membelalakkan netranya tak percaya dengan jawaban yang dilontarkan oleh Anggita. Gadis cantik itu sendiri hanya nyengir tak mau mempedulikan perasaan Rama lebih jauh. 

"Ih … mau dong aku dijagain seperti kamu. Udah ganteng terus bikin hatiku mendadak seperti kesiram es gitu. Adem jadinya," sahut Friska lagi.

Rama yang mendengar pujian teman Anggita itu hanya tersenyum simpul, tetapi justru membuat Friska semakin mengagumi ketampanan pemuda itu.

'Busyet nih, Friska. Bikin besar kepala si alim aja. Lihat tuh, dia jadi senyum-senyum seperti habis kesambet jin penunggu pohon Cerme.' Anggita membatin sendiri tingkah Rama.

Tanpa diduga, Rama mengedipkan sebelah netranya kepada Anggi. Gadis itu membelalak kaget. Netra indahnya membulat sempurna melihat kegenitan Rama yang tidak biasanya itu.

"Kok … rasanya dia bukan pengasuh lu, deh, Nggi. Apa jangan-jangan dia calon suami lu?" tebak teman Anggi yang satunya. 

"Beneran tuh, Nggi?" tanya Friska dengan keponya.

Anggita mengedikkan bahunya, " Gak kok, dia cuma pengasuh gue," tekan Anggita menyakinkan kedua temannya yang tampak kepo itu.

Anggita segera menggandeng tangan teman-temannya itu dan mengajak masuk. Suara hingar bingar musik langsung menerpa bising telinga Rama yang terbiasa mendengarkan kalam Illahi. 

Sesaat pemuda itu tampak berusaha beradaptasi dengan sekelilingnya. Suasana yang cukup remang-remang membuat Rama harus bersikap waspada. 

Tak jauh dari tempatnya berdiri, Anggita sudah meliukkan tubuhnya bak cacing kepanasan mengikuti musik yang sedang berlangsung. Tidak dapat dipungkiri, kecantikannya berhasil membuat banyak mata mengalihkan atensinya untuk melihatnya menggoyangkan tubuhnya yang aduhai itu. 

Anggita terus meliuk seiring musik yang menghentak dan terdengar semakin memacu semangat para pengunjung club tersebut. Semakin malam suasana bukannya semakin sepi tetapi semakin ramai.

Jujur saja hal itu membuat kelelakian Rama bangkit. Bagaimanapun, dia lelaki normal. Bohong jika dia tidak menikmati goyangan tubuh calon istrinya tersebut. 

Tiba-tiba datang Raka yang langsung ikut mengimbangi goyangan tubuh Anggita. Tangannya dengan liar meremas bagian dada Anggita. Gadis itu langsung berkelit. Dia lalu bergeming menatap tajam ke arah Raka yang terlihat seperti habis menenggak minuman keras. 

"Ayo Sayang, kenapa berhenti? Goyanganmu membuatku lupa diri," cerocos Raka.

Dia bermaksud memeluk tubuh Anggita kembali. Namun, tangannya dihentikan oleh Rama yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya nencengkeram tangannya sebelah.

"Jangan teruskan tanganmu itu menyentuh tubuhnya. Kalau tidak ingin tanganmu kubuat patah!" seru Rama dengan sorot mata begitu tajam. 

Raka tersentak kaget melihat kehadiran Rama. Sementara Anggita tidak mempercayai penglihatannya. Dia melihat Rama tengah beradu mulut dengan Raka karena dirinya.

"Siapa lu, berani turut campur urusan gue! Asal lu tau, ya. Gue ini kekasihnya!"

"Dan asal lu tau juga! Gue calon suami Anggita!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status